Mohon tunggu...
Lalala Yeyeye
Lalala Yeyeye Mohon Tunggu... -

penulis amatir | calon perawat sukses, aamiin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

We are Doctor with Love

16 November 2013   21:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:05 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Namaku Bintang. Aku adalah seorang gadis yang sederhana. Saat ini aku kelas 12 SMA. Hidupku sungguh abu-abu, hanya sedikit warna yang singgah itupun sebentar. Aku ingin sesuatu yang ada endingnya. Selalu saja permasalahan hidupku menggantung. Aku rasa aku telah banyak menghabiskan waktuku untuk hal yang tak berguna. Aku terombang-ambing kesana kemari, seakan hidupku tak tentu arah. Aku ingin begini lalu ingin begitu dan kembali begini dan begitu lalu seterusnya.
Suatu hari aku berfikir dan memutuskan untuk memilih jalan hidupku. Aku mencoba menyelesaikan segala persoalan secara rapi meskipun masih terbawa sifatku yang malas itu. Terkadang aku juga merenungkan, mengapa rasanya hidupku hambar. Aku merasa melewati hidup ini hanya sendiri. Kenapa aku selalu merasa sendiri, padahal banyak orang disekitarku, apa karena aku terlalu tertutup. Ya aku begini karena aku hanya ingin berteman dengan teman yang benar-benar tepat, aku tak ingin kejadian yang lalu menimpaku kembali, seperti sinetron dan aku sangat membencinya. Please deh ini hidup nyata gak usah dibuat film begitu. Dan aku juga tidak begitu menyukai orang yang suka bergosip. “bintang lagi apa?” mama memegang pundakku dari belakang yang segera membubarkan segala lamunanku. “eh, mama. Lagi duduk aja ma”. Mama menatapku aneh “yakin? Sepertinya kamu memikirkan sesuatu”. Aku pun berdiri dari tempat duduk “gak ada apa-apa mama. Yaudah,bintang sholat dhuhur dulu ya ma”. “oh, yasudah sana sholat, bentar lagi asar lho”. Aku melihat jam dinding yang ternyata menunjukan pukul 14.30. Hampir saja aku telat, secepatnya aku mengambil wudhu. Seusai sholat, aku biasa curhat pada Allah SWT. Kali ini aku menangis sekuat tenagaku, emosiku tak tertahan lagi, aku terus memanjatkan doa, aku ingin suatu saat nanti Allah mengabulkan doaku.
“Bintang, Bintang, ada teman kamu nih!” mama memanggilku berkali-kali, akhirnya aku menyudahi curhatku ini. “iya ma” aku segera berlari ke teras. Aku kaget bukan kepalang, ternyata tamunya adalah orang yang ada di masa laluku, namanya Elang. Langkahku terhenti dan diam seketika. “Bintang, kok diam disitu, ini teman kamu kan?”. “e, e iya ma”. Aku sedikit gugup untuk menemuinya, entah kenapa hati ini mulai bergejolak setelah melihatnya. “mama ngelanjutin masak dulu ya?”. “iya ma”. Akhirnya aku menemuinya. Mataku menatapnya begitu tajam hingga membuatnya gugup dan menggaruk kepalanya yang sepertinya tidak gatal.  “kamu kenapa? Kutuan?”. Elang menatapku kemudian menatap sekitar “ kamu gak lagi kesurupan kan?”. “enak aja ngomong asal ngejeplak. Aku ini baru selesai sholat ya.”. “ya terus kenapa kamu aneh begini?”. Aku hanya diam sambil memperhatikan orang yang lalu-lalang didepan rumah. “kamu ngapain kesini?”. “Aku lagi nungguin pacar aku yang lagi nyalon di seberang sana” sambil menunjuk lokasi tempat salon itu. Hatiku kembali bergejolak, seakan-akan ubun-ubunku telah mengeluarkan asap tebal. “kamu kira rumah aku ini ruang tunggu? Parkiran gitu? kurang aja banget ya. Sana pulang! Tungguin tuh pacar kamu. Gak usah parkir disini” aku menarik tubuh Elang dan mendorongnya keluar. “eh,eh, kenapa sih kamu?”. “udah deh, sana keluar!”. Aku segera menutup pintu pagar rapat-rapat dan terus menatap Elang hingga dia jauh dari rumahku, dan tiba-tiba Elang berteriak. “banyak baca doa ya cantik. Kamu beneran kesurupan tuh, haha”. Dengan emosi yang menggebu-gebu, kulemparkan botol bekas kearah Elang dan nyaris mengenai kepalanya. “Awas kamu Elang!!”. “gak kena uweeee”. Semakin geram melihat kelakuan Elang, aku segera masuk kedalam rumah. “lho, teman kamu kemana?”. “ udah pergi ma, jauuh, jauuh banget. Gak bakalan balik lagi deh”. Mama hanya mengerutkan keningnya.
Aku menyendiri dikamar dan seperti biasa curhat sendirian. Aku menusuk-nusuk kertas kosong dengan ujung bolpoin untuk sekedar mengurangi kadar emosiku. Dasar aneh, kamu tuh Lang yang kesurupan, nih aku tusuk-tusuk biar kamu sembuh. Heran deh kenapa orang itu masih kepikiran untuk kerumahku. Hpku berbunyi dan menghentikan kegilaanku. Ternyata ada sms dari nomor tak dikenal “ Cantik, kamu pasti bisa. Semangat ya!”. Apa-apaan aku tidak sedang mengikuti lomba apapun dan namaku bukan cantik, mungkin salah sambung. Sms selanjutnya datang dari nomor yang sama. “ suatu saat nanti, kesuksesan ada digenggamanmu, teruslah bangkit. Aku selalu mendoakanmu “. Aku semakin kesal dengan sms yang dikirimnya. Akhrinya kumatikan hpku, dan meletakkannya dibawa bantal.
Keesokan harinya di sekolah, hari-hariku seperti biasa, tak ada yang special. Sepulang sekolah aku memutuskan untuk pergi kesuatu tempat yang dapat menenangkan pikiranku, entah dimana, aku hanya mengikuti langkah kakiku. Sampai disebuah tempat mirip taman yang sepi, aku duduk disamping pohon yang lumayan besar. Aku bersandar dibatang pohon itu, kuhirup udara yang begitu segar. Kupejamkan mataku, aku berusaha merileksasikan otakku. Tak sampai beberapa menit, aku mendengar suara langkah kaki yang menginjak dedaunan. Aku mulai merinding, beginilah aku yang memiliki sifat super penakut. Aku berusaha menghilangkan rasa takutku. Aku berdiri dan melihat sekitar, aku tak menemukan siapapun, aku lanjut berjalan menelusuri tempat itu. Dibalik semak-semak aku melihat seorang laki-laki duduk santai disana. Aku memperhatikannya hingga tak sadar jika dia sudah ada dihadapanku. “Cieee, bintang diam-diam yaa?” Tanya Elang yang membuatku kaget hingga mataku terbelalak. “ eh, kamu lang?” . “kamu ngefans sama aku ya?”. Oh speechless, hatiku terasa beku mendengar pertanyaan Elang. “gitu ya kalo saking ngebetnya, sampe ngikuti aku kesini segala. Tenang kok, aku pasti ngasih sedikit cinta aku buat kamu, semua fans aku pasti dapet kok. “. Aku menghela nafas sebentar kemudian lari meninggalkan Elang. Elang mengejarku namun sial, kakinya menginjak duri sehingga dia merintih kesakitan. Aku melihat itu dari kejauhan, tak tega aku melihatnya, segera aku kembali dan membawanya ke tempat duduk ditaman. “ Aduh, bintang kakiku sakit banget!” Elang meremas pergelangan tanganku. “ih, lang, aduh tangan aku sakit, lepasin dulu!” kemudian aku berlari untuk mencari pertolongan, ternyata aku menemukan tanaman penisilin yang dapat membantu menyambuhkan luka, kutarik tanaman itu dari tanah dan kubawa untuk mengobati Elang. “ Elang, tahan ya? Ini gak sakit kok”. “awwww! Bintang sakit banget tauuuu!”. Aku  tak mempedulikan teriakan Elang, aku terus menarik duri yang ada ditelapak kaki Elang, selang beberapa menit, akhirnya duri itu tercabut, kemudian aku membersihkan luka Elang. “udah. Kamu bisa jalan kan?” . Elang hanya menatapku. “Elang, kamu gapapa kan? “ . “Aku ga kuat jalan, anterin aku ya? Rumah aku deket sini kok.”. “oke deh.”
“Ini rumah kamu Lang?”. “iya, kan aku pernah kasihtau kamu.”. “tapi kamu ga pernah nunjukin secara langsung.” Elang hanya tersenyum. “oh,iya kamu mau mampir?” . “ga usah deh, aku langsung pulang, bye!” . “Hati-hati yaa bintang”. “beres boss!”.
Sesampainya dirumah aku langsung masuk kamar. Dirumah hanya ada aku sendiri, mama papa lagi dikantor, sedangkan adik belum pulang sekolah. Kubuka akun twitterku, “makasih bintang, suatu saat nanti aku balas kebaikanmu itu” ada mention dari Elang. Sekian lama kita tak berhubungan, akhirnya Elang mengirim mention ke twitterku. Entah mengapa, terasa banyak bunga disekelilingku. Aku sangat bahagia sekali. Aku membalas mention Elang yang kemudian berlanjut ke sms, dan kemudian membuat kami akrab kembali. Dulunya Elang sempat mengisi hari-hariku. Namun ada suatu hal yang membuat hubungan kita renggang. Hubungan kami bukan pacaran, melainkan teman dekat, tapi tak lama aku mengetahui ternyata Elang menaruh hati padaku. Saat itu aku pun juga menaruh hati padanya, tapi apa boleh buat, orangtuaku belum memberi ijin pacaran, jadi aku pendam perasaan itu. Aku tau Elang mulai menunjukan sikapnya yang mulai suka padaku, tapi aku selalu membatalkan niatnya. Hingga akhirnya dia mendekati cewek lain. Aku sedikit sakit hati setelah tau mereka pacaran. Meskipun begitu, Elang tetap saja menghubungiku. Aku berusaha menghindar karena aku takut dikira selingkuhannya. Kini kami kembali bersatu, kami seperti sepasang sejoli, padahal kami hanya bersahabat. Gosippun beredar dimana-mana. Kami acuhkan semua itu, karena Aku dan Elang berkomitmen untuk tidak berpacaran. Gossip semakin gencar karena kedekatan kami, ya maklumlah dimana ada aku ya pasti ada Elang.
Aku terbangun dari tidur siangku. Mama memanggilku ke ruang tamu, aku bergegas mandi dan kemudian menemui mama. Sesampainya diruang tamu, disana ada orang yang dulu pernah menjadi teman kecilku, Doni bersama kedua orangtuanya, aku sempat bingung dengan kehadiran mereka. “ayo nak duduk sini.”. “ada apa pa? ma?”. Jantungku berdegup kencang, aku merasakan ada sesuatu yang ganjil, memang selalu begini kalau aku akan mendapat kabar yang mengejutkan, feelingku lumayan kuat. “begini dek, kedatangan kami kesini itu untuk melamar kamu”. Mataku terbelalak, aku menatap mata mama begitu dalam, mama hanya tersenyum geli. “begini maksudnya, kalian boleh pendekatan dulu, gak langsung nikah kok, kalau nikah sih masalah nanti, kan kalian masih SMA.”. Mulutku terasa dijahit, aku hanya bisa menarik bajuku sendiri. “kalian temenan dulu aja, jalani semua ini dengan santai, dengan berjalannya waktu, pasti kalian akan bisa memutuskan sendiri” sambung papa. Aku semakin kikuk, aku hanya bisa terdiam. Tiba-tiba handphone ayah Doni berbunyi, dan kemudian ayah Doni berpamitan karena ada tugas yang harus diselesaikan. Namun, sial! Papa menyuruhku menemani Doni pergi ke Petshop. Aku hanya bisa mematuhi perintah papa.
3 bulan berlalu, hubungan aku dan Doni tak ada perubahan. Meskipun aku mulai suka pada Doni, tapi selalu merasa tidak nyaman bersama Doni. Aku menceritakan segala keluh kesahku pada Elang. Elang menyuruhku untuk mengahiri hubunganku dengan Doni. Aku pun setuju, aku berusaha untuk mengatakan semua ini kepada papa dan mama. Namun semuanya terlambat karena besok adalah hari pertunanganku. Papa dan mama tak bisa membatalkannya dan terpaksa aku harus menjalani semua ini.
“Bintang, kamu suka cincin yang mana?” aku terdiam. “ Bintang, kamu kenapa? Hmm, mbak pilih yang ini aja ya.” Doni segera membayar cincin tersebut dan membawaku ke café.
“Bintang, daritadi kamu kok diem aja?”. “apa kamu cinta sama aku?”. Doni terlihat kaget dan bingung. “ gapapa kok don, jujur aja”. “aku sayang sama kamu, tapi aku gak bisa cinta sama kamu.”. “kenapa?”. “ sebenernya aku sudah punya pacar, sudah 3 tahun aku pacaran tanpa sepengetahuan orangtua. Aku sangat mencintai pacarku. Maafin aku ya?”. Aku tersenyum sambil menahan tawa “ ternyata nasib kita sama ya masbro!’’. “lho kamu udah punya pacar juga?”. “enggak sih, ya aku ngerasa gak cocok aja sama kamu”. “maksud kamu?”. “ya kurang ada chemistry gitu, hehe.”. Tiba-tiba Shinta, sahabatku datang secara mengejutkan. “Maaf ya aku ganggu kalian, tapi maaf aku harus pinjam Bintang dulu, bye.” Shinta menarik tanganku hingga ke pintu keluar café. “sekarang kamu ke taman, temani Elang.”. “Emang Elang kenapa?”. “tadi dia keliatan aneh gitu, coba deh kamu susul, aku takut tuh anak kenapa kenapa lagi.”. Akupun segera pergi ke taman tersebut.
“Elang, Elang kamu dimana?” . “Aku disini bintang.” Aku melihat sekitar, aku tak menemukan Elang. Terus kutelusuri taman itu, ternyata Elang duduk dipohon yang pernah aku singgahi dulu untuk menghilangkan stressku. “Elang, kamu kenapa?” Elang hanya diam, aku duduk disamping Elang sambil memperhatikannya. “sudah, jangan melihatku seperti itu”. “kata shinta sikapmu hari ini aneh ya?” . “ apa aku harus cerita padamu?”. “kalau kamu bersedia, aku juga bersedia”. Elang menarik nafas dalam-dalam dan melepaskan perlahan “ ayahku menentang keinginanku untuk menjadi dokter hewan.”. “kenapa?” tanyaku penuh penasaran. “ayahku takut nasibku sama dengan sahabatnya yang menjadi dokter hewan. Dia sempat terinfeksi rabies gara-gara digigit monyet yang akan dia suntik”. Aku menahan tawa, entah kenapa rasanya konyol tapi lumayan masuk akal. “apa kamu bisa kasih aku saran?” sambung Elang. “Elang, kamu tidak harus mengikuti keinginan orangtuamu untuk kali ini, harusnya kamu buktikan kalau tidak semua dokter hewan bernasib buruk seperti itu. Lagian semua pekerjaan pasti ada resikonya. Iya kan? Semangat Elang! Kamu harus yakin, kamu pasti bisa.”. Elang tersenyum padaku dan mengacak-acak rambutku. “makasih ya cantik.”. “ohhh, jadi selama ini kamu yang selalu sms aku dengan kata-kata motivasi itu?”. “hehehe, iya bintang. Aku ingin orang yang aku sayang bisa sukses.”. Aku memegang tangan Elang dan menatapnya “Aku juga ingin orang yang aku sayang bisa membuktikan bahwa dia bisa jadi dokter hewan yang berhasil nyuntik monyet, hahaha.”. Suasana yang awalnya romantis menjadi penuh gelak tawa, kami pun tertawa sembari melepas stress yang telah meracuni otak ini. “Bintang janji ya jadi dokter juga?”. “aku gak bisa janji untuk jadi dokter, tapi aku janji suatu saat nanti kita bertemu, kita telah menjadi orang yang sukses dengan segala kebahagiaan.”. kami pun berpelukan layaknya teletubies.
Seiring berjalannya waktu, aku dan Elang berjuang untuk menembus Ujian Nasional dan tes perguruan tinggi. Masalah pertunangan telah usai karena Doni membatalkannya, dia lebih memilih kekasihnya ketimbang aku, aku pun turut bahagia.
Pendidikan SMA telah berhasil aku tempuh. Aku berhasil masuk fakultas kedokteran dengan segala keberuntunganku, mungkin jika di logika aku tak akan bisa masuk sana. Begitupun Elang, meskipun ayahnya masih khawatir yang berlebihan tapi akhirnya Elang mendapat restu untuk melanjutkan pendidikan di kedokteran hewan. “sukses ya lang!”. “kamu juga!  “. “hati-hati kena rabies ya? Hahaha”. Kami pun tertawa bersama. Disamping itu tanpa sepengetahuan kami, ternyata orangtua kami akan menjodohkan kami. Aku dan Elang masih tetap berkomitmen untuk tak berpacaran sampai berhasil menyabet gelar dokter dan dokter hewan. Tapi setelah itu, entahlah. Hanya hati yang dapat berbicara. SEKIAN
Source : www.fitrishalala.blogspot.com
author : Hamidatul Fitriyah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun