Kebenaran milik kita yang meyakini benar, yang tidak menjadi suatu kebenaran ialah sesuatu yang tidak kita yakini benar. Saya pikir pada persoalan dakwah ialah bagaimana kita mencoba memberikan pesan-pesan tentang suatu yang benar dan suatu yang salah menurut pandangan ahli maupun agama. Dalam hal ini tentu saja, kita perlu membangun nuansa kolaboratif yang mana syiar tentang apa yang menurut kita benar bisa disampaikan dengan kolektif.
Semuanya berawal dari pertanyaan salah satu teman kelas yang mengajak saya ke pojokan kantin kampus pada beberapa saat yang lalu, ia bertanya “Mas, saya mau berIMM dan mau tahu lebih dalam tentang Muhammadiyah, tapi kok mata kuliah Al-Islam Kemuhammadiyah saya hanya disuruh presentasi setelah itu tanya jawab dan selesai,” tanya si teman kepada saya dengan serius. Ia melanjutkan “Bagaimana aku bisa tertarik dengan tentang Muhammadiyah yang notabene di masyarakat bahkan saya sendiri masih belajar apa itu Muhammadiyah dan apa tujunnya?”.
Isi kepala dan hati serasa kaget ingin menjawab seperti bagaimana? Apa yang kita perjuangan tentang dakwah Muhammadiyah di dalam ortom, yang mana Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang memang salah satu organisasi kemahasiswaan diakui di dalam Perguruan Tinggi Muhammadiyah, sejatinya salah satu tugas pokok fungsinya ialah berdakwah di ranah mahasiswa. Akan tetapi semua itu tidak secara instant dilakukan, harus melewati proses pengenalan yang cukup panjang.
Kembali ke maksud dari pertanyaan teman kelas tersebut yang hari ini menjadi Kader IMM. Bahwasanya, saya pikir kesenjangan pola gerakan dakwah tidak pada aspek pengajian saja yang kita ketahui, karena memang kita tahu bersama bahwa pola pikir masyarakat terhadap Muhammadiyah masih jauh dari unsur benar Muhammadiyah sebagai organisasi atau persyarikatan, tetapi seolah masih menganggap sebagai suatu bentuk paham baru diluar dari apa yang mereka pelajari sebelumnya. Dan itu tidak hanya pada pemikiran masyarakat, tetapi banyak dari pemikiran mahasiswa yang berkuliah di dalam Perguruan Tinggi Muhammadiyah itu sendiri.
Dosen dan IMM Peran Bersama
Saya pikir Dosen dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang ada dalam kampus Muhammadiyah adalah mitra dakwah Muhammadiyah. Maka jika ada yang bertanya tentang apa tujuan IMM, maka sebagai kader IMM akan menjawab mewujudkan tujuan utama dari Muhammadiyah sebagaimana tertuang dalam AD/ART IMM Bab II Pasal 6.
Seperti yang saya rasakan ketika mendapatkan mata kuliah Al-Islam Kemuhammadiyah, cenderung dosen pengampuh memberikan pola kuno tentang mata kuliah yang saya pikir sakral tersebut dimana itulah pintu awal menjelaskan Muhammadiyah secara kontekstual bukan lagi secara tekstual (baca, presentasi, penutup), melainkan membangun mitra bersama ortom sebagai alat ukur dakwah Muhammadiyah jika dosen merasa perlu mengubah pola agar dakwah-dakwah seperti itu terus hidup dan mengubah pemikiran mahasiswa terhadap Muhammadiyah itu sendiri.
Saya pikir, gambaran tentang Muhammadiyah seutuhnya ada didalam kebijakan dosen sebagai pemegang kebijakan tentang mata kuliah yang diampuh. Deni Al Asy’ari mengatakan dalam bukunya Selamatkan Muhammadiyah: Agenda Mendesak Warga Muhammadiyah “ Hanya saja kondisi yang ada saat sekarang justru sungguh sangat disayangkan. Sebab di tengah melimpahnya potensi Muhammadiyah sebagai hasil ijtihad dan perjuangan para pimpinan Muhammadiyah sebelumnya, justru kini bagi sebagian orang (warga Muhammadiyah) cenderung memposisikan Muhammadiyah sebagai lahan empuk untuk tempat bersandar dan memenuhi kebutuhan hidup mereka baik secara pribadi maupun kelompok” (baca:hal 4)
Memang perlu dakwah Muhammadiyah dengan tujuan menjadikan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya tersebut tidak hanya pada masyarakat formal saja, melainkan masyarakat yang ada dalam amal usaha Muhammadiyah yang memang belum mengetahui betul tentang arah gerak dakwah Muhammadiyah.
Dari pertanyaan teman saya diatas itulah menjadi kritik besar kepada dosen-dosen pengampuh matakuliah yang berkaitan dengan Muhammadiyah. Yang bagaimana kemudian membangun kolaborasi bersama Ortom yang ada dalam kampus Muhammadiyah itu sendiri. Ini bukan persoalan perebutan peran dakwah, tetapi persoalan bagaimana ketika antara warga Muhammadiyah yang ada memberikan ruang dan mengambil kesempatan yang sama dalam berdakwah, toh semua juga untuk dan kembali kepada Muhammadiyah.