Mohon tunggu...
Aksari Aksari
Aksari Aksari Mohon Tunggu... Konsultan - An infrequent bloggers with love to life

Infrequent blogger and life explorer

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ikuti Diskusi Pluralitas Lintas Agama, Disini, Sekarang

17 Januari 2016   00:12 Diperbarui: 18 Januari 2016   11:09 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mari bicara blak-blakan. Dimulai dengan tanya blak-blak’an, sepolos-polosnya tanpa ada maksud menuduh atau niat buruk lainnya.

Pluralisme kita sebut-sebut sebagai kunci ampuh menuju ketahanan bangsa. Dalam slogan, kita sudah mengamini bhineka tunggal ika, indahnya perbedaan dan betapa berbedaan bisa saling menguatkan. Tapi sebelum kita benar-benar menanamkan positivity dalam perbedaan, maka pluralitas mungkin hanya jadi perbedaan yang memisahkan; dengan banyak bumbu curiga dan kesalah-pahaman yang bisa gampangnya mengobarkan api kecil di lahan gambut.

Jadi ayo kita mulai dengan diskusi terbuka.

Islam, Kristen dan Katholik adalah perbedaan agama yang paling kentara di negara tercinta ini. Saat saya menulis tiga nama agama tadi, ada perasaan berbeda dihati saya, seolah ada yang gak enak. Saya pikir, mungkin itu akibat dari situasi hubungan kita saat ini. Masih tegang. Tapi saya rasa, di tengah suasana dan isu-isu bodoh tentang islam itu teroris dan isu lama semacam Kristen dan Katholik itu kafir dan pemabuk – karena minum anggur, rasanya penting buat kita duduk bareng.

Duduk bicara hadap-hadapan, saling tanya tentang hal-hal yang secara sangat singkat dijelaskan di Pendidikan Kewarganegaraan dulu tentang 5 agama resmi di Indonesia, tapi belum pernah dibahas secara mendalam. Karena sedikit tabu ya kayaknya.

Tapi semakin kita diburamkan dengan system pendidikan yang gak jelas dan malu-malu untuk mengetahu perbedaan, semakin buta dan semakin gak jelas pandangan kita tentang satu sama lain. Hasilnya ya seperti yang terjadi dalam kepala pak Donald Trump itu; non-sense! Ketakutan yang gak jelas karena dia gak paham. Setuju?

Karenanya, mari kita pakai media ini untuk saling kenal. Aturannya; tanya dengan sopan, tidak defensive, jujur dan niatnya adalah untuk saling mengenal. Toh kita ini kaum terpelajar. Minimal, kita sudah mengenyam bangku SD untuk tahu apa itu toleransi, kerukunan beragama, atau sekedar etika berbicara.

Saya disini mau memulai percakapan panjang kita. Saya mau menjawab pertanyaan-pertanyaan terpendam teman-teman Muslim tentang agama saya, yaitu Katholik. Pertanyaan ini pernah diajukan pada saya, dan saya cukup kaget dengarnya. Dalam benak saya, kok bisa ya dia berpikir seperti itu? Rupanya selama ini, saking malunya teman-teman muslim bertanya, jadi banyak salah pandangan terhadap ajaran agama saya.

Jadi ijinkan saya mulai menjelaskan beberapa pertanyaan (dari teman saya itu), siapa tahu ini juga ditanya teman-teman:

1. Minimal kalian tuh seminggu sekali minum alcohol ya? Kan dikasih di gereja dari anggur itu.

Jawaban: Minum anggur di gereja itu gak seperti minum segelas Wine atau Jack-Danniels dan sejenisnya. Bahkan, kami itu gak minum anggurnya sama sekali. Anggur itu disediain di satu gelas kecil bersamaan dengan hosti yang akan dibagikan sejumlah kecil pembantu pastor (disebut prodiakon). Satu per satu kami baris untuk menerima hosti, yang nanti kami celup ke gelas anggur. Catatan kecil, hosti itu bulat dan tipis, ukurannya mungkin seperempat biscuit marie dan sepertiga tebalnya biscuit marie itu. Jadi meski hosti kami celup ke anggur, anggurnya sama sekali gak memabukan. Oh ya, anggur itu disediakan Cuma di acara khusus di Indonesia. Gak disetiap minggu juga. Bayangkan lagi: anggur itu disediain di satu gelas piala yang gak diisi penuh– dan disediakan untuk ratusan umat. Ini mungkin berbeda dengan praktik teman-teman kristiani – yang gak bisa saya jelaskan karena saya belum paham betul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun