(Wahyu NH. Aly dan William Shakespeare)
Oleh Muhammad Akrom*
Sebutlah William Shakespeare, penulis novel kenamaan yang mampu menghipnotis jutaan warga dunia. Kisah apik perjalanan cinta Romeo dan Juliet mampu mencuri perhatian dan berlabuh dalam samudera yang dibuatnya. Hingga saat ini, belum ada karya tandingan yang bisa menembus prestasi karya William ini. Sepotong buku, berhaluan imajinatif, dari sudut ruangan kecil, karya itu terlahir.
Wahyu NH. Aly, nama yang tak asing di kalangan aktifis dan pemuda di Indonesia, namun tentunya belumlah cukup familiar bila disejajarkan dengan penulis novel seperti William Shakespeare. Meskipun demikian, Wahyu NH. Aly, sastrawan muda yang memiliki perpaduan sinergis antara dunia khayal dengan dunia nyata, juga menelurkan karya-karya fiksi yang cukup monumental.
Kegelisahan dan sorotan imajinatif yang terus menyala bersamaan dengan kobarnya zaman dan keuletan dalam membingkai kisah menjadi berlian, adalah tangga untuk melahirkan penulis novel tersohor. Novel Metamorfosis Cinta, merupakan salah satu di antara karya-karya Wahyu yang sangat memukau. Meliat kandungan dan penyampaian novel Metamorfosis Cinta ini, sudah selayaknya menjadi bacaan masyarakat di negara-negara berkembang dan negara-negara miskin.
Mengingat a-histori karya Wahyu, saya teringat dengan lima penulis novel ajaib. Twilight (Stephenie Meyer). Stephenie Meyer terbangun dari mimpi tentang sepasang kekasih muda yang berbaring di padang rumput sedang mendiskusikan mengapa cinta mereka tidak pernah bisa bersatu. Misery (Stephen King). King sedang tertidur dalam pesawat dan bermimpi tentang seorang fans yang menculik pengarang favoritnya dan menjadikannya sebagai sandera. Ketika ia terbangun, King duduk di bandara dan menulis 40-50 halaman pertama dari novel ini.
Frankenstein (Mary Shelley). Dalam mimpinya ia melihat dengan jelas sesosok raksasa Frankenstein dan membayangkan keadaan bagaimana ia telah diciptakan. Shelley terbangun dan mulai menulis cerita pendek tentang mimpinya. Keempat, Dr Jekyll dan Mr Hyde (Robert Louis Stevenson). Robert Louis Stevenson bermimpi tentang seorang dokter dengan gangguan kepribadian yang terpisah.
Kisah spektakuler mendunia diatas, terlahir dari mimpi murni. Mimpi dramatis yang menggugah pembacanya untuk menyelami setiap rangkaian kata. Membawa realitas dalam mimpi, dan kemudian me'nyata'kan alam bawah sadar, terajutlah tulisan novel. Ragam prestasi-pun diraih; dari best selles hingga aktris yang membintangi filmnya memperoleh piala oscar. Disanalah, karya-karya novel sempat mencuri ego akademis dunia.
Kemampuan menelaah realita menjadi bahan abstrak berimajinasi tinggi milik William dan ilham mimpi milik empat penulis novel terkenal, dicoba disatukan dalam karya-karya Wahyu NH. Al-Aly. Menggabungkan realitas dengan dunia mimpi adalah impian semua sastrawan. Soalnya, realitas adalah hasil perasan penulisan pada 'pembacaan' sedangkan mimpi berlatar di bawah alam sadar dan bisa jadi bisikan Tuhan.
Wahyu adalah sastrawan berkelana. Karya-karyanya terlahir ditempat sunyi nan suci. Gemerlapnya malam kerap menjadi ruang tak bertuah untuk terus menorehkan tulisannya. Saya teringat dengan kisah monomental imam Syafi'ie. Ketika malam kelabu, saat tengah malam bersama kesunyian, imam Syafi'ie mundar-mandir di halaman rumah teman kerabatnya. Ia berfikir, mendongakkan kepala sambil menaruk jari tengah di dahinya.
Ketika pagi menjelang, kerabanya itu bertanya "Kenapa engkau gelisah tadi malam?", imam Syafi'ie menjawab "Sudah seribu hukum yang berhasil saya pecahkan tadi malam". Kisah ini, adalah perpaduan realitas, keilmuan dan alam bawah sadar. Ketiga komponen ini, adalah syarat mutlak untuk menghasilkan karya bersejarah.
Wahyu adalah sosok monomental, perjalanan hidup yang diraih dengan pengorbanan, berhasil disalurkan dalam karya-karyanya. Wajar bila dalam dekade terakhir, buku-buku karyanya banyak ditanya beberapa kalangan sastrawan. Setiap novel yang ditulisnya adalah bumbu pewarna bagi kehidupan yang lara, pencari jawaban bagi setiap pengembara sepanjang zaman.
Karya-karya Wahyu menjadi sebuah keniscayaan. Zaman yang terpoles oleh peradaban dan sastra mambutuhkan sastrawan yang mampu menjalankan tugasnya. Keberadaan Wahyu bisa dibilang "Takdir Zaman" yang memang ada pada posisi dirinya. Lahirnya wahyu sebagai sastrawan, benar menjadi hal yang niscaya sesuai tuntatan zaman. Karya-karya darinya, membuat sastrawan hidup.
***Penulis adalah Sekretaris Yayasan KODAMA Jogjakarta yang saat ini juga tercatat sebagai Mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia (UI)
Referensi:
1.  Biografi William Shakespeare
2.  Biografi Wahyu Nur Hidayat (Wahyu NH. Aly)
3.   Wahyu NH. Aly; Vis a Vis Negara dan Agama (Studi Empat Pemikir Islam Kontemporer Wahyu NH. Aly, Muhammad Abduh, Rashid Ridho, dan Ali Abd Al-Raziq )
4.   Budayawan Muda yang "Menantang" (Potret Pemikiran Budayawan Muda Wahyu NH. Al_Aly)
5. Damai, Bukan Bukti Nir Ketimpangan (Resensi Novel Metamorfosis Cinta, karya Wahyu NH. Aly)
6.   Skripsi Analisa Semantik Novel Metamorfosis Cinta, karya Wahyu Nur Hidayat
7.   Tesis Analisis Novel Metamorfosis Cinta, karya Wahyu Nur Hidayat
8.   Buku Metamorfosis Cinta, karya Wahyu Nur Hidayat (Wahyu NH. Aly)
9.   Buku Under The Moon, karya Wahyu NH. Aly
10.   Buku Bisikan di Antara Daun Telinga, karya Wahyu NH. Aly
11.   Romeo dan Juliet, karya William Shakespeare
12.   Julius Caesar, karya William Shakespeare
13.   Hamlet, karya William Shakespeare
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H