Sinetron Suara Hati Isteri yang tayang di Indosiar ini baru saja memasuki episode 8, namun telah menuai banyak kritikan dari berbagai pihak. Pasalnya, sinetron tersebut telah melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235).Â
Hal tersebut dibuktikan dengan adegan yang terdapat di dalam sinetron Suara Hati Isteri yang diperankan oleh Lea Ciarachel sebagai Zahra atau isteri ketiga yang dianggap tidak pantas diperankan oleh anak yang masih berusia 15 tahun atau masih di bawah umur. Berikut beberapa kontroversi terhadap sinetron Suara Hati Isteri:
1. Peran Tidak Sesuai
Lea Ciarachel yang diketahui masih berusia 15 tahun harus memerankan adegan menjadi seorang isteri yang diperankannya sebagai Zahra, padahal berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 7 yang berbunyi "perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) (nb: diubah MK (putusan no. 22/PUU-XV/2017) menjadi "19 (sembilan belas)") tahun. Berdasarkan pasal tentang perkawinan tersebut, maka sangatlah jelas bahwa pemeran Zahra yang menjadi seorang isteri tersebut tidak pantas diperankan oleh seorang remaja yang masih berusia 15 tahun. Meskipun hanya sebuah sinetron, namun tetap saja memberikan peran dewasa kepada seorang remaja merupakan tindakan yang tidak bisa dibenarkan.
2. Â Adegan Dewasa Diperankan Remaja
Dalam sinetron Suara Hati Isteri tersebut terdapat salah satu adegan dimana pak Tirta atau yang berperan sebagai suami dari Zahra mencium kening Zahra dan ketika Pak Tirta yang mendekatkan wajahnya ke perut Zahra yang sedang mengandung. Padahal, Panji Saputra atau nama asli dari pemeran Pak Tirta tersebut sudah berusia 39 Â tahun. Hal tersebut tentu sangat melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235). Adegan yang dilakukan kepada remaja yang masih berusia di bawah umur itu dianggap mempromosikan tindak pedofilia, adegan seksual yang melibatkan anak dan pernikahan anak.
3. Adanya Potensi Eksploitasi Ekonomi dan Seksual
Komisi Perlindungan Anak Indonesian(KPAI) turut buka suara mengenai kontroversi dalam sinetron Suara Hati Isteri yang tayang di Indosiar. Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati menyebutkan adanya potensi ekonomi dan seksual dari tayangan sinetron tersebut. Rita mengungkapkan bahwa teknis pengambilan gambar yang dilakukan melewati jam malam. Hal tersebut menjadi isu ketenagakerjaan dalam tayangan tersebut. Selain itu Wakil Ketua KPAI tersebut juga mengungkapkan bahwa mempertontonkan anak dengan adegan dewasa dan jalan cerita yang secara langsung mempromosikan perkawinan anak dan poligami bersinggungan dengan eksploitasi seksual.
Berdasarkan beberapa kontroversi pada tayangan yang berjudul Suara Hati Isteri, maka sangat diharapkan untuk ke depannya agar pihak media khususnya yang bergerak dalam bidang siaran agar seyogyanya mempertimbangkan banyak aspek sebelum menayangkan sebuah sinetron atau tayangan lainnya.Â
Tidak hanya mementingkan rating, namun sangat penting bagi pihak media untuk memerhatikan keamanan anak dalam sebuah tayangan terlebih apalagi jika  peran orang dewasa yang diperankan oleh anak remaja di bawah umur karena dikhawatirkan dapat menjadi promosi pedofilia dan berdampak buruk bagi anak-anak lainnya di luar sana.
Oleh: Syilvia Herlina Mahasiswi Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H