Aku belajar memahami keadaan dalam setiap kejadian. Ketika Kokok ayam terdengar di sebelah pagar-- pemilik tetangga. Melihatnya terpejam aku tersenyum. Dan, hari pertama aku memilikinya.
"Mau salat subuh bersama, Dik."Â
Ternyata aku ketahuan menatapinya. Bola mata ini berkedip, emas Fajar bangkit dari ranjang menuju ke kamar mandi.
Dengan emas Fajar, aku belajar menjadi perempuan yang taat perintah. Sebelum menikah aku berbeda. Pikiran jatuh ke sebuah momen. Aku jauh dari Tuhan. Demi mengejar kenikmatan duniawi. Kebutuhan sehari-hari sering tercukupi.
Waktu beribadah, suara azan menggema. Aku sibuk bekerja di sebuah Kantor Simpan pinjam memasukkan data peminjam, yang nantinya dikirim ke Email Rekan kerja.Â
Setiap makan siang bersama kawan ada yang meributkan sulitnya menjadi penagih utang. Jika, si pengutang tidak membayar maka petugas di bagian itu juga tidak mendapatkan gaji. Besarnya bunga, menjadi peminjam berat kepala. Hutangnya tak pernah terlunasi malah justru makin menumpuk.
Hanya saja mungkin aku telah salah melangkah, mungkin aku bukan orang yang mempermasalahkan pekerjaan ini. Halal atau tidak. Yang penting gajiku banyak. Bukan salah kantor memang sejatinya pemberi uang berhak memberi peraturan dan sangsi kepada pelanggannya yang telat membayar.
"Dunia ini tak ada batasan, ingin menjadi orang benar bersikap jujur," opini Nanda ketika aku bertanya apa aku salah melangkah. Dan, aku menceritakan semua hal menjadi karyawan yang dipercaya. Itu benar katanya.
Selama ini meskipun sering memegang uang banyak kadang lupa memberi kepada orang lain.
Aku bercerita lagi kepada kawan lain di dunia Maya, lewat pesan Meta.
"Bagaimana hidup damai?" Damai hati dan pikiran. Selama ini aku tak pernah dicintai oleh seorang pria mana pun.