Mohon tunggu...
Rudy Santoso
Rudy Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Writer, Memoaris, Influencer, Property Advisor.

Rudy Akasara_Nusa Kota Malang - 1974_writer Penulis - memoaris - influencer - property advisor.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aroma Melati di Rumah Cempaka#1

1 Desember 2022   03:31 Diperbarui: 25 Desember 2022   21:07 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok pribadi
dok pribadi
***PART 1

*** Arwah Cewek Gentayangan Gantung Diri .

Kisah ini terjadi di era Tahun 90 an, ketika saya masih berusia 20 tahunan. Sebuah cerita misteri juga cerita horor yang saya alami bersama teman teman, sekumpulan pemuda dalam proses mencari jati diri saat itu. Selain aktivitas kita belajar waktu itu, begadang atau nongkrong di warung kopi atau di rumah salah satu teman menjadi rutinitas setiap malam. Saat begadang sampai pagi sering kali kita  menjumpai peristiwa horor, salah satunya kisah horor di rumah teman yang merupakan bangunan lama di Jalan Cempaka Kota Madiun.

Berawal dari nongkrong di rumah salah satu teman kita bernama Bagus, lokasi rumah teman ini berada di jalan Cempaka Madiun. Sering kali kita main dan begadang sampai pagi di rumah Bagus. Rumah dengan bangunan lama yang terlihat seram, rumah dengan bangunan lama yang terbagi menjadi dua bagian yaitu bangunan rumah belakang dan bangunan depan.

Sebagai pemuda yang baru lulus Sekolah Menengah Atas dan beberapa dari kita yang duduk di bangku Perguruan Tinggi, hobi nongkrong setiap malam menjadi rutinitas dan tidak pernah absen. Kami biasanya nongkrong di warung kopi depan stasiun, atau di dekat alun-alun dan kadang disalah satu rumah teman kita. Waktunya pun bergiliran dan kita tentukan berdasarkan kesepakatan bersama.

Kisahnya berawal dari saat kita begadang di rumah Bagus, kita berjumlah 6 orang yaitu Saya Raka, Bagus, Heru, Agung ,Edwin dan Novian. Malam itu berencana begadang di rumah Bagus dan kami sepakat berkumpul jam 21.00 WIB. Berawal malam itu kita mengalami  peristiwa horor, pada akhirnya  menjadi sebuah cerita yang tidak terlupakan.

Tepat pukul 21.00 WIB yang kita sepakati di awal, kami datang ke rumah Bagus dengan membawa perbekalan dari rumah. Menjadi kebiasaan saat begadang kita membawa gula, kopi, dan snack makanan ringan. Malam itu Bagus memberikan pilihan, begadang di rumah depan atau di rumah belakang. Kebetulan ke dua orang tua Bagus dan Om Hadi ada acara hajatan menginap di luar kota yaitu berada di kota Ponorogo, . Bagus sengaja mengajak teman-teman begadang di rumahnya, untuk menemani Bagus yang merasa takut jika berada sendiri di rumahnya.

"Bro, gimana enaknya? Begadang di rumah depan atau di pesanggrahan belakang?" Bagus bertanya sambil menyiapkan air untuk menyeduh  kopi.
"Ah, di depan aja bro. Enakan di rumah depan, dekat jalan raya!" Jawab Heru.
"Iya Gus, lebih baik di rumah depan. Karena gak mungkin mereka semua berani di rumah belakang." Aku menambahkan, sambil mengolok olok mereka.
"Yup, rasanya lain kalau dirumah pesanggrahan belakang. Biarkan Raka sendiri kalau mau begadang di rumah belakang!" Jawab Edwin, sambil mengisap rokoknya.

Bukan menjadi rahasia lagi buat kita, rumah Bagus di belakang memang sedikit angker. Rumah peninggalan Almarhum kakek Bagus terkenal seram, karena semua barang antik dan keris peninggalan kakek Bagus tersimpan dalam almari di rumah pesanggrahan belakang. Jadi memang rumah belakang mengandung aura horor, kita semua tidak asing lagi mendengar cerita itu
"Baik, karena keputusan bersama yang sudah kita sepakati, lebih baik kita begadang di rumah depan saja." Bagus memecah keriuhan mereka.
"Kalau aku sih, kemana saja ikut. Jangan lupa tuan rumah seperti biasa, pastikan tamunya tidak kelaparan aja! hehehehe." Heru menambahkan, tersenyum sambil tangannya mencomot gorengan di atas meja.
"Eh, lebih baik kita main kartu saja deh. Sambil nunggu kopi kita di seduh ya!" Novian mengajak mereka bermain kartu.
"Ayo, segera bagi kartunya. Cari buku sama pulpen untuk catatan siapa yang menang atau kalah!" Agung antusias menyambut usul Novian.
"Iya main saja deh. Sementara Raka sama Bagus menyiapkan logistic agar kita kuat begadang. hahahaha." Edwin mengusulkan sambal tertawa.

Aku dan Bagus menyeduh kopi dan memasak mie goreng, sementara mereka bermain kartu di ruang tamu rumah depan. Selang beberapa saat tercium aroma melati yang wangi menyengat, bersama angin semilir berhembus ke dalam rumah depan.

"Hmm, mulai deh. Gus, kayaknya yang di rumah belakang nimbrung ke depan." Celotehku dengan isyarat ke Bagus. Karena aku merasakan hembusan angin bersama satu sosok bergaun putih berkelebat melewati mereka berdua  dan masuk ke ruang depan, tempat teman-teman bermain kartu.
"Iya biasa bro. Raka tahu sendiri rumah belakang seperti apa sosok penghuninya." Jawab Bagus yang terbiasa dengan hal seperti ini.
"Bro, yang berkelebat pakai bergaun putih kayaknya lain dari bisanya. Sedikit wangi dan menggoda, bukan dari  komunitas  penghuni barang antik peninggalan kakekmu!" Raka menjelaskan lebih detil, karena di feeling nya merasakan lain dan melihat jelas sosok bergaun putih itu seorang perempuan.

"Ah. masak sih bro. Kalau begitu tugasmu menginterview sosok yang tidak biasanya itu!" Jawab Bagus tersirat rasa takut terpancar di raut wajahnya.
"Ok nanti deh. Malam nanti tiba waktu dini hari coba kita interview perempuan bergaun putih itu yang berada di rumah belakang!" Raka menyarankan. Sementara teman-teman yang berada di depan, tidak ada yang mengetahui apa yang mereka bicarakan berdua. Kalau mereka mendengar pembicaraan mereka, bisa bubar begadang malam ini.

Bagi mereka bukan rahasia lagi kalau Raka bisa berkomunikasi dengan makhluk dimensi lain atau para penunggu tempat yang dianggap angker. Setiap ada acara di manapun, mereka selalu mengajak Raka untuk antisipasi jika mereka ada gangguan atau berinteraksi dengan makhluk dari dimensi lain. Raka dan Bagus selesai menyiapkan hidangan seteko kopi dan satu panci mie goreng instan, mereka berdua masuk ke dalam ruang tamu di rumah depan.

"Ayo bro. Makan dulu mie goreng selagi masih panas." Bagus menawarkan ke teman-teman yang lagi fokus main kartu.
"Iya nih. Kopi buatan ku  istimewa dengan aroma melati yang berbeda dengan kopi di warung Pak Jack." Raka menambahkan. Malam ini kopi buatan Raka rasanya beda, dibandingkan dengan kopi di warung kopi Pak Jack langganan mereka.
"Nah ini baru istimewa. Bagus memang tuan rumah yang menghargai tamunya." Edwin memuji sambil mengambil semangkok mie dan menuangkan kopi ke cangkir.

"Ah tidak jugalah bro. Kalau kita tidak begadang di sini, siapa yang menemani Bagus malam ini? Hehehe...!" Agung menyanggah apa yang di katakan Edwin.
"Iya bener bro. Pinter si Bagus ini otaknya, biar kita kerasan begadang menemaninya." Novian menambahkan.
"Heh..., tumben kopi ini bau wangi aroma melati bro?" Heru minum kopi di cangkirnya mulai curiga.
"Ah masak sih bro. Wah, ini bukan aroma wangi dari kopi ini!" Jawab Edwin sambil mengendus mencari asal aroma melati yang tercium.
"Wah mulai deh, horor ini bro....! Horor aroma wangi melati dari ruang tengah ini!" Edwin melompat ke dekat Raka.
"Ah sudahlah. Nikmati saja mie goreng kalian dulu, kemudian minum secangkir kopimu dan hisap rokok kretekmu." Raka mengalihkan perhatian teman-teman dari aroma melati yang menyengat.

Mereka menikmati mie goreng dan secangkir kopi yang di hidangkan oleh Bagus, tetapi ada sesuatu yang berbeda malam ini yang mereka rasakan. Aroma bunga melati sangat tajam tercium oleh mereka di ruang tamu rumah Bagus.Edwin, Novian dan heru, mereka paling penakut di antara kita, aroma bunga melati membuat mereka bergeser duduk saling berdekatan.

"Waduh bro. Aku merasa ada yang aneh malam ini rasanya bulu kudukku berdiri bro. Mulai ada yang ngikut kita begadang!" Heru merasakan ke anehan yang membuatnya merasa ketakutan.
"Kalau horor begini, lebih baik kita pulang saja bro! Aku paling takut kalau berbau horor, siapa nanti yang antar aku pulang?" Edwin juga merasa ketakutan.
"Tenang bro. Lebih baik kita sarankan Raka cari solusi, mengatasi yang mengikuti kita  begadang. Kasihan kalau Bagus kita tinggal pulang!" Novian menambahkan.
"Iya deh. Biar Raka nanti menyuruh si wangi melati pergi, yang pasti sosok perempuan bergaun putih itu!" Bagus memberikan solusi dan matanya melirik ke Raka.
"Ok bro. Coba kita lakukan pendekatan dengan ngobrol sama mbak bergaun putih. Asal janji ya....! Kalian jangan pulang lebih awal sesuai kesepakatan kita. Pulang pagi, bagaimana setuju, bro?" Jawab Raka berusaha untuk membujuk teman-temanya.
"Nah benar kan! Pasti deh, ada yang ikut begadang bareng kita! Jadi merasa tidak nyaman kita. Hiii...ngeri!" Edwin merasa ngeri mendengar apa yang di sampaikan Raka.
"Baik bro. Segera ajak ngomong tuh...si Mbak tadi!" Jawab Bagus.
"Wah tidak bisa di ruang tamu ini bro. Kita berdua harus ke pesanggrahan di rumah belakang. Kalian tunggu disini ya, jangan kabur! Kalau kalian pulang malah di ikuti sama si mbak itu!" Sengaja Raka sedikit memberi shock terapi agar mereka tidak jadi pulang lebih awal.
"Ok kalau begitu. Kita masuk kamar tidur  berempat, sambil nunggu si Raka dan Bagus negosiasi ke Mbak itu!" Jawab Novian. Mereka berempat segera masuk ke kamar tidur Bagus, berjubel saling berdekatan di tempat tidur karena merasa ketakutan.

Raka dan Bagus segera menuju ke pesanggrahan di rumah belakang. Bagus berjalan mengikuti Raka, ada sedikit rasa takut juga di hatinya. Padahal setiap 2 hari sekali Bagus tidur di kamar belakang, yang bersebelahan dengan kamar orang tua Bagus. Mereka memasuki ruang tengah di pesanggrahan, dan duduk di sofa yang ada di ruangan itu.

"Bentar bro. Kita tunggu aja di ruang tengah ini, si mbak itu masih berada di depan pintu dapur rumah depan." Raka memberi tahu ke Bagus. Menurut pandangan mata hati Raka, cewek itu masih berada di pintu dapur, menunggu sesuatu.

"Terserah kamu aja bro. Kamu yang lebih peka dan lebih tahu apa maksudnya berada disini!" Jawab Bagus sembari menggeser duduknya lebih dekat dengan Raka karena merasa ketakutan juga.
"Eh si Mbak itu tahu maksud kita bro. Kamu duduk diam saja dan jangan merasa takut, cewek ini baru pindah ke rumah ini dari tempat di sekitar sini. Kayaknya dia menempati ruangan dekat dapur belakang bro!" Raka memberitahu keberadaan si cewek, tepatnya sosok perempuan bergaun putih ke Bagus.
"Iya bro, sebelah dapur itu gudang. Aku ngikut kamu aja bro, terserah yang penting kasih tahu si mbak itu jangan ganggu di rumah kita!" Jawab Bagus pasrah bercampur rasa takut.

Raka berusaha mulai berusaha komunikasi dengan  cewek bergaun putih ini, menggeser duduknya menghadap barat tepat depan pintu gudang. Raka melihat si cewek ini berjalan berkelebat masuk  dan berdiri di depan gudang menghadap  ke arah Raka. Semua yang terjadi hanya Raka yang bisa melihat melalui indra ke enamnya dan hanya Raka yang mendengar saat berdialog dengan cewek bergaun putih ini.

"Assalamualaikum salam mbak! Mbak ini siapa, kenapa berada di rumah sini?" Raka mulai bertanya ke sosok cewek bergaun putih ini melalui mata batinnya.
"Walaikum salam. Mas ingin tahu nama saya, dan kenapa saya berada di rumah ini?" Jawab cewek bergaun putih itu sambil menatap tajam ke arah Raka.
"Iya mbak. Karena tempat ini bukan rumah mbak! Nama saya Raka sebagai wakil pemilik rumah berhak bertanya, dan mbak tidak di ijin kan untuk tinggal disini!" Jawab Raka tegas.
"Iya Mas. Saya tidak punya rumah lagi mas, tempat tinggal saya sebelumnya di robohkan dan saya di usir pergi oleh mereka. Nama saya Asih, saya baru pindah ke rumah ini 3 hari yang lalu!" Jawab Mbak Asih datar dan masih dengan sorot mata yang dingin dan tajam.
"Mbak Asih berasal dari mana dan kenapa gentayangan mengganggu orang? Tolong kalau mbak Asih masih berbuat yang sama, akan saya usir dari rumah ini!" Perintah Raka tegas ke sosok cewek ini.
"Saya tidak takut Mas, saya akan ganggu siapa saja kalau di usir dari rumah ini!" Jawab mbak Asih dengan tajam dan tersenyum menyeringai sinis dan sadis.
"Ok kalau memang mbak Asih tidak bisa di sarankan dengan baik. Mbak belum tahu siapa saya, akan saya laporkan ke leluhur saya. Lihat baik-baik siapa yang di belakang saya mbak!" ancam Raka sambil melotot dan memegang tasbih yang ada di saku jaketnya. Sejenak mereka diam, Mbak Asih menatap mata Raka dengan tajam, Raka mulai berdzikir dan selanjutnya Raka dalam hatinya memanggil seseorang yang masih keturunan leluhur Raka.

Beberapa saat Raka terdiam matanya terpejam, dari mata batinnya terlihat sosok perempuan berpakaian seperti seorang Ratu dengan sebuah mahkota di kepalanya datang dengan mengendarai Kereta Kencana yang ditarik dengan 6 ekor kuda berwarna putih. Kemudian sosok Ratu itu berhenti menatap mereka berdua sambil tersenyum, kemudian berbalik segera pergi dengan Kereta Kencana.

"Ampun Ratu...mohon maaf! Asih lancang mengganggu keturunan Kanjeng Ratu." Mbak Asih bersimpuh sambil menyembah ke sosok Kanjeng Ratu.
Raka terdiam dalam hatinya mengirimkan tawasul Fatehah kepada Kanjeng Ratu yang beranjak pergi kembali ke Alamnya.
"Ampun Raden, maafkan saya Raden. Asih tidak tahu Raden kerabat dari Kanjeng Ratu Hemas. Mohon ampuni saya Raden!" kemudian Mbak Asih merunduk dan bersimpuh menyembah Raka.
"Baik mbak Asih, masih mau mengganggu orang lain atau saya usir pergi?" Jawab Raka tegas sambil memandang Mbak Asih, cewek  bergaun putih yang sedikit usil mengganggu orang dan gentayangan kemana-mana.
"Baik Raden. Saya akan pergi dan tidak mengganggu lagi, ijinkan bercerita tentang diri saya dan meminta pertolongan untuk di carikan tempat tinggal." Mbak Asih memohon kepada Raka.
"Baik saya ijinkan dan akan saya usahakan carikan tempat tinggal. Sekarang ceritakan siapa diri mbak Asih saya akan dengarkan!" Jawab Raka lagi sambil bergeser dan melihat kesamping Bagus masih duduk terdiam dengan wajah tegang.

Bagus hanya merasa ada angin yang berputar di sekitar ruangan tengah tempat mereka duduk, suara kereta kuda, langkah kaki kuda berjalan dan mencium aroma melati bercampur dengan aroma minyak kasturi yang kuat tercium. Membuat Bagus duduk terdiam mendekat ke Raka, berharap dengan cemas, dan rasa takut yang luar biasa..

"Saya mempunyai nama asli Asih Windarti, Raden. Orang tua saya seorang petani di dusun kecil di pinggiran kota Caruban, saya berumur 18 tahun, lahir tahun 1958. Saya meninggal karena gantung diri, di rumah kosong paling ujung yang berdekatan dengan SD Negeri. Waktu itu saya membantu orang tua untuk berjualan hasil panen kami, sayur-sayuran, kacang dan jagung di pasar besar Madiun."         

"Setelah semua dagangan habis segera saya pulang dengan bersepeda, waktu itu tahun 1974 jalan masih teramat sepi. Ketika saya melewati jalan di belakang Pabrik Gula, saya di hadang oleh sekumpulan pemuda yang sedang mabuk. Saya tidak bisa menghindar dari pemuda berjumlah 4 orang itu. Akhirnya saya di seret mereka ke sebuah gubuk di tengah sawah di belakang Pabrik Gula. Saya di sekap selama 5 hari oleh para pemuda itu, dan saya di perkosa bergiliran sampai berkali kali saya pingsan."

"Ketika para pemuda itu terlena karena mabuk dan terlalu banyak minum arak, saya berusaha melarikan diri. Saya terus berlari tidak tahu arah, sampai saya berhenti di dekat stasiun, tepatnya di sebelah timur. Saya merasa putus asa dan hidup saya tidak berguna lagi, akhirnya memutuskan untuk bunuh diri dengan menabrakkan diri di rel kereta api, tetapi saya di selamatkan oleh warga sekitar dan saya di tolong oleh salah seorang warga yang rumahnya di dekat rel kereta api."

"Setelah menginap beberapa hari di rumah warga yang berjanji di antar pulang ke rumah Caruban. Karena rasa putus asa dan rasa malu saya tidak perawan lagi, saya berusaha mengakhiri hidup saya. Kesempatan datang malam hari ketika keluarga itu tidur, saya keluar dari rumah itu dengan membawa tali tampar untuk jemuran. Akhirnya saya terus berjalan sampai rumah kosong di dekat sekolahan SD Negeri Mojopahit. Saya masuk ke rumah itu dan di ruang tengah saya bunuh diri dengan menggantung diri."
"Setelah menggantung diri saya kebingungan karena saya belum saatnya meninggal dan saya terus bergentayangan. Warga sekitar dan keluarga yang menolong itu menemukan jasad saya  dan segera lapor ke kantor polisi, akhirnya saya di kuburkan di kampung saya. Tetapi saya bergentayangan dan menempati rumah kosong itu, dengan harapan saya harus balas dendam ke para pemuda yang memperkosa saya."

"Selama berapa tahun saya tinggal di rumah itu, akhirnya pada suatu saat rumah itu di robohkan karena dijual. Pemilik yang baru membangun rumah baru untuk tempat tinggal keluarga mereka, dan mendatangkan seorang Kyai yang menyuruh saya pergi. Kemudian saya menemukan tempat tinggal di gudang dalam rumah ini."

"Begitulah Raden, perjalan hidup saya akan terus bergentayangan dan mengganggu orang orang yang tidak saya suka." Asih bercerita bahwa dia mati dengan menggantung diri dengan rasa dendam mendalam.
"Baik saya sudah mendengar semua cerita Mbak Asih, sesuai janji nati harus pindah dari rumah ini!" Jawab Raka tegas mengusir Mbak Asih.
"Tolong saya Raden, mohon carikan saya tempat tinggal. Kalau saya belum dapat tempat tinggal saya akan terus mengikuti Raden!" Mbak Asih menyembah memohon belas kasihan.

Raka terdiam beberapa saat melihat Mbak Asih, arwah gentayangan ini rupanya perlu di sempurnakan. Dan Raka berpikir bahwa itu bukan tugasnya, harus ada seseorang yang lebih mampu sekelas Kyai yang harus mendoakan Mbak Asih hingga tenang di alamnya.

"Baik saya akan carikan solusi di mana mbak Asih tinggal, atau lebih baik tinggal di perkampungan kerajaan laut Selatan?" Jawab Raka.
"Waduh Raden. Jangan di sana karena saya tidak pantas kalau hidup disana, bukan tempat saya Raden. Tolong carikan tempat lain saja Raden!" Mbak Asih menyembah memohon ke Raka.
"Baiklah, Mbak Asih boleh mengikuti saya dengan syarat, jangan mengganggu orang yang berada di sekitar saya. Jangan menempati rumah siapa saja tanpa ijin. Kalau melanggar Mbak Asih akan mendapat hukumannya, itu pasti!" Perintah Raka tegas, dengan tujuan Mbak Asih si arwah gentayangan ini berubah sikap.
"Baik Raden saya pamit keluar dari rumah ini, tetapi saya mengikuti Raden selama belum dapat tempat tinggal. Saya akan menunggu di luar dan tidak akan mengganggu siapapun." Jawab Mbak Asih pamit pergi, angin berhembus kencang lewat bersama dengan aroma bunga melati tercium.

Arwah Mbak Asih yang meninggal bunuh diri akan terus bergentayangan dengan tujuan balas dendam kepada siapa saja. Arwah yang kejam sadis juga menyeramkan akan selalu berusaha mengganggu manusia, untuk di jadikan korban. Mereka tidak bisa di percaya walaupun kita telah berinteraksi dan mengajak berbicara baik-baik, memang wajib di sempurnakan di alam semestinya.
 "Sementara mbak Asih bisa kita atasi bro. Dan akan kita carikan tempat agar tidak mengganggu orang lain dan bertempat tinggal di rumah ini." Raka memberitahu Bagus dan menyandarkan punggungnya di sofa.
"Iya bro. Mudah-mudahan tidak akan membuat masalah di sekitar rumah ini." jawab Bagus.
"Semoga bro. Ayo ke rumah depan menemui teman-teman, mungkin mereka sudah ketiduran karena ketakutan,hehehe" Raka menambahkan. 

Raka dan Bagus pindah ke ruang tengah, dan buka pintu kamar rumah depan, mereka yang begitu tahu keduanya masuk di ruang tengah berhamburan keluar dari kamar.
"Bagaimana Bro, kita aman nih?" Edwin bertanya sambil duduk di dekat Raka.
"Iya Bro, bagaimana negosiasinya sama para lelembut itu? Kalau tidak aman antar aku pulang saja bro!" Novian menambahkan.
"Tenang, Bro. Semua sudah kita atasi, jangan panik lagi. Ayo duduk semua di tengah, aku ceritain kronologisnya tentang arwah gentayangan itu!" Jawab Raka lagi.
"Seandainya suatu saat kita nanti begadang dan tiba-tiba tercium aroma bunga Melati, teman-teman tidak perlu takut. Untuk sementara arwah Mbak Asih akan mengikuti aku sampai mendapatkan tempat tinggal." Raka menambahkan lagi.

Raka mulai menceritakan arwah penasaran yang bernama Mbak Asih, dan negosiasi Raka tentang keberadaan arwah itu. Setelah selesai menceritakan semuanya, mereka melanjutkan begadang sampai mendekati Subuh. Mereka hanya terdiam sesaat mencium aroma bunga Melati lewat Bersama angin yang berhembus, karena mereka tahu keberadaan Mbak Asih di sekitar mereka seperti yang dikatakan Raka.
                                                                                                                                 

 Bersambung.....part 2

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun