Menurut penulis, banyak aktivis di Papua yang sekarang ini sedang “buta sejarah” terkait integrasi Papua ke Indonesia, sebab proses integrasi tersebut sudah final dan sudah sah Indonesia memiliki Papua, walaupun saat ini selalu dipolitisasi bahwa yang terjadi bukan integrasi melainkan dekolonisasi.
Dalam buku berjudul “Internasionalisasi Isu Papua : Aktor, Modus, Motif Sebuah Antologi tentang Upaya Memisahkan Papua Dari Kedaulatan NKRI” yang diterbitkan LKBN Antara beberapa tokoh di Papua dan luar Papua antara lain menyatakan “Saya tidak tahu persis sampai kapan KNPB (sayap politik OPM) terus menolak kebaikan. Mungkin masih mencari sesuatu yang belum mereka peroleh” kata Uskup Jayapura Mgr. Leo Laba Ladjar, OFM.
Sementara itu, Dekan Fisip Uncen Jayapura, Prof. DR. Dirk Veplum, MS mengatakan “Jika dialog dilaksanakan dalam rangka mencari solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tanah Papua, pasti Pemerintah Pusat akan melaksanakannya. Tapi jika dialog untuk meminta referendum atau merdeka itu impossible”.
Seorang pengamat hukum internasional yang tinggal di Jayapura, Papua mengatakan, pemerintah PNG tidak terlalu tertarik dengan diplomasi OPM dan tentu tidak semua negara MSG sependapat ULMWP akan menjadi anggota penuh mereka, karena hal tersebut sudah menyangkut urusan kedaulatan sebuah negara yang sudah semestinya dihormati oleh negara lainnya.
Selama ini, KTT MSG dilihat oleh OPM dan pendukungnya seperti ULMWP, KPNB dll adalah peluang untuk menginternasionalisasikan isu Papua. Untuk tujuan itu, para tokoh Papua merdeka sudah bergerilya ke negara-negara anggota MSG. Tujuan mereka, dengan menjadi anggota MSG, ideologi Papua merdeka akan diperjuangkan sama-sama dengan lima negara MSG.
Selama ini sebagai bukti ULMWP ataupun KNPB bahkan OPM/GSP tidak mengerti sejarah Papua ataupun sejarah organisasi yang diterima sebagai anggota MSG, karena aktivis separatis Papua selalu mencontohkan FLNKS dari Kaledonia Baru yang dimasukkan sebagai anggota MSG.
Padahal, walaupun Kaledonia Baru keanggotaannya dalam MSG diwakili oleh Front de Liberation National Kanak Socialiste (FLNKS), namun hingga kini FLNKS tetap menjadi bagian integral dari bangsa Kaledonia Baru. Oleh karena itu, jika para pendukung separatis Papua yang diwakili ULMWP ingin bergabung dalam MSG dengan harapan agar Papua bisa menjadi negara sendiri, itu hanyalah harapan semu.
Bertolak dari hal tersebut diatas, hampir dapat dipastikan manuver Goliath Tabuni dan KNPB ataupun ULMWP akan gagal, dan sebaiknya masyarakat Kota Wamena tidak menggubris atau tidak mengikuti aksi unjuk rasa KNPB yang akan diselenggarakan pada tanggal 17 Januari 2017, sebab unjuk rasa tersebut hanya politisasi masalah Papua.
Penulis yakin masyarakat Wamena percaya bahwa Indonesia dibawah Jokowi akan terus memperhatikan masalah Papua secara serius dan akan terus membangun Papua. Untuk apa ikut OPM/GSP ataupun KNPB yang hanya menawarkan harapan semu dan mimpi busuknya, dan lebih baik masyarakat Papua bersatu mendukung pemerintahan Jokowi memajukan Papua. Semoga.
*) Penulis adalah pemerhati masalah Papua di LSISI Jakarta. Tinggal di Bandung, Jabar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H