Mohon tunggu...
Muhammad Akmal Latang
Muhammad Akmal Latang Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Melihat hidup ini dari perspektif sendiri, bukan mata orang lain

Kebaikan dan niat baik jangan dilihat darimana sumbernya !

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Antara Nyinyir dan Kritik, Petahana Menunjukkan Kemunduran Demokrasi

4 Desember 2018   06:40 Diperbarui: 4 Desember 2018   06:42 972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kemunduran Demokrasi. Gambar: tempo.co

Sebagai negara demokrasi, kondisi Indonesia menjelang pilpres 2019 ini semakin menunjukkan kemunduran Demokrasi, dimana yang melakukan kritik terhadap kebijakan pemerintah malah dituduh makar, bukankah demokrasi sendiri berarti pemerintahan yang memberikan hak yang setara setiap warga negara baik dalam mengambil keputusan demi terwujudnya kehidupan bermasyarakat yang adil dan makmur?

Bersumber dari Wikipedia, Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung maupun diwakilkan dalam perumusan, pengembangan dan pembuatan hukum, Lalu apa yang salah dari kritik yang dilantunkan oleh masyarakat kepada pemerintah? Trus apa yang membuat pemerintah dan pendukungnya kepanasan ketika ada yang melakukan kritik?

Bukankan yang mereka kelola adalah uang rakyat Indonesia? Bukankah itu hak rakyat? Mereka hanya dipercaya oleh rakyat mengelola hasil SDM dan SDA di Indonesia jadi wajar dong jika rakyat kritik bahwa ada kesalah urusan di tubuh pemerintahan ini? Kenapa mereka harus dikatakan makar ?

Namun bukannya pemerintah berbenah diri malah menganggap rakyat yang melakukan kritik itu tidak beretika dan bahkan capres petahana mengatakan mereka itu buta jika tidak bisa melihat keberhasilan dari rezim saat ini, apakah rakyat yang buta atau penghuni istana yang tidak bisa melihat penderitaan rakyat? Rakyat yang merasakan bukan mereka.

Tiap kali kritikan dilantunkan kepada petahana selalu dinafikan, ketika buruh dan pegawai honorer melakukan demonstrasi mereka malah cuek, lalu di mana perhatian pemerintah terhadap nasib rakyat tertindas? Okelah kalau data yang dikeluarkan oleh survei milik pemerintah terkesan bagus, yah memang siapa yang mau mengatakan kinerja dirinya jelek?

Niat baik untuk menerima kritikan dan mengevaluasi diri tak kunjung ditunjukkan oleh pihak pemerintah, buktinya belum ada kebijakan yang jelas terkait perlindungan buruh yang hak nya diambil oleh asing, belum ada kebijakan yang jelas dikeluarkan terkait nasib para guru honorer yang telah mengabdi demi mencerdaskan kehidupan bangsa.

Jadi wajar jika aksi 212 yang dihadiri puluhan juta orang dalam narasinya ingin ada perubahan dalam tubuh pemerintah, maraknya persekusi terhadap ulama bahkan sampai pembunuhan ulama yang hingga kini pelakunya masih belum bisa diadili membuat sebagian besar umat merasa resah, tidak ada yang salah dalam hal ini.

Jika yang telah merasakan penindasan dan ketimpangan melakukan kritik itu hal wajar, yang tidak wajar adalah saat pendukung petahana melemparkan nyinyiran terhadap Prabowo yang jelas jelas mereka tidak ketahui sosok beliau, mereka belum pernah merasakan dibawah pemerintahan Prabowo, mereka tidak termasuk pegawai ataupun anggota dari organisasi yang dipimpin beliau, lalu mereka tau apa hingga bisa melemparkan kritikan yang membabi buta.

Sebelumnya kita harus pahami perbedaan antara nyinyir dan kritik, yang dimaksud dengan nyinyir yakni melakukan kritikan secara terus menerus sedangkan kritik adalah tentang penganalisaan dan evaluasi terhadap sesuatu dengan tujuan memperbaiki atau meningkatkan agar sesuatu itu menjadi sesuatu yang baik.

Penulis tidak mengatakan tidak ada dari pendukung Prabowo yang melakukan kesalahan atau nyinyir terhadap pemerintah, namun jika kita melihat secara garis besar baik seluruh aksi nyata maupun postingan di media sosial oleh pendukung kedua kubu capres kali ini masih lebih rasional kritikan yang dilakukan para pendukung Prabowo.

Para pendukung kedua kubu tentu masih banyak yang melakukan negatif campaign, namun bedanya pendukung Prabowo melakukan kritikan terhadap dampak dari kebijakan pemerintah yang membuat masyarakat semakin terjepit serta pernyataan pendukung petahana yang kebanyakan tidak masuk akal bahkan jauh dari realitas, sedangkan pendukung petahana kampanye negatifnya kebanyakan kearah karakter seorang Prabowo, bukan pada program dan aksi aksi yang dilakukan, hal ini jelas karena seluruh program aksi yang dilakukan oleh tim Prabowo-Sandi menuai banyak kesuksesan.

Tidak usah penulis menjelaskan panjang lebar tentang hal tersebut, toh semuanya sudah banyak beredar di media sosial, setiap aksi yang dilakukan oleh pendukung Prabowo-Sandi selalu lebih unggul dibanding dengan aksi tandingan yang dilakukan pendukung Jokowi.

Penulis tentu tidak menginginkan adanya perpecahan, penulis bukan fanatik tapi mencoba lebih rasional aja, Mohon maaf jika tulisan saya terlalu jujur, disarankan bagi pendukung fanatik Jokowi agar sarapan terlebih dulu, karena marah butuh tenaga, salam damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun