Mohon tunggu...
Akna Mumtaz Ilmi
Akna Mumtaz Ilmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa semester 3

Mahasiswa UIN SGD Bandung

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Islam yes, Partai Islam No: Menafsir Ulang Gagasan Nurcholish Madjid Tentang Keislaman dan Kebangsaan

26 Desember 2024   19:31 Diperbarui: 26 Desember 2024   19:39 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Islam Yes, Partai Islam No adalah sebuah slogan yang dicetuskan oleh cendekiawan Muslim Indonesia Nurcholish Madjid dalam pidatonya di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, pada 1970. Slogan ini mengandung pesan yang mendalam terkait dengan hubungan antara agama dan politik di Indonesia, khususnya dalam konteks peran Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Nurcholish Madjid, atau yang akrab disapa Cak Nur, berusaha menegaskan bahwa Islam sebagai nilai dan ajaran universal harus menjadi pedoman moral yang menginspirasi kehidupan umat, bukan sekadar alat untuk kepentingan politik praktis.

Pada masa itu, Indonesia sedang menghadapi gejolak politik yang melibatkan banyak partai berbasis ideologi, termasuk partai-partai Islam. Kehadiran partai-partai Islam seringkali dianggap sebagai representasi tunggal umat Islam, sehingga menimbulkan dikotomi antara kelompok Islam dan nasionalis. Namun, bagi Cak Nur, keterlibatan agama dalam politik praktis sering kali mereduksi nilai-nilai luhur Islam menjadi sekadar alat untuk mencapai kekuasaan. Hal ini, menurutnya, berpotensi merusak citra Islam itu sendiri.

Slogan "Islam Yes, Partai Islam No" bukanlah bentuk penolakan terhadap Islam sebagai sistem nilai, melainkan kritik terhadap politisasi agama. Cak Nur menginginkan agar Islam hadir sebagai kekuatan moral dan spiritual yang mampu menyatukan seluruh elemen bangsa, tanpa terjebak dalam kepentingan kelompok tertentu. Ia percaya bahwa nilai-nilai Islam yang universal, seperti keadilan, kejujuran, dan kemanusiaan, dapat menjadi dasar yang kokoh untuk membangun peradaban yang maju dan inklusif.

Menurut Cak Nur, keberhasilan umat Islam tidak tergantung pada dominasi politik, tetapi pada kemampuan mereka untuk menginternalisasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Ia menekankan pentingnya pembaruan pemikiran Islam (tajdid) agar relevan dengan tantangan zaman, tanpa kehilangan esensinya sebagai agama yang rahmatan lil alamin.

Gagasan Cak Nur tetap relevan hingga hari ini, terutama dalam konteks dinamika politik Indonesia yang sering diwarnai oleh eksploitasi sentimen keagamaan. Politisasi agama masih menjadi isu yang memecah belah masyarakat, baik dalam pemilu maupun dalam kehidupan sosial. Pendekatan Cak Nur mengingatkan kita bahwa agama seharusnya menjadi sumber inspirasi untuk mempersatukan, bukan memecah belah.

Gagasan ini juga relevan dalam mendorong umat Islam untuk lebih fokus pada penguatan kualitas pendidikan, ekonomi, dan kebudayaan sebagai bentuk kontribusi nyata dalam pembangunan bangsa. Dengan menempatkan nilai-nilai Islam sebagai pedoman moral, umat Islam dapat berperan aktif dalam menciptakan masyarakat yang adil, makmur, dan berkeadaban.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun