Mohon tunggu...
Aktivis Warteg
Aktivis Warteg Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Wahai Para Ekonom dan Pengusaha Bersatulah!

10 Februari 2016   16:29 Diperbarui: 10 Februari 2016   16:57 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kita semua tentu akrab dengan istilah ‘Mafia Berkeley’. Kalangan teknokrat di sekeliling Presiden Soeharto untuk memberikan rekomendasi kebijakan semenjak awal kemunculan Orde Baru. Persepsi awal yang langsung muncul atas istilah ‘Mafia Berkeley’ adalah sekelompok ekonom yang berasal dari Universitas Indonesia (UI) dan mendapat gelar akademik terhormat di UC Berkeley, pulang ke Indonesia untuk menyulap Indonesia menjadi negara kapitalis, menjual hasil kekayaan alam kepada asing sesuai arahan rezim global Nekolim.

Gambaran kasar karikatural ala aktivis yang baru baca dua dan tiga buku itu agaknya sembrono dan lebih digerakkan oleh gairah muda dibandingkan dengan pemahaman objektif. Pandangan judgemental dan asal tuduh atas kelompok ekonom yang secara stigmatik disebut sebagai ‘Mafia Berkeley’ ini tidak memperhatikan secara serius keadaan yang berlangsung saat itu dan pembacaan saksama atas pandangan dan rekomendasi kebijakan dari kelompok ekonom semenjak awal Orde Baru.

Sebagai contoh mari kita buka riwayat hidup Widjojo Nitisastro, Jenderal ekonominya ‘Mafia Berkeley’. Lahir dari keluarga nasionalis aktivis Parindra (Partai Indonesia Raya) dan masuk menjadi pasukan TRIP ikut serta dalam perang 10 November bertempur gagah berani di daerah Nganglik dan Gunung Sari Surabaya. Setelah perang beliau lebih memilih melanjutkan pendidikan di Fakultas Ekonomi UI. Rejeki, takdir, dan hoki dari bekas prajurit ini mengantarkannya sekolah ke University California Berkeley. Pendek kata setelah dia pulang, dia direkrut oleh Bung Karno, selanjutnya pasca 1966 menjadi ekonom kepercayaan Soeharto dan menjabat sebagai Ketua BAPPENAS (Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional). Banyak orang salah baca, mereka pikir Widjoyo ‘and the gank’ adalah penganjur ekonomi pasar bebas di Indonesia. Padahal kalau saja kita rajin baca dia punya buku serta pikiran dari ‘kontjo-kontjonya Gank Widjojo’ ini lebih cenderung memberikan rekomendasi ekonomi Keynesian. Pandangan ekonomi yang mengintegrasikan antara ekonomi pasar bebas dan intervensi negara untuk peduli terhadap kepentingan publik melalui alokasi anggaran publik yang hati-hati dan cermat. Apabila disebut bahwa kaum ‘Mafia Berkeley’ ini ‘pro agenda nekolim’, ‘pelopor neolib’, dan segudang umpatan lainnya, mereka lupa zaman transisi seperti itu ketika negara belum siap mengelola ekonominya sendiri dan dalam kondisi krisis. Dari mana duit untuk pembangunan dan memberikan sejahtera untuk rakyat? Duitnya dari mana?? Nah pembukaan ekonomi pasar itu adalah jalan untuk mengisi kas negara yang sudah tipis. Selanjutnya melalui rekomendasi ekonom-ekonom ‘Mafia Berkeley’ inilah ekonomi yang kondusif dibangun dan subsidi pendidikan murah, kesehatan murah, SD Inpres, dan berbagai kebijakan lainnya dilansir oleh Orde Baru.

Apa yang bisa kita tarik pelajaran dari sekelumit kisah tentang Mafia Berkeley di atas? Beberapa waktu lalu Presiden Jokowi melantik KEIN (Komite Ekonomi dan Industri Nasional) di bawah arahan borjuasi nasional yang bernama Soetrisno Bachir. Kita harapkan KEIN dapat menjadi lapisan hulubalang Jokowi yang bisa memberi masukan-masukan rasional, efektif, dan berorientasi pada kepentingan bangsa dalam arahan pembangunan nasional ke depan. Orientasi pada perhatian negara atas kesejahteraan ekonomi menjadi penting agar mereka yang berada pada lapisan terbawah tidak terhempas dalam arus besar globalisasi. Selain itu ekonomi terbuka yang ramah atas investasi juga penting agar ekonomi kita bergerak dinamis dengan tingkat pertumbuhan yang mengesankan. Untuk itu perlu kerjasama antara ekonom dan pengusaha. Wahai para ekonom dan pengusaha bersatulah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun