Mohon tunggu...
Akmal Niam Firdausi
Akmal Niam Firdausi Mohon Tunggu... -

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Dokter Tidak Menyebar, Mengapa dan Bagaimana

10 Mei 2016   16:50 Diperbarui: 10 Mei 2016   17:04 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah ada angin apa sudah 2 hari ini kompas mengHEADLINEKAN isu - isu riil di dunia kedokteran. Bagus kompas!!

[caption caption="Maldistribusi Dokter Indonesia "][/caption]Tempo waktu Kemenristekdikti ingin menambah jumlah FK dengan dalih dokter di Indonesia masih kurang, statement ini kemudian mental dengan statistik. Rasio dokter-rakyat Indonesia sudah MELEBIHI standar WHO. Sudah 1:2270 dari standar 1 : 2500. Menurut AIPKI, 4-5 tahun lagi bahkan bisa mencapai rasio 1 : 2000.
Tapi memang betul, kok rasanya masih saja kita sering dengar dan lihat bahwa daerah masih kekurangan dokter....

[caption caption="Lanjutan Artikel"]

[/caption]

[caption caption="Lanjutan artikel"]

[/caption]Ternyata sesuai judul headline di atas, permasalahan besarnya adalah karena dokter tidak menyebar sebagaimana mestinya. Dokter menumpuk di perkotaan, ada hampir 500 puskesmas yang tidak memiliki dokter, tetapi di DKI ada Puskesmas yang memiliki hampir 20 dokter. WAWwww
Sebetulnya banyak dokter yang ingin mengabdi ke daerah, tapi terlalu banyak kendala yang muncul. Jangan dulu bicara soal gaji, minimnya fasilitas kesehatan di daerah umumnya menjadi hal krusial yang dipertimbangkan dokter. Berdasarkan data yang dihimpun oleh ISMKI, kita mendapatkan masih ada puskesmas yang tidak memiliki listrik. Banyak yang tidak memiliki alat poli standar, ada yang tidak memiliki tensi meter bahkan ada yang tidak punya stetoskop. Susah ya...

Permasalah lain adalah bervariasinya dukungan dan koordinasi lintas sektor di daerah, ini sungguh menghambat dan menurunkan outcome kerja tenaga medis. Dan bahkan yang paling dasar bagi sebagian besar orang yakni rasa aman saat mengabdi. Banyak sekali para pengabdi yang terserang penyakit2 berat di daerah dan lalu tidak tertolong. Ada juga dokter yang tidak merasa aman selama melayani karena ancaman dan tingkah laku sebagian masyarakatnya. 

Dokter di daerah juga menjadi lepas terhadap fungsi pencegahan penyakit dan promosi kesehatan. Wong sehari seorang dokter bisa menangani sampai 100 pasien, mana sempat melakukan hal hal lain. Ini juga yang membuat BPJS jebol terus, ruginya triliunan sampai harus menaikkan premi. Senantiasa menangani hilir tanpa memperbaiki hulu...

Soal persebaran dokter ini, pemerintah sebetulnya juga berusaha berinovasi salah satunya lewat Nusantara Sehat yang menjadi program lanjutan Pencerah Nusantara. Tapi sedihnya, program yang digadang2 sukses ini tak mampu menarik minat para dokter. Prof Nila dan Prof. Akmal saat ditemui terpisah di Kemenkes dan RSP Unpad pusing soal ini, karena ribuan tenaga medis lain telah mendaftar, tapi hanya belasan dokter yang mendaftar dari ratusan yang ditargetkan. Mungkin program ini kurang promosi atau mungkin program ini punya masalah yang sama dengan niat dokter yang ingin mengabdi ke daerah. Yang jelas, pemerintah sampai saat ini masih kehabisan akal untuk pemerataan dokter. Aneh ya? Hehe

Solusi memang harus difikirkan bersama. Mahasiswa kedokteran termasuk saya mesti punya niatan untuk menyebar ke daerah daerah, kita harus membangun motivasi secepat mungkin bahwa masyarakat di Sulawesi Barat yang per 10.000 orang ditangani 1 dokter, daerah2 kepulauan dan ujung ujung daerah Indonesia juga membutuhkan pengabdian dokter serta tenaga medis lainnya.
Menjamurnya niat tadi mesti diiringi dengan keseriusan pemerintah untuk memotivasi dokter ke daerah.
Perbaikan fasilitas kesehatan, penjaminan keamanan baik dari penyakit atau ancaman lain, dukungan lintas sektor adalah hal pokok yang harus diperbaiki oleh pemerintah. RAPBN kesehatan yg skrg sudah lebih dari 5% harus dialokasikan dengan tepat. Semoga... 

Solusi yang sebetulnya sudah coba diterapkan sejak bahkan sebelum zaman ayah saya kuliah kedokteran, yakni penerimaan mahasiswa kiriman daerah. Sesungguhnya hal ini cukup efektif asal jelas di awal. Kesepakatannya, saling pengertiannya.

Cukup banyak dokter yang setelah lulus kembali ke daerah masing-masing.
Solusi ini bahkan dikembangkan dengan sangat baik oleh FK Unpad dengan memberikan beasiswa bagi mahasiswa kedokteran yang setuju untuk mengabdi di daerah kelak. Well done gan.
Sayangnya sekali lagi, akan jadi sia sia kalau pemerintah tidak serius memperbaiki semua hal yang menunjang pelayanan medis. Bisa apa dokter itu nanti kalau di puskesmas daerahnya tidak ada stetoskop? Tidak ada tensimeter? Tidak ada listrik?... Sinergisme sdm dan dukungan pemerintah adalah intinya.

Untuk masyarakat Indonesia, rasanya kontribusi terbaik adalah dengan tetap menjaga kesehatannya, jasmani dan rohani. Menjaga pola hidup, pola makan, kebersihan, ketenangan hati, imunisasi anak, periksa kehamilan dengan rajin dan kebiasaan kebiasaan baik lainnya.
Sungguh para dokter di daerah akan sangat bahagia saat masyarakatnya sehat selalu :")

Terakhir apresiasi kami berikan kepada para jurnalis kompas yang sudah 2 hari ini sukses menembus headline, mungkin bisa sekalian lanjut membongkar BPJS - KIS - RS - DLP - dkk
Isu tembakau juga menarik sekali lho pas kompas :3

Sekian sekali lagi semoga bisa ditangkap maksud positifnya dan dimaafkan segala kekurangannya, maaf panjang lebar.

Hidup mahasiswa!!
Hidup rakyat Indonesia!!

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun