Mohon tunggu...
Ika Maria- (Pariyem)
Ika Maria- (Pariyem) Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Melesat dari kenyamanan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ruang Kekasih

4 Januari 2011   04:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:59 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1294114902796934961

umur bukanlah menjadi patokan dan larangan untuk menemuinya. kekayaan atau kemiskinan tidaklah menjadi pertanyaan awal ketika memasuki ruang itu. tinggi dan berat badan bukanlah suatu masalah yang penting bahkan sangat terabaikan. ruang itu tidak pernah penuh dan berjubel meskipun seribu kerang menjadi lantai ruang itu.

"aku akan bersiap-siap menemui kekasihku" kalimat pendek yang terkirim kepada mantan kekasih lamanya. meskipun baru setahun lebih beberapa bulan mereka memisahkan satu dengan yang lain.

sambil mempersiapkan alat dan bahan untuk bekal hidup di ruang itu. walau hanya satu malam saja namun persiapan itu sangat sakral. tidak lupa membungkus dengan plastik dan ditali erat, onggokan-onggokan masalah berat dan ringan siap dimasukkan ke dalam tas gendong barunya.

"dengan siapa saja kau  akan pergi?" tanya mantan kekasihnya itu. dalam batin telah tertuliskan bahwa di mantan nampak memasang muka cemburu karena malam Natal tahun ini ingin dirayakan bersama. waluapun jarak lebih dari seribu kilometer menjadikan mereka bekas kekesaih tidak mampu saling memandang muka.

"dengan teman-temanku, aku akan menginap'" ucap sinyal handphone yang siap menghantarkan kalimat itu pada mantan kekasih.

lama ribuan detik telah satu persatu berhasil meninggalkan jejak. tanpa balasan yang cukup mendamaikan di malam Natal itu.

persiapan telah komplit. waktu telah menghantarkan beberapa pemuda dan pemudi itu menjauh dari keramaian kota Jogjakarta.

"oh kekasihku aku sangat merindukan hormon kesegaranmu. aku lama berkelana mencari suatu kebermaknaan dalam perantauanku di kota ini. namun, dalam setahun ini aku tidak bisa melepaskan kerinduanku pada udara. rinduku amat berlimpah selalu menghujani setiap malam sebelum aku terlelap memasuki dunia keduaku. mimpi tidak mampu menghibur kekalutan hidupku. aku ingin terus mengendus nafsumu dan memagut seluruh tubuh mu" pekikan dalam batin seorang pemudi yang telah dua jam menunggu balasan pesan dari mantan kekasihnya.

"marilah datang ke pelukanku, akan aku segarkan duniamu. segala kejenuhanmu. amanat dari Tuhanmu telah ku simpan dan sekarang akan ku curahkan seutuhnya padamu" perbincangan di ruang itu semakin memanas.

"aku punya mantan kekasih dan aku tak mengerti ramuan lem apa yang membuatnya lengket dihidupku. aku ingin menjauh darinya. aku kesepian beberapa hari ayah dan ibuku sibuk dengan pekerjaan mereka. adikku malas untuk menuliskan kata-kata tentang keadaan ibu dirumah. aku lelah. aku ingin mendekap erat di pelukanmu, kekasihku" pemudi itu terus melangkah menyusuri garis pantai yang beralaskan kerang  nan cantik.

"kekasihku, kemarilah mendekat padaku. akan ku jernihkan pikirmu. ayo hanyutkan masalah yang membuatkmu penat, mrene o... kita nikmati senja terindah di Natal tahun ini" ajak ombak sambil berguling-guling membasahi trolor-trolor yang malas bertemu dengan manusia.

"aku rindu siramanmu yang memedihkan mataku " ujar gadis itusambil berlari mendekat pada ombak tanpa beralaskan kaki.

"owwwhhwhhhh" teriak gadis itu sambil mengangkat kakinya yang ternyata mengeluarkan darah segar.

"Wealah gadis manis, lihat-lihat dulu sebelum melangkah ini bukan area mu ini habitatku. maaf aku telah melukaimu. tubuhku memang telah mengering sehingga menusuk telapak kaki mulusmu" sahut garing.

setelah mengabaikan rasa sakit dan perihnya hampir dua jam gadis itu bercengkrama dengan ombak. sambil bercerita tentang senja yang baru saja tampil di panggung langit, so beautiful. malam telah mengantikan sore itu. panggung biru sudah bergeser tergantikan awan abu-abu yang dikerumuni cahaya-cahaya kecil mungil. stars. bermalam beratapkan stars. angin menjadikan ac di ruangan itu. dingin dan lembab.

tiba-tiba angin menjadi-jadi mungkin mabuk. karena beberapa bulan ditinggalkan kekasihnya, gadis. hujanpun datang tanpa permisi dan membasahi tiap helai rambut serta kulit yang menutupi tubuh gadis itu.

"aku ingin bersama ombak kenapa, kau, kekasihku hujan datang menggangu saja" teriak gadis sambil berlari menuju gubuk kayu untuk berlindung.

"aku juga rindu dengan kamu, aku juga cemburu sepanjang senja tadi kau berduaan dengan ombak dan sekarang aku ingin memberi kesegaranpada tubuhmu juga" jerit hujan sambil loncat-loncatan naik turun, langit bumi langit bumi.

lima menit berlalu. hujan pun menghilang entah dimakan buto ijo atau macan merapi. gadis kembali ke tempat semula. perlahan membuka bungkusan plastik yang berisi masalah berat dan ringan. kemudian matanya tertutup lekattak membiarkan ada ruang kosong terisi udara. batinnya menuju satu fokus saja, menemui kekasih jiwanya yang tersetia dibanding kekasih-kekasihnya di ruang itu, Hyang Widi. kesakralan dan ketenangan mulai berunjuk gigi. solusi-solusi siap memasuki plastik dan bersaing dengan masalah berat dan ringan tadi. gerakan bibir atas dan bawah tak terlihat. sunyi dan damai tenang menjadi tujuan gadis datang ke ruang itu. menyapa seluruh kekasihnya yang mampu menghiburnya.

pagi telah siap disambut kedua mata coklatnya. kesegaran sudah meregenerasi sel-sel yang bernyawa di tubuhnya. semangat sederhana Natal telah menjadi bahan bakar hidupnya.

ombak, trolor-trolor, kerang, senja, hujan, angin, dan banyak lagi para kekasihnya di ruang itu. ruang yang mampu mempertunjukkan, bahwa diri bukanlah terhebat. mempertontonkan Kasih Hyang Widi pada ciptaanNYa.

gadis itu kemudian pulang bersama teman-temannya dan sesaat ketika ia melihat layar handphone nya. mantan kekasihnya bersedia melupakannya dan menjalani kehidupan sendiri-sendiri.dan  ruang itu bernama pantai.

'boleh memeluk seribu kekasih, tapi jangan abaikan satu kekasih setiamu, Hyang Widi'

januari, 1.

[caption id="attachment_83189" align="alignleft" width="300" caption="Peace in Natal (dok.p)"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun