Oleh: Moh Sugihariyadi*
Pemuda bergerak karena kesadaran, tidak karena keuntungan-keuntungan material seperti orientasi kekuasaan politik, kepentingan kelas, maupun kepentingan kelompok. Demikianlah dasar pemikiran digelarnya sarasehan kebangsaan dengan tema "Kebangkitan Pemuda Kebangkitan Indonesia" dalam rangka peringatan Hari Santri Nasional (HSN), Sumpah Pemuda, dan Hari Pahlawan 10 November mendatang. Tiga peringatan itu dirangkai dalam satu paket kemasan "Ngopi; Ngobrol Inspiratif". Bertempat di aula kampus AKSI pada 5 Nopember 2018 kemarin lusa.
Acara tersebut dilaksanakan sebagai bentuk gerakan nyata membangun gagasan dan menyusun kesadaran, sekaligus sebagai motivasi menata perencanaan kehidupan bagi para pemuda. Yakni, pemuda sebagai gerbong kebangkitan nasional. Alasannya, pertama, dari aspek sejarah. Pihak paling potensial dominan sehingga mendorong munculnya bangsa ini dalam format Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah berkat peranan para pemuda.
Dua puluh (20) tahun kemudian tepatnya 28 Oktober 1928 merupakan bagian tindak-lanjut gagasan 1908. Gagasan besar itu tak lain materi tunggal atas kristalisasi semangat dan penegasan cita-cita berdirinya negara Indonesia. Penegasan cita-cita akan tanah air Indonesia, bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia. Tidak bisa dipungkiri, semangat itu menjadi asas bagi setiap perkumpulan pemuda kebangsaan Indonesia sebagai sarana untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan.
Sumpah Pemuda merupakan pondasi kokoh bagi semangat para pemuda Indonesia untuk menumbuhkan keinginan kemerdekaan. Melalui pelaksanaan Sumpah Pemuda itulah, "bola salju bergulir membesar dan memadat" hingga mampu menjebol tembok pesimisme. Ujungnya, ia bermuara pada terjadinya proklamasi kemerdekaan serta mendorong lahirnya dasar konstitusi kita, pancasila dan UUD 1945.
Bisa dibilang, rumusan ke-Indonesia-an kita pada momentum sumpah pemuda pada 17 tahun berikutnya melahirkan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan UUD 1945. Persisnya nilai-nilai dalam sumpah pemuda dilanjutkan para pendiri bangsa dalam sidang-sidang BPUPKI, panitia sembilan, serta sidang PPKI sebagai kebulatan tekad pemuda mewakili rakyat untuk merdeka.
Kedua, aspek kenyataan hari ini. Tak dipungkiri, bangsa kita mengalami keterbelahan: terbelah menjadi dua kubu. Setiap kubu memiliki cita-cita dan kepentingan, intrik sekaligus kebencian yang semakin hari makin bertambah runyam. Padahal beberapa fakta menyedihkan audah melekat dengan keadaan kita. Menurut Muhamad Husein Heikal, 2018 peneliti Economic Action Indonesia, sejumlah 25,95 juta rakyat miskin hanya makan rata-rata dengan Rp. 13.000/hari. Sementara bagi kelompok elit lain, nominal Rp.13.000 hanya buat membayar parkir mobil di kota besar.
Menyimak keadaan kontradiktif antara aspek sejarah dan keadaan sekarang, perlu kiranya kita lanjutkan proses revitalisasi dan penumbuhan-kembali semangat para pemuda guna mengurai problematika bangsa yang kian ruwet. Untuk itulah beberapa pendekatan perlu dielaborasi dan ditawarkan oleh para pemuda sebagai kekuatan yang kokoh mengawal eksistensi Indonesia. Maka, untuk tujuan itulah, forum "Ngobrol Inspiratif" ini digelar.
1) Pemuda perlu mengupayakan perubahan dari berpikir abstrak menjadi berpikir konkret. 2). Pemuda perlu mengejawantahkan pembiasaan berpikir ideologis menjadi cara bertindak berdasarkan ilmu. 3). Selain kedua hal diatas, pemuda juga perlu pembiasaan bertindak subjektif diubah ke arah model tindakan objektif.
Sependapat dengan tawaran ini, Gus Mamak (Moch. Tijani) menyebut tema obrolan kali sangat tepat dan strategis. Menurutnya, kita semua layak disebut pemuda. Sekalipun sudah tua secara umur, apabila memiliki idealisme, tahan terhadap capek, tahan terhadap kritik, tidak gampang mengeluh terhadap keadaan serta memiliki andil besar untuk memberikan kontribusi terhadap negara, dengan cara ikut memanggul beban tanggungjawab pemerintah atas kesemrawutan keadaan negara, itulah ciri-ciri pemuda. Sehingga, menurutnya, pemuda itu bukan ditentukan berdasarkan usia, sebab "usia nambah itu takdir. Sedangkan tetap bersemangat muda itu soal pilihan", katanya. Inilah basis moral dari Pemuda milenial.
Sudah demikian lama posisi pemuda berada di pinggir keramaian politik yang antah berantah di negeri ini. Jelasnya, pemuda lebih banyak sebagai obyek daripada menjadi subyek. Demikian itu harus disadari supaya para pemuda mampu mengulang kesejarahan peran pemuda sebagaimana 1908, 1928, dan 1945, sebagai manifestasi nyata untuk mengimplementasikan pergeseran dari cara berpikir subjektif ke arah yang lebih obyektif.
1) Pemuda sekarang harus bersedia menghilangkan cara kebiasaan berpikir dan bertindak egosentrisme. 2). Pemuda harus mampu bersikap plural dalam politik, sebab kita tidak bakal bisa menggeret perubahan jika masih berpikir en bloc. 3). Pemuda harus mampu memotori penerimaan perbedaan budaya atau pluralisme budaya antar kelompok maupun kelas. 4). Pemuda perlu mempelopori cara berpikir dan bertindak yang adil, proporsional, dan sesuai konteks kekinian.
Potensi dan kekuatan pemuda memang luar biasa. Sukarno, sebagaimana jamak diulang-ulang, berkata: "siapkan 10 pemuda maka akan aku guncangkan dunia". Bung Karno sadar betul, bahwa urgensi peran pemuda ini diilhami oleh langkah-langkah nyata kanjeng Nabi SAW. dalam membangun peradaban umat manusia ternyata banyak didampingi para sahabat yang notabene masih berusia muda. Hal ini disampaikan oleh Gus Adib (KH. Bisri Adib Hattani), salah satu Kyai muda pengasuh pondok pesantren Raudlatut Tholibin Leteh.
Pilihan pada pemuda sebagai kekuatan utama kebangkitan Indonesia, antara lain disasarkan pada definisi pemuda. Pemuda adalah mereka yang memiliki hati dan pikiran yang bersih. Ibarat kertas putih belum terdapat goresan-goresan. Menurut Gus Adib, inilah kenapa pemuda sangat potensial mengubah takdir. Sekalipun secara usia masih muda justeru inilah yang menjadi sebab mengapa pemuda memiliki kepribadian dan pendirian yang kuat. Mereka memiliki kualitas dan visi yang positif dalam menatap dunia.
Bukan pemuda jika berpikir negatif; bukan pemuda jika berpikir sempit dan pesimis; dan bukan pemuda jika abai terhadap realitas keadaan, baik keadaan dirinya sendiri maupun lingkungannya.
Tabik! Semoga bermanfaat.
*) Penulis adalah Direktur Akademi Komunitas Semen Indonesia (AKSI) Rembang dan Sekretaris LP Ma'arif PCNU Rembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H