Mohon tunggu...
Muhammad Akmal Latang
Muhammad Akmal Latang Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Melihat hidup ini dari perspektif sendiri, bukan mata orang lain

Kebaikan dan niat baik jangan dilihat darimana sumbernya !

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kontrak Pembangunan Desa oleh Prabowo Subianto

1 Desember 2018   13:02 Diperbarui: 1 Desember 2018   13:17 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Prabowo Mari Membangun Bangsa. Foto: Istimewa

Jika berbicara pembangunan desa yang terlintas di pikiran penulis yakni Anggaran Desa yang digelontorkan pemerintah yang mencapai 1 Miliar lebih tiap tahunnya, namun mari kita flashback siapa yang punya ide dan siapa yang pernah berjanji dalam hal mensejahterakan pedesaan sebelum pilpres 2014

Penulis merujuk pada artikel tribunnews.com bahwa ide 1 milyar 1 desa ini telah dicetuskan oleh soetrisno bachir pada tahun 2009, namun kembali dikampanyekan secara serius oleh Prabowo Subianto sejak Oktober 2013 dengan mengirimkan surat resmi dari Partai Gerindra kepada seluruh kepala desa yang berjanji akan memperjuangkan dana untuk desa lebih dari 1 miliar tiap desa, namun pemerintah mengeluarkan Undang-undang desa yang disahkan pada 18 Desember 2013.

Dalam sebuah buku karangan entang sastraatmadja lulusan fakultas pertanian IPB tahun 1981 terbitan tahun 2014 beliau sempat menceritakan tentang hal ini, ini yang membuat saya semakin tertarik mengetahui apa yang diimpikan Prabowo Subianto.

Lewat kontrak politiknya dengan perwakilan kepala desa yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI), Asosiasi Kepala Desa (AKD), dan Parade Nusantara, Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) secara tegas menyatakan akan menyalurkan dana APBN sebesar 1 milyar rupiah per desa untuk setiap tahunnya.

Dalam waktu yang bersamaan Prabowo juga mengadakan kontrak politik dengan Kontak Tani dan Nelayan Andalan Nasional (KTNA), Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), dan Koperasi Unit Desa (KUO) yang dijanjikan akan menerima dana APBN sekitar 250 hingga 500 juta rupiah per tahunnya.

Penyaluran dana APBN langsung ke desa adalah sebuah jawaban atas suasana ketidakadilan pengucuran anggaran pembangunan, dimana tercatat 60% beredar di Jakarta: Menghadapi masa depan, sudah waktunya haluan ekonomi bangsa diubah. Masyarakat desa harus diberdayakan agar memiliki daya beli.

Bila daya beli meningkat, maka permintaan akan naik, perekonomian dapat tumbuh dengan pesat. Yang tak kalah penting untuk dicatat, pola penyaluran dana dari pusat ke daerah terekam banyak yang dikorupsi oknum-oknum pejabat pemerintah, baik di provinsi atau kabupaten/kota.

Semangat Prabowo Subianto untuk membangun desa dan masyarakatnya jelas memperlihatkan keberpihakan dan kecintaannya terhadap masyarakat akar rumput yang selama dikesankan menjadi korban pembangunan. Disisi lain, masih berlangsungnya pembahasan yang berkepanjangan tentang Undang-undang Desa di DPR (atau bahkan masih dalam penuntasan Naskah Akademik di Kementerian Dalam Negeri), bukan berarti para pengusul undang-undang tentang desa ini lantas berleha-leha.

Namun, seiring dengan semangat yang menyertainya, mereka terus bergerak, tetap bergerilya, dan tak pernah lelah untuk mengingatkan pemerintah akan pentingnya segera dilahirkan regulasi tentang desa ini. Pelan tapi pasti, mereka tampak berjuang tanpa rasa lelah. Di tengah-tengah kehidupan bangsa yang semakin sofistikasi, rupanya muncul sikap dari sebagian masyarakat untuk menghargai nilai-nilai kehidupan yang alami dan lingkungan yang asri.

Dari sekian banyak pilihan yang dapat dilakoni, upaya "mengemas desa" merupakan alternatif yang kini banyak ditempuh. Orang-orang mulai merindukan kembali suasana pedesaan yang penuh dengan kedamaian. Orang pun mulai menyadari bahwa hiruk pikuk dan keramaian metropolitan benar-benar sangat membosankan.

Akibatnya wajar jika dalam beberapa tahun belakangan ini, kita saksikan betapa banyaknya kreativitas yang dilakukan oleh berbagai kalangan dalam melakukan pengemasan terhadap desa ini.

Salah satunya adalah apa yang dapat kita rasakan di daerah wisata Kampung Sampireun yang terletak di Garut, Jawa Barat. Di lokasi ini kita dapat nikmati kesegaran udara yang bebas dari kebul knalpot mobil atau motor. Pengemasan lokasi yang bercirikan rumah panggung diatas kolam lengkap dengan ikan-ikan yang dibiarkan hidup bebas, menyebabkan suasana kedamaian pun semakin kuat dalam pesona alam raya.

Mengemas desa untuk dijadikan konsumsi orang kota, boleh Jad1 merupakan peluang bisnis yang dapat dijadikan opsi. Warga kota kelihatannya butuh sebuah suasana yang berbeda dengan kondisi kesehariannya. Mereka butuh aura baru yang tentu saja dapat membantunya dari kungkungan beton-beton yang melingkupi tempat kerja sehari-harinya Mereka pasti ingin merasakan bagaimana semilirnya angin pegunungan yang dingin. Mereka tentu ingin mendengar lagi kicau-kicau burung yang sempat dialami ketika masa kecilnya.

Fenomena Kampung Sampireun di Garut, Jawa Barat, atau daerah wisata lain-nya, adalah bukti nyata bahwa kita mampu mengatasinya dan menjadi serbuan warga kota guna mengisi waktu liburannya. Mengemas desa agar benar-benar layak untuk menjadi konsumsi warga kota tentu bakal membutuhkan sentuhan khusus dari mereka yang akan melakukannya.

Masalahnya pasti bukan hanya sekedar mengedepankan sisi bisnis semata, namun yang , lebih penting lagi adalah sampai sejauh mana kita mampu menciptakan nilai-nilai budaya yang menjadi ciri pedesaan itu sendiri.

Disini kehadiran mereka yang mengerti dan memahami budaya lokal pedesaan lengkap dengan kearifan lokalnya menjadi sangat penting. Mereka diharapkan mampu menciptakan suasana agar nuansa perdesaannya betul-betul tercermin dalam penataan fisik yang dilakukannya.

Setiap proses transformasi struktural cenderung bakal membawa perubahan. Kalau saja kita tidak pintar-pintar menyikapi perubahan itu, boleh jadi kita dapat tergulung oleh perubahan tersebut sekaligus juga meminggirkan nilai-nilai budaya lokal yang selama ini kita miliki.

Oleh karena itu, langkah untuk mengemas desa agar tetap mampu memperlihatkan nilai-nilai keasrian yang melekat di dalam kehidupan masyarakatnya yang pada hakekatnya merupakan langkah yang positif untuk dikembangkan.

Justru yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah sudahkah hal-hal yang demikian dijadikan prioritas oleh pemerintah? Atau belum, dimana pemerintah sendiri malah tidak memikirkan hal yang demikian? Nah, jika kalimat yang terakhir jawabannya, maka betapa sedihnya kita semua.

Semoga tidak begitu. Gebrakan Prabowo membuat kontrak politik pada 2013 lalu, diharapkan mampu menjadi "perangsang" bagi para tokoh nasional untuk melahirkan terobosan-terobosan cerdas lainnya.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun