"Pak, gimana sih biar cepet banyak uang? Apa perlu Mama kerja di Singapure jadi pelayan hotel?" Tiba-tiba saja Darsi mengatakan itu pada suaminya. Selagi dia bermesraan.
"Jangan ngomong begitu, Ma! Mama pikir kerja di luar negeri itu gampang. Jangan mengorbankan kebahagiaan demi uang! Siapa yang akan merawat anak kita? Biar bapak yang kerja, Mama cukup di rumah. Anak kita masih butuh kasih sayang dari kamu, Ma! Kebersamaan kita ini, nantinya, Mama akan rindukan. Mama, akan menyesal nanti, kalau salah mengambil keputusan, karena waktu tidak bisa diulang kembali." Teguran dari sang Suami membuat Darsi terdiam.
Darsi memunggungi suaminya. Lalu, menyibak selimut berwarna ungu hadiah dari sahabatnya.Â
Ia teringat pesan terakhir di dalam obrolan WhatsApp. Temannya bernama Hani yang bekerja di luar negeri. Sukses menjadi staf dapur di Hotel luar negeri. Menjadi tulang punggung keluarga. Hani mampu menguliahkan adiknya sampai S1. Sebelum, menjadi staf di sana, Hani sudah melewati banyak rintangan, dan banyak pekerjaan seperti menjadi asisten rumah tangga, baby sitter, dan perawat lansia. Terkadang mendapatkan perlakuan tidak baik dari majikannya. Tapi, lebih sering mendapatkan majikan yang baik pula. Hani pernah mendapatkan hinaan dari orang lain karena ia seorang janda. Jauh dari anak, kadang rindu menyiksa diri.Â
Yang dikatakan suaminya itu benar. Kebahagiaan tidak bisa ditukar dengan uang.
"Mama tahu, kemarin bapak menemui pelanggan Bapak. Seorang ibu yang pulang dari Malaysia, sengaja pulang, lalu, mengontrak rumah paling mewah untuk bisa tinggal bersama kedua anaknya. Namun, apa yang terjadi? Kedua anaknya karena ditinggal lama oleh ibunya. Setelah besar ketemu ibunya, bahkan tidak mengenalnya. Akhirnya, menolak tinggal bersama. Malah lebih memilih tinggal bersama neneknya. Ibu itu pun terpaksa menempati rumah kontrakan itu sendirian. Beliau jadi seperti orang linglung karena sering melamun. Bapak yakin dia sangat menyesal karena tak bisa membeli waktu yang sudah terbuang," ucap sang Suami.Â
Memeluk erat tubuh Darsi dengan membelai pucuk kepalanya.
Darsi wanita yang kuat. Ia paham dengan keadaannya sekarang. Memaksa untuk lebih sabar menjalani hidup dengan pasangannya yang baru menginjak dua tahun pernikahan. Belum lama dibandingkan waktu bersama mereka sebelum menikah. Sudah sembilan tahun Darsi dan Amar menjalani hubungan percintaan selama pacaran. Masalah rumah tangga ternyata lebih rumit. Pikir Darsi.
Banyak yang Darsi pelajari selama ini. Dalam dunianya. Untuk menjadi wanita yang bernilai mahal. Ia mampu melakukan beberapa hal. Melayani dengan tulus suaminya, mendengarkan suaminya bicara tanpa menyela.Â
Darsi sudah berhasil melakukannya.Â
Tuhan masih saja menguji dia dengan rezeki, dalam bentuk uang. Terkadang ada hari dimana ia lebih bersyukur karena tiba-tiba rezeki bisa datang kapan hari, tanpa mengulur-ulur waktu. Mengalir deras sederas hujan di Bulan Desember. Dan, ada hari di mana sisa uang tersisa dengan selembar warna hijau dengan gambar wanita bersanggul. Miris sekali.Â
Darsi masih mampu menjaga kewarasannya. Ia banyak pelajaran berharga dari membaca buku. Ada kalimat yang terus Ia ingat dalam setiap katanya. Jangan terlalu, bersedih hati! Berbahagialah kamu yang masih berjuang di bawah. Karena hidup seperti roda yang berputar. Akan naik ke permukaan, tinggal menunggu waktu. Tuhan yang akan memutar roda kehidupan-mu suatu saat nanti. Jadi, bersabarlah!Â
Tidak ada orang sukses tanpa butuh perjuangan. Semua berproses, berawal dari nol. Darsi, semangat. Hatinya terus menyemangati.Â
Darsi mengusap butiran yang sudah membasahi pipi. Batinnya lebih legowo. Dibanding, sebelumnya. Darsi menghabiskan waktu selama dua puluh menit untuk mengeluh, menyalahkan takdir bergelut dalam hati.Â
Orang pendiam memang selalu ramai dengan suasana pikirannya. Meracuni pikiran Darsi yang dihujani kesedihan tak berkesudahan.
Ia berbalik, mengintip celah dari sudut mata Amar. Suaminya menanggapi tatapan Darsi lewat senyuman.Â
"Ujian kita belum seberapa, Ma. Mama nggak perlu kuatir besok Bapak pasti dapat uang banyak," ujarnya menyakinkan.
Amar sangat mencintai Darsi. Darsi juga sangat mencintai suaminya.Â
"Mama itu orangnya bosanan, mana sanggup jauh dari Bapak. Yang barusan itu Mama cuma berandai-andai. Mama tidak serius ingin jadi TKI," jawab Darsi.Â
Kemudian, tidak ada kalimat lain yang diucapkan sang suami. Darsi dan Amar menikmati malam yang indah setelah perdebatan telah usai. Kembali lagi dengan suasana hening. Rembulan tersenyum melihat mereka kembali bermesraan seperti sedia kala.
***
Pemalang, 14 Desember 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H