Mohon tunggu...
Aksara Sulastri
Aksara Sulastri Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance Writer Cerpenis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lewat aksara kutuliskan segenggam mimpi dalam doa untuk menggapai tangan-Mu, Tuhan. Aksarasulastri.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Mitomania

11 November 2022   05:55 Diperbarui: 11 November 2022   05:57 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Marni membuka isi dompetnya yang tersisa selembar uang berwarna ungu. Melihat suaminya yang sudah berusaha bekerja keras, namun harus menunggu lima hari lagi baru mendapatkan gaji. Marni hanya bisa pasrah kepada sang Khalik.

Mungkin takdirnya tidak seberuntung orang lain. Marni tentu akan berusaha sabar. Diam lalu berdoa dalam hati. Semoga Allah memperlancar rezeki berupa uang untuk makan hari ini.

"Yang penting bapak berangkat saja dulu. Siapa tahu ada rezeki lain?" Marni menyuruh suaminya tetap semangat kerja.

Dino, suaminya berpikir keras. Bagaimana mendapatkan rezeki di tempat lain? Sambil menenun sarung. Dia mencoba membuat iklan rumah kontrakan dari ponselnya, siapa tahu ada yang goal? Dino juga seorang makelar.

Banyak yang menghubunginya namun hanya sekedar bertanya-tanya, belum ada yang serius ingin mengontrak. Dino tetap melayani, dengan membalas pesan yang ramah. Berulang-ulang kali Dino membalas pesan mereka. Tak apa-apa itu memang sudah menjadi keharusan.

Kemudian ada yang menelepon kepadanya.

"Mas, ada kos-kosan yang kosong. Saya orang Bandung, Mas. Tidak tahu lagi harus ke mana? Ini saja ada informasi dari Meta, iklan kosan yang bisa saya tempati di Pemalang. Ada nomor Masnya ini."

"Alhamdulillah, ada Pak. Posisi bapak sekarang di mana nanti saya ke sana?"

"Di depan Indomaret Comal. Saya bingung ini mau naik apa lagi ke tempat, Masnya. Saya bukan orang sini, niat kerja malah kena tipu orang. Percaya sama orang itu kalau kerja di sini gajinya lima juta. Eh, ternyata sudah transfer pendaftaran. Sampai sini nomor orangnya sudah tidak aktif lagi. Padahal ya, Mas. Saya sendiri nggak pernah nipu orang."

"Yang sabar, Pak. Bapak naik angkot saja nanti turun di lampu merah pasar Beji."

"Apa bisa pesan mobil online dari sini?"

"Jangan Pak! Jaraknya lumayan jauh nanti ongkosnya mahal, kasihan bapak. Lebih baik naik angkot saja."

Dino berusaha membantu, mengarahkan tempat turunnya. Lalu, dia yang akan menjemput ke sana.

Orang yang menelepon Dino sudah sampai ke tujuan. Segera mungkin Dino memberi tumpangan ke kosan. Ia juga sudah menanyakan kepada pemilik kosan, untuk menyediakan satu kamar. Ada pelanggan yang ia bawa dari kota lain.

Satu kamarnya sebulan tiga ratus ribu. Dino mendapatkan upah dari pemilik rumah lima puluh ribu. Ia sangat bersyukur. Selain bisa membantu, pekerjaan makelar selalu membawa rezeki yang tidak disangka-sangka.

"Kalau butuh bantuan saya, bilang saja, Pak."

"Kita seumuran, Mas. Panggil saja saya Dadang."

"Iya, Mas Dadang."

"Terimakasih, ya. Berkat bantuan anda, saya bisa mendapatkan tempat untuk istirahat."

Dino memberi wejangan, jangan cepat percaya dengan orang lain. Lebih berhati-hati lagi, sekarang banyak orang yang suka berkata bohong. Menipu targetnya untuk mendapatkan duit dari korbannya. 

Pertama-tama ucapannya manis, ujung-ujungnya minta duit. Begitulah para penipu yang bertebaran di dunia Maya. 

Mereka itu orang-orang yang tidak takut dosa. Yang memang memiliki kebiasaan menjadi pembual. Pembohong besar, dalam kedokteran orang yang seperti ini disebut dengan Mitomania. Penyakit bawaan orang yang suka berbicara bohong.

***

Pemalang, 11 November 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun