Baru ujung sedikit yang tergigit, rasa penyesalan dalam dirinya mulai bergejolak.
Bisikan hati, "Anda berpuasa, kesalahan pertama berniat mencuri mangga, kesalahan kedua mengintip perempuan yang sudah mandi, ketiganya mencuri lagi."
Bisikan Iblis, "Anda tak perlu ragu itu memang buat Anda. Nikmati saja sebelum ketahuan."
Fajar menunduk, sedih. Garpu terlepas dari genggaman. Suara dentingan terdengar. Sang pemilik kian mendekat. Ia mengambil langkah seribu--buru-buru sampai di ruang wudhu.
Astagfirullah...
Apa yang ia lakukan sungguh keterlaluan.Â
Fajar menceritakan kesalahan itu kepada Sang Ustad. Tapi, Ustad Yusuf tersenyum.
"Nak Fajar, siap menikah?"
"Maksud Ustad," Fajar bingung dengan pertanyaan Sang Ustad. Pikirannya masih tertuju dalam dosa. Rambut hitam milik Sang perempuan bukan muhrim masih terbayang-bayang. Rasa lapar, belum cukup terlunasi. Hutang menumpuk mana sanggup mempersunting istri.Â
"Nak Fajar butuh pendamping yang siap melayani. Tak perlu memikirkan biaya pernikahan. Karena Saya yang akan mencarikan calonnya serta menjadi penghulu di sini. Alhamdulillah, ada janda yang baru ditinggal suaminya sedang mencari seorang pendamping. Insya Allah baik agamanya dan menjadi Istri yang penurut."
"Ok," katanya mantap.