Jokowi selalu menjadi tokoh yang “nyentrik” dalam setiap kegiatan yang dilakukannya. Bagaimana tidak, di tengah pola kampanye calon pejabat negara yang hanya mengumbar janji dan slogan klise, seperti anti korupsi, Jokowi justru malah melakukan kampanye dengan mendatangi para korban lumpur PT. Lapindo Brantas yang selama ini hampir tidak disentuh oleh pemerintah. Jokowi pun melakukan kontrak politik dengan warga yang terkena dampak Lumpur Lapindo/
Lebih lanjut, Jokowi mengatakan, “Masak negara tidak berani melakukan itu, tidak berani memaksa. Negara harus hadir (dalam kasus itu). Ketika negara hadir maka persoalan selesai”. Jokowi menyatakan bahwa pentingnya representasi negara dalam mengungkap berbagai kasus yang merugikan, menindas, atau tidak menyejahterakan rakyat. Dalam pernyataan tesebut, Jokowi ingin mengembalikan hubungan adil antara negara dan rakyat, yang tadinya negara bersikap seperti “majikan” atau kerabat dekat para pemilik modal (para pengusaha besar), menjadi sebuah lembaga yang akrab dan dekat dengan rakyat. Memang sudah seharusnya negara yang menjadi representasi kedaulatan rakyat mengungkap dan menyelesaikan berbagai kasus yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat. Dalam kontrak politik tersebut, ada lima poin penting yang disepakati, yakni: 1. Program Indonesia sehat 2. Program Indonesia pintar 3. Permukiman miskin (geser bukan gusur, dan penataan) 4. Dana talangan untuk korban lumpur 5. Keamanan kerja Keseriusan Jokowi terhadap kontrak politik tersebut diwujudkan dalam aksi simbolik “menggenggam lumpur lapindo yang dihadiahkan warga setempat”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H