Mohon tunggu...
Muhammad Akmal Latang
Muhammad Akmal Latang Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Melihat hidup ini dari perspektif sendiri, bukan mata orang lain

Kebaikan dan niat baik jangan dilihat darimana sumbernya !

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Refleksi Akhir Tahun 2018, Jokowi Masih Gagal?

31 Desember 2018   09:37 Diperbarui: 31 Desember 2018   09:40 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak lama lagi kalender 2018 akan ditutup untuk memasuki tahun baru 2019, sebelum meninggalkan tahun 2018, mari kita kembali menyegarkan ingatan tentang apa saja kehebohan yang terjadi di negeri ini dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, mengenai keberhasilan, tentunya tak banyak yang dilakukannya, mungkin hanya bagi-bagi sepeda dan sertifikat yang tentu saja bukan tugas seorang presiden.


Berbicara keberhasilan seorang pemimpin suatu negara, berarti kita membicarakan hal yang dianggap vital bagi negara, mulai dari keadaan perekonomian, ketahanan pangan, demokrasi, hukum, infrastruktur dan keadaan sosial masyarakat.

Baik, kita mulai dari keadaan perekonomian Indonesia, tahun 2018 merupakan tahun bersejarah pasca orba, pasalnya keadaan rupiah terjun bebas hingga melampaui Rp. 15 ribu, dampaknya, harga barang impor makin naik, sistem perdagangan luar negeri makin kacau dan jumlah hutang dan bunga hutang yang harus dibayar tahun ini oleh meningkat, sungguh kenangan pahit bagi Indonesia.

Selanjutnya masih di bidang ekonomi, utang indonesia selama rezim ini meningkat sekitar 69% yakni Rp 1.814,66 triliun dari yang sebelumnya hanya Rp 2.601,72 triliun pada tahun 2014 (sumber: detik finance 21/10/18) dari data ini Jokowi berhasil di cap sebagai presiden RI dengan rasio hutang terbesar bahkan beberapa artikel pemberitaan membocorkan data utang Indonesia sudah bertengger di angka Rp 5.000 triliun sebagai negara yang kaya akan hasil bumi, hal ini jelas memalukan.

Selanjutnya dari segi ketahanan pangan, sekali lagi Indonesia jauh dari kata swasembada pangan, namun yang memilukan adalah maraknya impor pangan dan hasil bumi bahkan saat para petani panen yang mengakibatkan harga jual hasil bumi oleh petani anjlok dan merugi, yang mengherankan malah harga pangan di pasaran menunjukkan kenaikan yang membabi buta, hal ini membuat nama pemerintah semakin buruk di mata rakyat.

Semakin sulitnya biaya hidup di Indonesia bahkan ditunjukkan oleh lembaga survei dari Indikator Politik Indonesia dilansir dari Kompas.com (18/10/18) menunjukkan bahwa masyarakat merasa semakin sulit, hanya 18% kalangan masyarakat yang merasa biaya hidup terjangkau, survei tersebut juga menunjukkan 54% responden merasa mencari lapangan pekerjaan semakin sulit, hanya 14% yang merasa mencari kerja mudah, sekali lagi pemerintah gagal dalam hal ini.

Selanjutnya dari segi demokrasi, Indonesia terbilang gagal memelihara demokrasi, dimana kebebasan berpendapat dicekam dan kritik sangat dibenci, terlihat beberapa kali aksi demokrasi berakhir rusuh yang dimulai oleh pihak kepolisian, persekusi dimana mana, walau secara hukum aksi demonstrasi ini harusnya dilindungi, namun aparat malah menutup mata dan berbuat semaunya demi melindungi kekuasaan.

Kemudian penyelesaian kasus kasus pelanggaran HAM juga tak kunjung menunjukkan ada kemajuan, semisal kasus kerusuhan mei 98, trisakti, semanggi 1 dan 2, Talangsari Lampung, Tanjung Priok dan tragedi 1965 yang pernah dijanjikan oleh Jokowi-JK sebelum terpilih menjadi Presiden RI belum ada penyelesaian hingga saat ini, pasalnya beberapa oknum yang diduga kuat terlibat pada kasus tersebut saat ini berada di pihak pemerintah.

Tidak sampai disitu, sistem hukum yang tebang pilih juga diperlihatkan oleh rezim saat ini,  dimana hukum yang semakin tajam kebawah dan tumpul keatas berhasil memakan korban yang tidak sedikit, semisal kejadian yang menimpa penyidik senior KPK Novel Baswedan yang dijanjikan oleh pemerintah untuk segera diselesaikan, hingga saat ini juga tak menunjukkan adanya kemajuan, sebagai negara demokrasi, sekali lagi rezim ini gagal memberikan rasa aman bagi rakyatnya.

Selanjutnya pembangunan Infrastruktur yang kerap kali dijadikan senjata untuk meningkatkan simpati masyarakat terhadap pemerintah pun sebenarnya menunjukkan beberapa kejanggalan, pasalnya data yang beredar di publik terkait pembangunan infrastruktur yang diresmikan oleh Jokowi ternyata kebanyakan bukanlah hasil kerja dari rezim ini, hanya ada beberapa yang benar dibangun oleh pemerintah kali ini, namun karena terlalu dipaksakan selesai secepatnya, maka kualitas bangunan pun menurun dan tak sedikit yang berakhir dengan kerusakan yang memakan korban.

Dari sisi pendanaan pun pembangunan infrastruktur ini dinilai sangat dipaksakan, pasalnya dana yang digunakan oleh pemerintah ternyata tak diperuntukkan untuk hal tersebut, sebagai contoh, BPJS yang mengalami defisit karena dana untuk kesehatan dialihkan ke Infrastruktur (Sumber: tribunnews.com 21/03/18), namun yang paling memilukan yakni pernyataan Presiden yang seakan-akan acuh tak acuh terhadap hal ini, hal ini mengakibatkan kualitas pelayanan kesehatan semakin menurun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun