Mohon tunggu...
akmal
akmal Mohon Tunggu... -

Berbagi ilmu Adalah salah satu tujuan yang baik dan makmur💪

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Penjelasan Makan bersama Orang yang Sakit, Dalam Al-Qur'an

16 Desember 2018   00:57 Diperbarui: 16 Desember 2018   01:56 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang buta, pincang(cacat kaki), dan orang sakit boleh makan bersama orang yang sehat. para mukmin pada masa-masa pertama membawa orang cedera kerumah istrinya, anak-anaknya, kerabat dan teman-temannya. mereka memberi makan kepada orang-orang yang diajak itu. kemudian sebagian dari mereka, baik memberi makan ataupun yang diberi makan, menyanka bahwa yang demikian itu tidak dibenarkan oleh agama, maka Allah menjelaskan kebolehan ayat ini. 

Ada berpendapat baywa orang-orang yang cedera dan sakit enggan makan bersama orang yang sehat kerena orang yang buta itu mungkin aakan mengambil sesuatu yang diingini oleh temannya dengan tidak disadari dan orang cedera itu mungkin menimbulkan kesempitan tempat, sedangkan orang yang sakit dalam keadaan menjijikkan. berkenan dengan itu turun lah ayat ini.

Wa laa 'alaa anfusikum an ta'kuluu mim buyuutikum= Dan tidak ada keberatan bagimu makan dirumah mu sendiri.

tidak ada keberatan bagimu makan dirumah isterimu dan anak-anakmu. Tegasnya, yang dimaksudkan dengan "rumah-rumahmu" disini adalah rumah isteri dan rumah-rumah anakmu. sebab, rumah anak-anakmu dipandang sebagai rumahmu sendiri, mengingat sabda Nabi:

Anta wa maaluka li abiika= " Kamu dan hartamu adalah kepunyaan ayahmu".

Dan makan dirumah anak juga tidak merendahkan martabat dan kedudukanmu.

Au buyuuti aabaa-ikum au buyuuti ummahaatikum au buyuuti ikh- waanikum au buyuuti a-khawaatikum au buyuuti a'maamikum au btryuuti 'ammaatikum au buyuuti akh-waalikum au buyuuti khaalaatikum = Atau rumah bapakmu, atau rumah ibumu, rumah saudaramu I.el.ala atau rumah saudaramu perempuan, rumah pamanmu dari garis ayah atau garis ibu atau rumah bibimu garis ibu.     

Tidak ada keberatan kamu makan di rumah orang-orang, yang disebutkan dalam ayat ini, kecuali jika kamu mengetahui bahwa mereka tidak senanp, kamr makan ketika mereka tidak di rumah.

Au shadiiqikum= atau Rumah temanmu.

Tidak ada keberatan kamu makan dirumah teman-temanmu yang sudah sangat erat hubungannya denganmu, bila hal yang demikian itu kamu tahu temanmu jkhlas dengan adanya izin yang tegas ataupun dengan sikapnya. Pada suatu hari al-Hasan masuk rumahnya dan di dalamnya telah ada beberapa temannya yang akrab yang sudah mengambil beberapa keranjang makanan dari bawah tempat tidurnya dan memakannya. 

Melihat hal itu al-Hasan berseri-seri mukanya dan tertawa, seraya berkata: "Beginilah kami dapati sahabat Nabi satu sama lainnya. "Pada masa pertama seseorang masuk ke rumah temannya ketika pemiliknya sedang bepergian yang biasanya meminta makanan kepada pelayan dan mengambil sekadar yang diperlukan. Teman yang sangat akrab memang memiliki kedudukan yang tinggi bagi seseorang dan disamakan dengan saudara.  

Laisa 'alaikum junaahun an ta'kuluu jamii'an au asy-taatan = Tidak keberatan kamu makan bersama atau sendiri-sendiri.    

Ada riwayat yang menyebutkan bahwa segolongan Anshar, apabila didatangi tamu mereka mengajaknya makan bersama tamunya itu. Tetapi sebagian orang merasa keberatan, karena perbedaan keinginan dan selera.    

Firman Allah ini membenarkan mereka bersantap bersama, sebagaimana membenarkan mereka makan sendiri-sendiri. Sebagian orang pada masa lalu belum mau makan sebelum ada seorang teman yang datang untuk makan bersama.

Tegasnya, membenarkan lelaki dan perempuan makan bersama dalam saru meja. baik mereka sesama kerabat, mahram, ataupun teman.      

Fa i-dzaa da-khaltum buyuutan fa sallimuu 'alaa anfusikum = Apabila     kamu memasuki rumah-rumah tersebut ucapkan salnm atas dirimu (kepada    penghuni rumah).     

Apabila kamu masuk ke suatu rumah dari rumah-rumah yang telah diterangkan, maka berilah salam kepada para penghuninya yang dipandang sebagai dirimu sendiri. 

Pengertian sebagian ulama bahwa apabila kita masuk ke rumah- rumah tersebut dalam keadaan tidak ada orang, hendaklah kita mengucapkan assalaamu wa 'alaa 'ibaadillaahish shaalihiin, adalah tidak bersesuaian dengan umum ayat ini.   

Ringkasnya. firman Allah ini membenarkan kita makan di sebelas buah rumah dengan tidak perIu meminta izin, asal saja kita merasa bahwa pemiliknya tidak keberatan. Selain itu juga membenarkan kita membawa bersama-sama orang bura. orang cedera, dan orang sakit (berpenyakit) untuk disuguhi makanan, yaitu: 

  1.  di rumah anak-anak kita.  
  2. di rumah ayah-ayah kita. 
  3. di rumah ibu kita. 
  4. di rumah saudara-saudara leIaki kita. 
  5. di rumah saudara-saudara perempuan kita. 
  6. di rumah paman dari garis ayah. 
  7. di rumah bibi garis ayah. 
  8. di rumah paman garis ibu. 
  9. di rumah bibi garis ibu. 
  10. di tempat-tempat yang kita memegang kunci pintunya, seperti kita bertindak sebagai wakiI pemilik rumah. 
  11. di rumah teman akrab kita. dan hal ini apabila kita mengetahui teman kita itu benar-benar ikhlas. Kalau tidak, tentu kita haram memakan makanan miliknya.      

Tahiyyatam min 'indillaahi mubaarakatan thayyibatan  =Sebagai suatu     penghormatan dari Allah, yaitu salam yang mendapatkan berkat dan baik.  

Berilah salam kepada mereka dengan ucapan yang diperintahkan oleh Allah. yang mendatangkan keberkatan, kebajikan. dan pahala, serta menimbulkan rasa senang bagi mereka yang mendengarnya. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Jabir ibn Abdillah, dengan katanya:

img-20181216-005042-5c153f6c677ffb0828413839.jpg
img-20181216-005042-5c153f6c677ffb0828413839.jpg
Ka dzaalika yubayyinullaahu lakumul aayaati la'allakum ta'qiluun= Demikianlah Allah menjelaskan hukum-hukumNya dan adab-adab (etika) yang harus kamu lakukan; mudah-mudahan kamu memahami-Nya

Dengan penjelasan ini Allah menerangkan kepadamu tentang hukum syariat dan adab (akhlak) agama yang menuntun kamu kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, dengan harapan kamu memahami perintah, larangan, dan adab-adab- Nya.  Dalam ayat berikut, Allah menjelaskan keharusan bagi kita untuk meminta izin sewaktu akan meninggalkan majelis (pertemuan) yang dihadiri Nabi saw,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun