Memasuki ajang Pilpres yang diadakan setiap 5 tahun sekali di Indonesia tentu saja ada perbedaan atmosfer pada masa kampanye, pemilu 2004 yang pertama kalinya rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presidennya disusul pada tahun 2009 dan 2014, namun suasana menghadapi ajang Pilpres tahun 2019 ini ada hal yang mencolok diantaranya peran ulama dan umat beragama.
Peran ulama sebagai tokoh muslim yang juga mayoritas di Indonesia merupakan sesuatu yang esensial pada Pilpres kali ini, pasalnya jumlah umat muslim di Indonesia menguasai hampir 80% dari total populasi serta didominasi atas 2 organisasi besar yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Beberapa pihak telah mengklaim bahwa anggota yang tergabung Nahdlatul Ulama (Nahdliyin) memegang skala terbesar yakni 40% dari total populasi muslim sedangkan Muhammadiyah sebesar 30% dan sisanya terbagi menjadi beberapa organisasi.
Sepak terjang Jokowi sebagai kandidat petahana sudah terbaca sejak awal dengan mengangkat kiai Ma'ruf amin sebagai cawapres yang juga merupakan tokoh Nahdlatul Ulama dan ketua Majelis ulama Indonesia, keputusan ini terbaca ingin memanfaatkan kekuatan suara NU sebagai ormas islam terbesar karena ketakutannya akan aksi aksi keagamaan yang digelar berbagai ormas islam di indonesia yang juga menginginkan Presiden baru.
Namun karena Kiai Ma'ruf amin setuju mendampingi Jokowi maka suara Nahdliyin kembali terpecah ditandai dengan adanya video pernyataan pendiri NU di Jawa Timur tentang sepak terjang Ma'ruf Amin yang telah berkhianat terhadap NU dengan mengendarai jabatan Rais Aam untuk mencapai jabatan politis, hal ini tentunya mengurangi peluang Jokowi menguasai 40% suara muslim.
Suara Ulama Muhammadiyah sendiri boleh dibilang tidak lagi memihak dengan Jokowi dan lebih condong ke Prabowo hal ini dipicu oleh pernyataan Mahfud MD tentang keputusan cawapres Jokowi, walaupun beberapa aktivis Muhammadiyah berhasil digerakkan untuk mendeklarasikan Jokowi.
Keputusan Jokowi dicurigai menggunakan salah satu ormas Islam yang cenderung membuat umat muslim di Indonesia terpecah, hal ini juga dipicu dengan aksi aksi yang dilakukan oleh pendukungnya hanya untuk menunjukkan ketakutan diantara umat beragama dengan melakukan pembakaran, persekusi ulama, dan semua golongan yang berseberangan dengannya.
Dukungan Ma'ruf Amin sebagai cawapres sekaligus ketua MUI pun menjadi polemik di tengah masyarakat, pasalnya tokoh agama yang dikenal dengan fatwa fatwanya itu terkesan memaksakan mendukung Jokowi, pasalnya komentar Ma'ruf amin terkait peluncuran mobil esemka akhirnya terbukti hoaks yang katanya akan diluncurkan bulan oktober namun memasuki bulan november belum juga terealisasi, jadi tidak bisa disalahkan opini masyarakat bahwa mobil esemka hanya jualan politik Jokowi sejak tahun 2014 dan Ma'ruf amin mengikuti jejak tersebut.
Berbagai kontra politik yang membuat kandidat petahana dan pendukungnya ketar ketir akhirnya mencoba membalikkan persepsi masyarakat dengan menebarkan fitnah keji bahwa Prabowo ingin mendirikan negara khilafah, padahal sangat tidak masuk akal Prabowo yang pernah mengatakan sendiri bahwa ilmunya dibidang agama sangat sedikit dan beliau selalu meminta nasehat dari para kiai.
Tuduhan pihak petahana yang mengatakan bahwa Prabowo ingin mengganti sistem pancasila dengan sendirinya terbantahkan jika dilihat dari orang orang sekitar Prabowo yang beragama non-Muslim bahkan keluarganya sendiri, sedang prabowo masih sering mengatakan bahwa yang ingin diganti adalah sistem ekonomi Indonesia yang saat ini melenceng dari UUD dan Pancasila.