Mohon tunggu...
Akmal Aqil Wahyu
Akmal Aqil Wahyu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis Lepas

Merayakan bertambahnya usia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kritik Akademis, Apakah Harus Membangun?

4 Juni 2024   23:29 Diperbarui: 5 Juni 2024   00:31 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam kegiatan sehari-hari, kita banyak melakukan hubungan sosial dengan orang lain. Tak jarang pada saat berhubungan itu ada ketidakcocokan antara akal pikiran kita dengan perilaku atau perkataan orang lain. Kemudian kita sering menyampaikan ketidakcocokan dalam bentuk kritikan.

Kejadian tersebut juga banyak terjadi pada saat proses pembelajaran, baik di sekolah, kampus, atau bahkan di pondok pesantren. Dengan adanya saling kritik diharapkan nalar kritis dapat tumbuh di setiap siswa. Dengan nalar kritis yang sudah tumbuh, maka akan ada banyak hikmah yang didapat.

Namun, seringkali orang-orang tidak memahami substansi dari kritik yang disampaikan. Mereka seringkali berfokus terhadap cara penyampaian kritik, apakah pengkritik menyertakan saran atau solusi di akhir kritikannya atau tidak. Mereka seringkali menganggap kritik yang bagus disertai dengan saran yang bagus pula.

"Kalau mengkritik, sertakan solusi dong! Kritik itu harus membangun!"

Anggapan tersebut sekilas akan terasa baik-baik saja, padahal anggapan tersebut sudah salah secara fundamental. Bagaimana itu dapat terjadi? Mari kita coba teliti dari hal yang paling dasar, yaitu terma "kritik" itu sendiri.

Kata "kritik" berasal dari bahasa yunani "kritikos" yang berarti able to discuss(dapat didiskusikan). Dalam bukunya "Manusia dan kritik" Kwant mengatakan bahwa kata "kritikos" dapat dikaitkan dengan "krenein" yang artinya memisahkan, mengamati, menimbang, dan membandingkan. 

Dalam pengertian ini kita dapat menyimpulkan bahwa kata "kritik" ini adalah kata yang bersifat dekonstruktif atau tidak membangun. Sehingga kalau dikembalikan pada permasalahan di atas, anggapan bahwa kritik itu harus disertai dengan saran ataupun kritik yang harus membangun itu salah.

Kesalahan itu ada pada kontradiksi antara kata "kritik" dan "membangun". Kata "membangun" itu bersifat konstruktif, sedangkan "kritik" sebaliknya. Kedua, tidak adanya keterkaitan antara kritik dan saran. 

Dalam sebuah artikel dikatakan bahwa Daniel Dhakide pernah mengatakan "Bahwa kritik itu harus tajam menghujam, menguliti apa yang tersurat dan menohok yang tersirat, menjelujur hingga jantung persoalan".

Maka dari itu penting untuk memperhatikan substansi dari kritik. Bukannya malah berfokus pada hal lain. Dengan ini, diskusi akan bisa terus berlangsung dengan baik dan dapat memperkaya sudut pandang. Dalam kritik tidak ada peraturan tersendiri dan hanya memerlukan nalar kritis untuk bisa mengkritik dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun