Berbicara tentang calon presiden 2019-2014 berarti berbicara tentang kemampuan dalam memimpin negara serta membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, jadi sebagai referensi, penulis mencoba mengulas tentang siapa siapa saja ekonom yang ada di pihak Jokowi dan Prabowo agar lebih mudah kita menentukan mana yang lebih mumpuni untuk mengatur ekonomi negara.
Pertama dari pihak jokowi sebenarnya tidak ada catatan konkrit siapa ekonom yang menjadi ujung tombak pemenangan Jokowi ma'ruf namun Ma'ruf amin telah mengatakan bahwa pihaknya akan memaksimalkan landasan ekonomi yang telah dibangun oleh Jokowi jadi yang dimsksud adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Sri Mulyani sempat direkrut menjadi managing director sekaligus chief operating officer oleh Bank Dunia di tahun 2010 bahkan pernah mendapat julukan menteri keuangan terbaik di asia versi surat kabar Emerging Markets tahun 2007 dan 2008, namun dibalik prestasinya tersebut, sebagai menteri keuangan di era Jokowi ia bahkan tidak berkutik menghadapi perang dagang yang mengakibatkan rupiah makin ambruk hingga ke angka 15.300 rupiah yang juga dipicu oleh para pemegang kekuasaan yang terus melakukan import import yang tak penting sebagai negara agraris.
Bahkan menurut Edy Mulyadi (direktur Center of Economic and Democracy Study atau CEDeS) ia mengungkapkan bahwa Sri Mulyani memang hebat tapi hanya atas nama investor pembeli obligasi dan juga atas nama Dana Moneter Internasional (IMF) (sumber) yang dalam sejarah pernah membawa indonesia diambang krisis moneter tahun 97, karena mazhabnya yang tidak cocok dengan Indonesia yaitu Mazhab ekonomi kapitalisme dan neoliberalisme.
Prabowo sendiri tidak bisa diremehkan pengetahuannya di bidang ekonomi, selain ia sebagai pebisnis sukses serta pengelolaan partai dan organisasi yang dipimpinnya sangat baik ia juga merupakan anak dari begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo yang sudah tiga kali menjabat sebagai menteri serta menjadi konsultan ekonomi di berbagai negara, dari ayahnya-lah Prabowo banyak belajar tentang sistem perekonomian yang cocok diterapkan untuk Indonesia.
Selanjutnya kita bahas ekonom di pihak Prabowo;
- Fuad Bawazier merupakan menteri keuangan di era Soeharto yang hanya menjabat beberapa bulan tugasnya untuk menyelesaikan krisis moneter yang melanda indonesia tahun 1998, misinya pun terbilang berhasil membawa indonesia keluar dari puncak krisis moneter walaupun secara bertahap, bahkan keberhasilannya dapat dilihat dari perolehan Tax Ratio yang mencapai 13% dan angka ini masih jauh dari Tax Ratio era Jokowi yakni 10%, jadi tidak bisa diragukan lagi kemampuan Fuad Bawazier di bidang ekonomi.
- Drajad Wibowo merupakan ekonom INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) selain itu ia juga sempat menjabat sebagai komisaris BNI, Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, Ketua Dewan Informasi Strategis dan Kebijakan Badan Intelijen Negara dan masih banyak lagi prestasi serta pengalamannya di bidang ekonomi.
- Kwik Kian Gie, siapa yang tak kenal dia, salah satu ekonom yang keras mengkritik setiap kesalahan pengelolaan ekonomi negara, memang betul ia adalah keturunan tionghoa namun jiwanya nasionalis terbukti pada pengabdiannya sebagai asisten di kedutaan RI di Den Haag, setelah itu kembali ke tanah air dan terpilih sebagai Wakil Ketua MPR Â tahun 1999 namun karena pemikirannya di bidang ekonomi terbilang cemerlang ia lalu diangkat menjadi menteri Ekonomi pada tahun 1999 serta berperan penting terhadap keberhasilan Indonesia untuk bangkit dari krisis moneter kemudian pada tahun 2001 ia juga mendapat kepercayaan oleh Megawati untuk menduduki jabatan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional tahun 2001.
Bergabungnya Kwik Kian Gie di kubu Prabowo bukan tanpa sebab tapi ia menyatakan pemikirannya tidak lagi diterima oleh pemerintah terlebih lagi sejak beberapa tahun terakhir ia sering memberikan kritik terhadap cara pengelolaan ekonomi Indonesia yang salah di era Jokowi (Sumber).
Prabowo sendiri sangat sering mengungkapkan bahwa sistem ekonomi Indonesia saat ini salah dan cenderung bermazhab neolib yang tidak akan cocok diterapkan di Indonesia karena Indonesia membutuhkan sistem ekonomi kerakyatan yakni sistem ekonomi sesuai UUD 1945 pasal 33, serta diambil yang terbaik dari kapitalis dan sebagian yang terbaik dari sosialis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H