Mohon tunggu...
Aksara Sulastri
Aksara Sulastri Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance Writer Cerpenis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lewat aksara kutuliskan segenggam mimpi dalam doa untuk menggapai tangan-Mu, Tuhan. Aksarasulastri.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Motor Harga Dua Juta

11 November 2022   00:39 Diperbarui: 11 November 2022   00:44 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak Broto hanya bekerja sebagai tukang becak, memiliki dua anak, anak pertamanya perempuan, dan anak keduanya laki-laki. Anak laki-lakinya bernama Sigit, ia sudah berkeluarga. Sedangkan, anak perempuannya masih belum menikah.

Suatu ketika Pak Broto datang kepada saya meminta bantuan.

Baca juga: Cerpen: Pintu

"No, tulung luruhke motor rege rong jutanan." Pak Broto ingin dicarikan motor seken seharga dua jutaan. 

Saya sebagai keponakannya merasa kasihan. Sebab sudah lama sekali Beliau ingin memiliki motor. Beruntung Pak Broto mendapatkan rezeki dadakan, bantuan dari Pemerintah. Uang tersebut ingin digunakan membeli motor.

Uang bantuan dari pemerintah sementara dititipkan menantunya dalam bentuk emas, berupa gelang. Pak Broto memang sengaja agar uang itu tidak digunakan keperluan lain oleh Sigit. 

Sigit sendiri bekerja sebagai damkar, pemadam kebakaran. Gaji menunggu setiap bulan. Kadang keperluan sehari-hari pun kurang, meminta jatah dari Pak Broto. Pak Broto sering mengeluh kepada saya.

"Entok duit mung seket ewu, dibagi selawenan kambe Sigit." Uang lima puluh ribu dibagi dua untuk Sigit. 

Saya selalu membatin dalam diri sendiri. Jadi, anak masih saja merepotkan orang tuanya. Bahkan saat keinginan bapaknya untuk membeli motor selalu ditunda dengan alasan menunggu tambahan uang, supaya mendapatkan motor yang lebih bagus. Seperti motor Satria, seken harganya sekitar tujuh jutaan. Pak Broto justru berkata kepada saya, "Dapat tambahan uang dari mana lagi, yang ada uang dua juta itu habis."

Saya juga berpikir sama seperti Pak Broto, sebelum uangnya digunakan yang lain lebih baik beli motor sesuai jumlah uangnya saja. Jangan memberatkan diri sendiri, tambahan uang lima juta lagi itu tidak sedikit. Dipikir-pikir memang berat beban hidupnya itu. Sigit sendiri sudah banyak utang di warung.

Hari ini juga, saat Sigit sedang bekerja. Pak Broto minta diantarkan ke tempat orang yang menjual motor seken. Pak Broto yang usianya sudah menginjak tujuh puluhan, mendengar info dari kawannya bahwa ada yang ingin menjual motor bekas. 

Yang bikin saya gedek, Pak Broto ini cuma tahu ancer-ancer rumahnya. Di Bojongmangu penjualnya bernama Pak Soni. Sesampainya di kampung itu.

Setiap bertemu orang sekitar kampung, yang berdiri di halaman rumahnya. Beliau bertanya, "Pak kenal Pak Soni bengkel, eh Pak Doni opo yo namane. Sing arep ngedol motor." 

Katanya namanya Pak Soni, sekarang Pak Broto ingatnya Pak Doni. Yang betul itu namanya siapa? Saya sampai bingung sendiri. Cari alamat orang yang belum jelas namanya, kenalan Pak Broto itu. Sampai-sampai orang kampung sini keluar rumah, mendengar keributan orang bertanya-tanya. Di mana rumah Pak Soni? Astaghfirullah, Pak Broto, Pak Broto kalau tahu begini saya mending cari informasi sendiri. Saya menggerutu dalam hati.

Saya lebih memilih membuka ponsel, berteduh di bawah pohon mangga. Sendirian, membiarkan Pak Broto yang kebingungan di rumah orang. Lalu, jemari Saya memainkan layar ponsel, berselancar di grup jual beli motor bekas di Kota sendiri. Saya pun berhasil menemukan informasi. Ada iklan yang baru saja di-posting kemudian langsung menelepon penjualnya. 

"Rege pas se piro, Gan?"

Di postingannya motor butut itu dijual dua juta dua ratus, saya akan menawarnya menjadi dua juta. Kelengkapan motornya hanya ada BPKB tidak masalah. Yang penting bukan STNK saja, karena membeli motor yang cuma STNK rawan terkena hukum bisa saja itu motor curian. Jika ada BPKB itu motor sudah jelas milik sendiri, yah meskipun STNKnya sudah hilang.

Kami menempuh perjalanan selama setengah jam untuk bisa ke sana. Tiba-tiba rintik-rintik hujan turun semakin deras membuat saya bingung. Kami tidak membawa jas hujan. Saya sendiri memakai pakaian lengan panjang, dan celana panjang. Namun, saya mengkuatirkan Pak Broto yang hanya mengenakan kaos saja. 

"No, ojo banter-banter jalane." Bagaimana saya memelankan laju motor, ini masih di jalur cepat Pantura. 

Saya melaju ke jalur sebelah kiri, ke jalur pelan. Pak Broto pergelangan tangannya gemetar, sedikit meremas pinggul saya.

Setelah sampai di tempat, kami disambut dengan ramah. Dihidangkan singkong hangat dan dua gelas teh hangat. Melihat bibir Pak Broto yang membiru. Saya menyuruhnya minum dahulu. Pak Broto lebih banyak diam, saat saya mengecek motor. 

Angka yang tertera di plat nomor apakah sama dengan di BPKB. Saya benar-benar teliti. Takutnya dijerat hukum jika salah sedikit saja. Saya yang kena sanksi. Semua jelas, sesuai dengan motor dan angkanya tidak ada yang berubah. Saya bisa bernapas lega.

Dengan penjualnya saya mencoba mencari jalan keluar untuk menawarkan harga. Pak Broto berbisik.

"Duitku mung geri rongjuta seket, sing seket go cekelan mangan, No. Koyone ra biso ngupahi Kowe. Piye?"

"Wis tenang bae, Pade." Saya tidak mungkin meminta upah dari Pak Broto. 

Oleh karena itu, saya langsung berterus terang apa adanya. Dari Pak Broto cuma ada dua juta, jadi saya cuma ingin minta potongan ongkos bensin saja dari pemiliknya. 

Melihat keadaan Pak Broto yang tampak memprihatinkan, pemilik motor merasa iba. Permintaan saya ia sanggupi. Saya diberi lima puluh ribu. Bahkan pemiliknya mau mengantarkan kami dengan adiknya itu. 

Motor butut itu bahkan mesinnya masih terdengar halus, motor Supra memang sangat gigih perjuangannya, ditambah irit bensin.

...

Dua hari Pak Broto demam, Sigit menegur saya.

"Tuku motore dadakan, bok sabar napa, No. Gere-gere kudanan bapakku mriang kuwi."

Sigit menyalahkan saya karena terlalu cepat membeli motornya. Tidak sabaran, Pak Broto kehujanan sampai jatuh sakit. Saya merasa bersalah. Tapi, Sigit juga tidak pernah peduli dengan bapaknya. Pak Broto sakit dibiarkan tidur di becak. Tidak diperhatikan, atau sesekali dipijat olehnya.

Gengsinya terlalu tinggi. Uang dua juta minta beli motor yang lebih bagus. Tapi, tidak mau memberi tambahan duit. 

Lucunya, setelah dia mengatakan motornya terlalu banyak kekurangan. Sigit mau menaiki motor itu ke mana-mana.

***

Pemalang, 11 November 2022

Keterangan: Cerita diambil dari kisah nyata.

Seken: Motor Bekas

Gedek: Marah

Ancer-ancer: Petunjuk

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun