Mohon tunggu...
Aksos
Aksos Mohon Tunggu... Relawan - Aktivis Masalah Sosial

Memulai perjalanan sebagai profesional, melanjutkan dengan usaha mandiri, meneruskan melalui kegiatan-kegiatan sosial swadaya masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Financial

Absennya Negara Menyuburkan Pinjaman Online Ilegal

4 September 2021   21:07 Diperbarui: 4 September 2021   22:00 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Extreme poverty anywhere is a threat to human security everywhere - Kofi Annan

Akhir akhir ini kita banyak menemukan berita perihal pinjaman online ilegal yang menjerat dan meneror nasabahnya semena-mena. Sebut saja, mantan guru TK bernama S di Kota Malang, yang awalnya berhutang Rp 2.500.000 untuk membayar biaya semester kuliah nya, dalam waktu singkat, hutang Rp 2.500.000 telah berubah menjadi Rp 40.000.000,-. Bahkan yang bersangkutan dikeluarkan dari tempat bekerja nya karena penagih hutang pinjaman online tidak hanya meneror S, melainkan teman-teman guru di lingkungan sekolah dimana ia bekerja. Saya turut bersyukur membaca berita bahwa begitu teror pinjaman online ini viral dan diberitakan, Pemkot Kota Malang segera turun tangan membantu melunasi beban hutang S. 

Kemudian ada lagi berita mengenai karyawati di Semarang yang tidak merasa mengajukan pinjaman online namun ditransfer dan diteror untuk mengembalikan hutang berikut bunga yang tinggi. Kalau kita mencari di google, berita-berita mengenai pinjaman online tidak hanya dialami oleh S di Kota Malang maupun karyawati di Semarang, melainkan puluhan bahkan ratusan berita mengenai teror yang dilakukan semena mena oleh penagih hutang pinjaman online.

Pinjaman Online (pinjol) ini sebenarnya tidak berbeda dengan tengkulak-tengkulak yang hingga kini masih merajalela, bukan hanya kota kecil namun juga kota besar di Indonesia. Pinjaman Online adalah tengkulak yang memanfaatkan aplikasi digital dalam menjaring korban (bukan nasabah).

Saya agak kurang yakin pinjol ilegal bisa diberantas sampai tuntas. Mengapa? Tengkulak saja dari jaman "kuda gigit besi" hingga kini buktinya masih saja merajalela. Padahal tengkulak itu orang nya ada. Korban juga ada. Bukti transfer atau kwitansi juga ada. Namun tetap saja tengkulak tidak bisa diberantas tuntas. Dan kini, apalagi pinjol ilegal, yang "katanya" kantor nya gak jelas dimana, badan hukum nya juga gak jelas.

Sebenarnya menurut saya, tidak ada hal yang terlalu sukar bagi NEGARA untuk memberantas baik tengkulak maupun pinjol ilegal. Ada banyak perangkat negara yang bisa dikerahkan untuk memberantas mereka, KALAU SAJA NEGARA PEDULI DAN MAU. Nyata nya, dalam urusan tengkulak dan pinjol ilegal ini, NEGARA TELAH GAGAL HADIR MEMBELA kepentingan rakyatnya, sehingga membuat rakyatnya menderita tambah susah dari kondisi yang sudah susah.

Mengapa saya katakan NEGARA GAGAL MELINDUNGI RAKYAT ? 

Banyak perangkat negara yang harusnya berfungsi dalam mencegah dan menindak, belum optimal menjalankan tugasnya. Memang pada Tanggal 20 Agustus 2021, OJK bersama dengan Bank Indonesia, Kepolisian RI, Kominfo dan Kemenkop UKM telah membuat pernyataan bersama untuk memberantas pinjaman online ilegal. Namun hingga kini, 4 September 2021, apakah masalah pinjol ilegal telah selesai? Belum.

Jangan beralasan bahwa gugus kerja baru memulai pekerjaan nya memberantas pinjol semenjak Tanggal 20 Agustus 2021. Karena sejak April 2021, sudah begitu banyak berita di media massa bahkan laporan kepada pihak kepolisian yang disampaikan oleh masyarakat, namun hingga kini kita belum pernah mendengar kepolisian menangkap pelaku pinjol online, baik pemilik dana, pengelola maupun penagih hutang nya. Mengapa ?

Kalau saja seluruh perangkat negara mau memberantas pinjol ilegal, tidak butuh waktu lama untuk melindungi rakyatnya. Asalkan mau membela dan melindungi rakyatnya.

Peran-peran yang bisa dilakukan segera oleh perangkat negara dalam melindungi rakyatnya :

1. Bank Indonesia : Memberikan peringatan keras hingga pemidanaan petinggi bank yang digunakan oleh pinjol online dalam menampung pembayaran pinjol ilegal dengan menggunakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang dan pemerasan. Nyatanya hingga kini masih banyak bank dalam negeri, bukan hanya bank swasta, melainkan juga bank pemerintah yg digunakan pemilik dana pinjol ilegal dalam menampung pembayaran dari korban nya (korban, bukan nasabah). Kemudian, Bank Indonesia bisa membuat aturan kepada bank-bank dalam negeri maupun lembaga keuangan non bank perihal batasan bunga tertinggi yang dibebankan kepada nasabahnya. Apakah ada aturan yang sama untuk aplikasi pinjaman online yang legal, dimana bisa aturan suku bunga dan tenor pinjaman ini bisa digunakan sebagai acuan oleh pihak kepolisian dalam menegakkan hukum? 

Mengapa Bank Indonesia membiarkan bank bank dalam negeri yang berada di bawah pengawasannya menjadi bank penerima dana pembayaran pinjaman online ilegal yang merugikan masyarakat?

2. OJK dan Kominfo :  Menutup semua akses pinjaman online ilegal agar tidak bisa beroperasi di Wilayah Negara Indonesia. Harusnya tidak susah dilakukan oleh Kominfo tanpa perlu menunggu munculnya korban dan laporan atas pinjaman online ilegal. Namun untuk OJK, bukan hanya menutup akses ke pinjol ilegal. Melainkan juga melakukan evaluasi, mengapa masyarakat terpancing menggunakan pinjaman online ilegal? Jangan pernah beralasan bahwa kejadian teror pinjol ilegal ini diakibatkan oleh kesalahan masyarakat sendiri yang tidak berhati hati.

Bapak-bapak dan Ibu-ibu OJK yang terhormat. Saya yakin tidak ada satupun masyarakat yang ingin meminjam uang kalau tidak terpaksa. Saya yakin semua mau nya punya uang sendiri, sehingga tidak perlu pinjam sana sini.  Tidak ada manusia yang semenjak lahir bercita cita meminjam uang. Kalau bisa malah lahir sudah kaya, hidup kaya dan mati pun meninggalkan warisan kepada anak cucu, bukan?  

Jadi tidak adil kalau OJK hanya bisa menyayangkan mengapa masyarakat akhirnya menggunakan pinjol ilegal untuk menutupi kebutuhan dana nya. Menurut saya, yang seharusnya dilakukan OJK adalah justru intropeksi, mengapa masyarakat memilih pinjaman online ilegal atau legal daripada lembaga keuangan perbankan ? Apakah aturan yg dibuat terlalu memberatkan masyarakat kecil?

3. Kementerian Koperasi : Sudah saat nya Kementerian Koperasi menggalakkan pendirian koperasi-koperasi yang dapat membantu mengatasi masalah keuangan masyarakat. Bukan hanya akses ke koperasi, melainkan kehadiran koperasi yang terjangkau, ada dimana mana, saya yakin kalau ini dilakukan, masyarakat akan mendatangi koperasi pertama kali daripada menggunakan pinjaman online.

4. Kepolisian Indonesia : Kepolisian Indonesia memiliki perangkat canggih yang bisa mendeteksi keberadaan nomor-nomor yang digunakan oleh penagih hutang pinjol ilegal. Saya tidak percaya kalau Kepolisian Indonesia mustahil mencari keberadaan nomor-nomor tersebut. Demikian juga Kepolisian Indonesia bisa menjerat pemilik, pengelola dan penagih hutang pinjol ilegal dengan pasal berlapis, salah satunya : UU ITE - yaitu membobol data milik korban dan tanpa ijin menyebarkannya foto korban, data ktp korban kepada orang-orang lain yang kontak nomor telepon nya ada di dalam perangkat telepon korban.  Masih ada pasal karet yg bisa dijerat : tindakan tidak menyenangkan dan kalau perlu penipuan atau pemerasan (alasan pinjol ilegal menagih pembayaran sebelum jatuh tempo yang saya baca di berita-berita adalah sistem akan ada perbaikan sehingga "korban" wajib membayar lunas saat itu juga walaupun belum jatuh tempo).

Selain ke-5 perangkat tersebut, sebenarnya DPR RI juga harus segera bereaksi melindungi masyarakat dengan meninjau apakah perangkat Undang-Undang yang dimiliki saat ini dapat digunakan dengan mudah oleh aparat penegak hukum untuk menghukum pemilik dana, pengelola dan penagih hutang pinjol maupun tengkulak? Kalau tidak ada, mengapa tidak ada inisiatif dari DPR untuk membuat Undang-Undang yang dapat melindungi masyarakatnya sendiri dari praktik pembebanan bunga yang mencekik leher dan teror-teror dari penagih hutang yang meresahkan masyarakat?

Sebagai wakil rakyat, yang juga mendapat dana berkunjung ke masyarakat menampung aspirasi, yang gaji dan tunjangannya semua dibayar dari pajak rakyat, saya bingung mengapa DPR tidak bereaksi keras dan segera menyusun Undang-Undang Perlindungan bagi korban praktek tengkulak dan pjnjaman online ilegal? Padahal praktek tengkulak sudah berlangsung puluhan tahun. Mengapa DPR hanya diam?

Pinjaman Online Ilegal, sungguh tidak susah diberantas kalau negara, melalui pemerintah dan DPR mau memberantasnya dan melindungi masyarakat nya dari praktek-praktek ilegal yang meneror masyarakat. Saya tidak percaya kalau negara bisa kalah dengan pemilik dana praktek tengkulak dan pinjol. Jadi, jangan salahkan kami, masyarakat kalau berpendapat bahwa Negara telah absen dalam melindungi masyarakatnya dari praktek-praktek keuangan yang merugikan masyarakat. Tidak heran kalau tengkulak maupun pinjol ilegal ibarat mati satu tumbuh seribu, karena upaya untuk menuntaskan nya TIDAK OPTIMAL.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun