Partai Golkar merupakan partai yang banyak mengukir sejarah di Indonesia. Partai berlambang pohon beringin ini menjadi salah satu saksi sejarah bagaimana demokrasi tumbuh kembang di tanah pertiwi. Kita pun bangsa Indonesia tidak bisa menutup mata bahwa banyak prestasi yang diukir para cendekiawan Golkar, namun sayangnya pergolakan di internal partai seakan menjadi ‘korosi’ di partai tersebut yang disebabkan persaingan kadernya dalam merebut kursi ketua umum.
Saat ini Indonesia membutuhkan partai politik yang bisa dipercaya untuk menjadi penyambung lidah dalam menyampaikan aspirasinya. Sebuah partai tengah yang modern, positioning Partai Golkar dalam konfigurasi politik Indonesia sangat dibutuhkan. Bukan tidak mungkin, jika melihat keadaan Golkar gagal menyelesaikan konflik internalnya, partai ini akan kehilangan konstituennya di berbagai daerah.
Sudah cukup penderitaan para kader Golkar baik di pusat maupun di daerah merasakan fragmentasi politik seperti ini. Khususnya pada saat menghadapi Pilkada serentak pada Desember tahun lalu. karena dualisme kepengurusan antara Munas Bali (Aburizal Bakrie) dan Munas Ancol (Agung Laksono). Mereka pun sulit meminta rekomendasi ketua umum sebagai sarat sah untuk mendaftar ke KPUD.
Menjadi momentum yang sangat positif ketika elite Golkar beberapa waktu lalu bersepakat untuk berdamai dan menyelenggarakan Munaslub di bulan Juni. Namun, wacana percepatan Munaslub yang disuarakan sebagian elite Golkar akan menjadi problem karena yang terpenting justru terlebih dahulu melakukan rekonsiliasi seluruh kader. Sehingga, pastikan terlebih dahulu hadirnya aspek rekonsiliasi yang tulus diantara seluruh kader Golkar yang sempat terlibat pertikaian termasuk nasib sejumlah kader yang dipecat akibat konflik tersebut.
Tentunya kita masih mengingat bagaimana saat perseteruan kubu Ical-Agung memanas, banyak anggota DPP dan DPD yang dipecat. Oleh karena itu, mereka yang dipecat tersebut harus direhabilitasi dan dikembalikan hak-hak politiknya sehingga institusionalisasi Partai Golkar secara khusus dan demokrasi di Indonesia secara umum tidak tercederai. Bagaimanapun dari segi karakter institusinya, Partai Golkar bukanlah partai ‘keluarga’ sebagaimana sejumlah partai lain.
Jangan sampai munaslub dilakukan dengan tergesa-gesa hanya untuk strategi politik tertentu yang justru akan mengorbankan semangat rekonsiliasi dan ketulusan dari seluruh kader yang ingin membuat perubahan di Partai Golkar. Momentum emas ini harus disadari seluruh kader bahwa hanya dengan regenerasi politik yang sehat, dan institusionalisasi politik yang konsisten, Partai Golkar akan tetap bertahan dan memberikan kontribusi positif untuk pembangunan dan demokrasi di Indonesia ke depan.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H