Mohon tunggu...
Akmal Satrio Fasha Wihardi
Akmal Satrio Fasha Wihardi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nama: Akmal satrio Fasha Wihardi, NIM: 41322010001. Mata kuliah : Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB. Dosen : Prof.Dr. Apollo , Ak, M. Si. Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursi Sigmund Freud dan Fenomena Korupsi di Indonesia

14 Desember 2023   21:02 Diperbarui: 14 Desember 2023   21:08 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan 

Dalam era globalisasi dan modernisasi ini, fenomena korupsi telah menjadi topik yang sering dibahas di berbagai platform, baik itu di media massa, diskusi akademik, maupun percakapan sehari-hari. Korupsi, sebagai bentuk penyimpangan sosial, telah merusak struktur sosial dan ekonomi di banyak negara, termasuk Indonesia. Meskipun banyak upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi, fenomena ini tetap bertahan dan bahkan semakin merajalela.

Di tengah berbagai pendekatan untuk memahami dan menangani korupsi, perspektif psikologis seringkali terabaikan. Padahal, pemahaman tentang motivasi dan perilaku individu sangat penting dalam upaya pencegahan dan penanggulangan korupsi. Dalam konteks ini, teori Sigmund Freud, sebagai pendiri aliran psikoanalisis dalam bidang ilmu psikologi, menawarkan wawasan yang berharga.

Sigmund Freud mengajukan teori bahwa perilaku manusia didasari oleh hasrat seksualitas (eros) dan insting mati (thanatos). Menurut Freud, perilaku manusia adalah hasil dari konflik antara id (insting dasar), ego (prinsip realitas), dan superego (prinsip moralitas). Dalam konteks korupsi, teori ini dapat digunakan untuk memahami mengapa individu memilih untuk bertindak koruptif dan bagaimana kita dapat mencegah perilaku tersebut.

Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana teori Freud dapat digunakan untuk memahami fenomena korupsi di Indonesia. Kami akan membahas bagaimana konsep-konsep kunci dalam teori Freud, seperti id, ego, dan superego, serta eros dan thanatos, dapat menjelaskan perilaku koruptif. Selain itu, kami juga akan membahas bagaimana pemahaman ini dapat digunakan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan korupsi.

Dengan memahami korupsi melalui lensa psikoanalisis Freud, kita dapat mendapatkan wawasan baru tentang penyebab dan solusi untuk masalah ini. Meskipun pendekatan ini tidak dapat sepenuhnya mengatasi korupsi, itu menawarkan cara baru untuk memahami dan mengatasi masalah ini. Kami berharap bahwa artikel ini dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam diskusi tentang korupsi dan upaya pencegahannya di Indonesia.

Mengapa Topik Ini? 

Korupsi adalah masalah yang sangat serius dan merajalela di Indonesia. Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp. 56,7 triliun dan total kerugian negara akibat tindak pidana suap mencapai Rp. 322,2 miliar selama tahun 2020. Angka-angka ini menunjukkan betapa besar dampak korupsi terhadap ekonomi dan pembangunan negara.

Namun, meskipun banyak upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi, fenomena ini tetap bertahan dan bahkan semakin merajalela. Ini menunjukkan bahwa pendekatan yang ada saat ini mungkin belum cukup efektif.

Dalam konteks ini, memahami korupsi melalui lensa psikoanalisis dapat memberikan wawasan baru. Teori Sigmund Freud menawarkan kerangka kerja untuk memahami motivasi dan perilaku manusia, yang dapat digunakan untuk memahami mengapa individu memilih untuk bertindak koruptif.

Dengan demikian, kami memilih topik ini dengan harapan bahwa pemahaman baru ini dapat digunakan untuk mengembangkan strategi pencegahan dan penanggulangan korupsi yang lebih efektif. Kami percaya bahwa dengan memahami penyebab dasar korupsi, kita dapat merancang solusi yang lebih tepat dan efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun