Mohon tunggu...
Sutanto Ibn Abinashr
Sutanto Ibn Abinashr Mohon Tunggu... -

Ingin bisa menulis,,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Zainab, Wanita Kuat Dihantam Bertubi-tubi Cobaan Dahsyat, Bag. 2

13 Maret 2014   03:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:00 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini adalah sambungan dari kisah Zainab putri ‘Ali. Bagi yang belum mengenalnya, dia adalah adik perempuan dari Hsan dan Husain cucu baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Kini Zainab telah dewasa. Dia ikut berperan dalam banyak kegiatan politik yang waktu itu sedang bergejolak. Bapaknya yang menjabat sebagai Khalifah keempat menggantikan Ustman, menghadapi masalah yang cukup pelik. Para kerabat Ustman menuntut ‘Ali, untuk mengqisas semua orang yang terlibat dalam pembunuhan yang dilakukan para pemberontak penyebab kematian Ustman.

Perseteruan semakin menjadi. Muawiyyah sebagai kerabat Ustman bersikeras meminta segera kepada ‘Ali untuk mengeksekusi qisas kepada semua pemberontak. Muawiyyah adalah gubernur Syam waktu itu. Dia mempunyai banyak pengikut juga pendukung.

Dalam keadaan yang sulit ini, Zainab tampil dengan usulan cerdasnya kepada bapaknya sang Khalifah untuk menetap di Kufah dan menjadikannya pusat pemerintahan. Sehinggan jarak dengan Muawiyyah di Syam tidak terlalu jauh. Singkat cerita ‘Ali dan Muawiyah melakukan gencatan senjata. Mereka berdua berdamai. Dan peerintahan kembali di Madinah

Genjatan senjata yang dilakukan ‘Ali dan Muawiyah menyisakkan dendam. Mereka orang-orang yang tidak menghendaki perdamaian inilah yang kemudian membunuh ‘Ali. Merekalah orang-orang Khawarij. ‘Ali dibunuh ketika ia hendak keluar rumah di pagi hari untuk menunaikan shalat shubuh.

Segera setelah kematian ‘Ali, masyarakat Madinah mebaiat Hasan bin ‘Ali menggantikan bapaknya sebagai Khalifah. Keadaan politik waktu itu begitu kacau. Masing-masing orang menginginkan keadilan.

Di Syam, Muawiyyah dengan segenap pengikut dan pendukungnya mendeklarasikan diri sebagai khilafah. Jadi pada waktu itu ada dua kubu kekuatan. Satu kekuatan di Syam dengan Muawiyah sebagai pimpinan dan satu kekuatan lagi di Madinah dengan Hasan putra ‘Ali sebagai pimpinannya.

Dalam keadaan yang begitu kacau dan sulit ini, untuk kesekian kalinya Zainab mengusulkan kepada Hasan untuk menyerahkan tahta khilafah sepenuhnya kepada Muawiyah. Dengan demikian persatuan umat islam tetap terjaga dan peperangan antar dua kubu besar sesama muslim berhasil dipadamkan. Hasan bin ‘Ali meninggal enam bulan setelah ayahandanya terbunuh. Menurut sebagian riwayat kematian Hasan adalah karena diracun.

Zainab menikah dengan anak lelaki pamannya, Abdullah bin Ja’far. Ja’far adalah kakak dari ‘Ali bin Abi Thalib. Di dunia arab pernikahan antar sudara yang bukan mahram memang sering terjadi. Salah satu alasanya adalah agar hubungan keluarga tidak hilang dan terus menyatu.

Meskipun sempat reda, keadaan politik kembali memanas. Husain memutuskan untuk keluar ke Kufah. Alasan keluar menuju Kufah yang dilakukan Husain adalah karena sekelompok orang telah berjanji untuk membaiatnya sebagai Khalifah. Ternyata sebelum sampai Kufah, tepatnya di daerah Karbala. Terjadilah pembantaian sangat mengerikan. Rombongan Husain dibantai oleh pasukan dengan peralatan perang yang lengkap.

Perang berkecamuk. Dua kekuatan yang tidak imbang ini bertemu. Zainab berteriak dengan kencang “Apakah kalian membunuh keturunan Rasulullah?” Dia mendekap anak lelakinya yang masih kecil. Dirangkulnya erat buah hatinya itu. Namun orang-orang bengis tetap membunuh anaknya. Singkat cerita hanya beberapa orang dari rombongan Husian yang selamat pada peristiwa Karbala itu. Adapun Husaian, dia terbunuh dan sang khalifah sangat menyesali kejadian ini. Bukan pembunuhan Hasan yang diharapkan sebenarnya.

Hanya Zainab dan beberapa orang yang selamat dari pembantaian ini. Oleh para pembantai karbala Zainab dibawa ke Khalifah yang kemudian diantar ke Madinah.

Di Madinah, penduduk kota ini menyambutnya dengan tangisan sedih. Madinah berkabung.

Beliau adalah contoh wanita kuat dengan cobaan-cobaan dahsyat yang mengepungya. Ditinggal oleh orang-orang yang sangat dicintai dengan cara-cara yang begitu tragis. Ayah dan kedua saudaranya meninggal dengan dibunuh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun