Mohon tunggu...
Aksara Sulastri
Aksara Sulastri Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance Writer Cerpenis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lewat aksara kutuliskan segenggam mimpi dalam doa untuk menggapai tangan-Mu, Tuhan. Aksarasulastri.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Hujan di Bulan Desember

13 Desember 2022   02:21 Diperbarui: 13 Desember 2022   05:44 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu, sekiranya dua hari dalam sebulan ini. Aku terbiasa mendengar keluhan Sani. Ia mengubah kulitku berkali-kali seperti warna bunglon hanya di sekeliling kamarnya saja. Sani bosan dengan tampilan yang menurutnya sederhana tiada keistimewaan. Sehingga, dia sengaja mengubahnya menjadi lebih berwarna. 

Dengan lembut Pak Rudi mewarnai bagian tertentu, dari warna biru muda, putih, dan merah jambu. Aku tersipu malu. Melihat keindahan langit biru, terpancar cahaya menembus kaca. Rasa syukur Mamah Dita, aku sanggup mendengarnya berkali-kali.

Seminggu kemudian, aku merasakan dingin di sekujur tubuh. Aku terpapar sinar matahari langsung, dan sorenya terguyur hujan deras. Mamah Dita hanya sendirian di rumah, Sani sedang pergi bersama ayahnya. 

Ia menangis di lantai atas. Menekan nomor ponsel suaminya berkali-kali tak ada jawaban. Mamah Dita tidak tahu lagi mesti bagaimana? Menolongku atau pergi membawa barang yang dibutuhkannya. Seperti para tetangga tak jauh dari rumah yang terjebak banjir, memilih pergi ke Posko pengungsian. Mamah Dita memilih menemaniku di sini. Aku tidak sendirian. Setidaknya, tuanku lebih setia mendampingiku dalam keadaan apapun. 

Dua jam, airnya telah surut. Pak Rudi bersama anaknya mengetuk pintu. Mamah Dita segera menemui mereka. 

Sani sangat kuatir dengan Mamanya. Ia memeluk erat. Pak Rudi membawa bungkusan untuk istrinya. Mamah Dita lega telah melewati hari sepi bersamaku. 

Pak Rudi tidak ingin kejadian ini terulang kembali. Keluarga kecil ini segera angkat kaki dari sini. Meninggalkan aku seorang diri untuk beberapa waktu lamanya. Selama aku di renovasi, entah mereka akan tinggal di mana. Aku tidak apa-apa. Aku tidak keberatan mereka pergi. Asal, tidak selamanya. Karena barang-barang mereka juga masih tertinggal di sini.

Aku pun sama seperti tuan rumahku. Menunggu mereka untuk kembali bersamaku lagi. Menantikan senyum Mamah Dita yang seperti malaikat.

***

Pemalang, 13 Desember 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun