Darsi memang suka beli jajanan di Warung Mbak Sri. Semenjak tinggal di rumah mertua, pengeluarannya semakin tak terkendali. Selain harganya murah, warung Mbak Sri ini tersedia apa saja. Buka jam 7 pagi, tutup jam 10 malam.Â
Sebenarnya, di kampungnya ada tiga warung. Warung Mbak Nia, Mak Cum, dan Mbak Sri. Warung Mbak Nia letaknya di belakang rumah, sayangnya barang di sana tidak lengkap seperti warung Mbak Sri.Â
Sedangkan, Mak Cum, jaraknya beberapa kilo saja, di pertigaan pos ronda. Memang Warung Mak Cum tersedia lengkap, apapun ada di sana, makanan, minuman, keperluan bahan dapur, jajanan, sabun mandi, sabun cuci dan masih banyak lagi jualannya. Hanya saja Mak Cum terkenal cerewet. Kalau pembeli banyak pilih-pilih, rupanya beli sedikit, pasti akan kena semprot. Terang saja Darsi tidak suka peragainya. Pembeli banyak yang kabur. Tinggal warung Mbak Sri pilihannya.
Warung Kelontong Mbak Sri tempatnya memang sederhana. Mbak Sri orangnya pun sangat ramah pada pembeli. Pantas saja meski warungnya sederhana, laris manis jualannya.
"Mbak Sri, Mbak Sri beli kopi sama bubur serelak," ujar Darsi menunggu di depan etalase.
Mbak Sri segera melayani pesanan Darsi. Lalu kembali bertanya,"Apa lagi Mbak Darsi?"
"Sudah ini saja," jawab Darsi sambil menyodorkan uang yang diambil dari dompet merah jambunya.
...
Sore hari, Darsi kembali ke Warung Mbak Sri. Entah, kenapa warung Mbak Sri sudah tutup? Tak biasanya. Terpaksa Darsi pergi ke warung kelontong lain. Menuju ke warung Mak Cum yang terkenal cerewet itu.
"Mak Cum, beli telur satu sama beras sekilo."Â
"Apa lagi, Darsi?" Tanya Mak Cum dengan tatapan tak ramah.Â
"Itu saja."
"Beneran cuma sekilo, apa nggak kurang? Telur cuma satu, bok seperempat. Nanggung amat, Darsi." Mak Cum terus bergumam dengan kalimat menukik tajam.
Darsi pura-pura tak mendengarnya. Kepala Darsi senut-senutan kalau ditanggapi, perangainya semakin panjang. Mulutnya bisa sampai berbusa-busa.
Mak Cum menyodorkan barang pesanan Darsi, setelah jauh dari warung Mak Cum. Darsi misuh-misuh.
"Males tenan, aku beli di warung Mak Cum."
...
Malamnya, terdengar kabar dari toa masjid. Ada yang berduka, yang meninggal salah satu dari keluarga Mbak Sri. Darsi penasaran, ia pun berkunjung ke rumahnya.
"Mau ke mana, Darsi?" Tanya tetangga sebelah rumah. Melihat Darsi berpakaian serba hitam ia kembali bicara.
"Ke rumah Mbak Sri ya, kasihan itu Ibunya meninggal pantas saja warungnya tutup lebih cepat."
"Innalilahi wainalilahi Raji'un, oh, ternyata ibunya Mbak Sri yang meninggalnya, ya. Bude."
"Iya, Darsi. Titip ini buat Mbak Sri, ya. Darsi."
Tetangganya menitipkan amplop. Darsi segera memasukkan amplop tersebut ke dalam gamis hitamnya.Â
"Iya, Bude. Nanti saya sampaikan kalau ini dari Bude Sabar."
"Matur nuwun, Darsi."
"Sama-sama."
***
Pemalang, 29 November 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H