Narasi pembangunan Indonesia nyaris tak pernah usang digaungkan. Bagaimana tidak, Â pembangunan menuju Indonesia sejahtera acapkali dijadikan kritik dengan sudut pandang ketimpangan. Katanya, pembangunan Indonesia tak jauh berbeda sejak bangsa ini meneriakkan kemerdekannya 73 tahun silam. Bahkan, katanya pembangunan yang terjadi di negeri ini tak memiliki arah yang jelas, semu dan diperuntukkan di kota-kota besar, sangat bertolak belakang dengan amanat pembangunan nasional yang digagas oleh pendahulu bangsa. Daerah terdepan, terluar dan tertinggal atau biasa yang disebut 3T yang ditetapkan sebagai salah satu dari sebelas prioritas nasional hanya berakhir fatamorgana dan jalan ditempat.
Padahal, pemimpin negeri dan begitu banyak anak manusia di luar sana terus berjuang merangkak mencoba meruntuhkan sekat ketimpangan, merangkul perbatasan, menekan isu ketimpangan demi menjauhi ketertinggalan. Banyak hal-hal yang telah terbangun di daerah pinggiran. Masih banyak pula yang terus merajut asa untuk merasakan Indonesia yang sesungguhnya. Indonesia yang sama dengan apa yang ada di bumi Jawa. Tak heran, Presiden acapkali menekankan bahwa kini saatnya Indonesia sentris, bukan lagi Jawa sentris. Hal ini kemudian dilakukan dengan terus meningkatkan konektivitas di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T). Hal yang sama juga dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat dan korporasi. Bagi mereka, membangun negeri ini merupakan tanggung jawab kolegial, dan hal tersebut butuh peran aktif dari dari siapa pun.
Kontribusi Anak Bangsa
Banyak pemuda memilih untuk turut berkontribusi dalam memerangi ketimpangan. Salah satunya, Hendriyadi, seorang pemuda 29 tahun yang menanggalkan beasiswa dengan posisi dan gaji yang cukup mumpuni di Ibu Kota. Ia tergerak setelah bersama rekan relawannya mengunjungi salah satu pulau di ujung timur Indonesia, Selayar. Ia menyaksikan realitas masih banyak anak yang begitu potensial di pesisir pelosok, tetapi terbatas pada akses pendidikan. Bahkan, masih banyak anak-anak di pesisir yang ternyata belum bisa baca tulis di usianya yang seharusnya sudah mampu. Tahun 2012 di usianya yang saat itu menginjak 23 tahun, ia memutuskan untuk mendirikan Sahabat Pulau, sebuah organisasi berbasis aksi kepemudaan yang berfokus kepada penyelesaian masalah pendidikan pada anak-anak di pesisir pelosok, serta melaksanakan pemberdayaan berbasis socio-entrepreneurship untuk masyarakat pesisir serta pemberdayaan yang berkelanjutan yang melibatkan pemuda dan anak-anak di seluruh Indonesia.
Sahabat Pulau ini memiliki beberapa program pengembangan, yaitu: Rumah Baca Harapan (RUBAH), program yang ditujukan untuk meningkatkan literasi anak-anak pulau dan pelosok melalui kegiatan sharing bersama para relawan sekaligus tempat belajar dan berlatih bagi volunteer lokal; Youth Volunteer Camp, program capacity building bagi volunteer untuk menghubungkan para volunteer dengan para expert di bidang community development, sekaligus untuk menghasilkan volunteer-volunteer sahabat Pulau di seluruh Indonesia; One Youth One Child (Harapan Anak Indonesia - PANDA), program beasiswa yang bertujuan memberikan kesempatan kepada mahasiswa ataupun profesional untuk berkontribusi dengan memberikan donasi atau dukungan terkait kebutuhan pendidikan anak-anak pesisir; Desa-preneur atau (Deliver Education Social and Art Preneur), program wirausaha sosial yang berfokus pada pemberian akses pendidikan dan keterampilan kepada masyarakat, terutama untuk wanita dan pemuda; Youth Hub Bulukumba, program kolaborasi multi-stakeholders antara Sahabat Pulau, pemerintah maupun swasta dalam memberikan pendampingan dan pengembangan ide-ide inovasi pemuda yang berbasis IoT (Internet of Things).
Program-program tersebut terus terselenggara dengan melibatkan raturan volunteer. Saat ini, Sahabat Pulau telah memiliki lebih dari 300 volunter. Mereka tersebar di lebih dari 28 titik di 12 provinsi di Indonesia. Sahbat Pulau bahkan telah memberikan kontribusi positif kepada lebih dari 1.000 anak yang tersebar di berbagai provinsi. Saat ini, Rumah Baca yang merupakan salah satu programnya juga telah tersebar di beberapa daerah pesisir antara lain pulau seribu, paulau pahawang, Wakatobi Palu, Sulawesi seelatan, dan pulau lainnya. Sahabat Pulau juga mendapat dukungan dari berbagai pihak antaar lain Alumni Canada World Youth, IELSP, Kapal Pemuda Nusantara, Forum Indonesia Muda serta bekerja sama dengan CSR CIMB Niaga serta US Embassy.
Saat ini, ia terus mengembangkan Sahabat Pulau dengan berbagai macam programnya. Ia bermimpi untuk mendirikan sekolah alam di Pulau Selayar yang akan menjadi pusat pelatihan buat anak-anak pulau agar mereka bisa bersaing secara global. Sekolah tersebut nantinya akan dijadikan sebagai sentra pengembangan pendidikan karakter, pemberdayaan masyarakat serta lingkungan untuk para fasilitator muda yang siap diterjunkan ke pulau-pulau untuk melaksanakan fungsi pendidikan. Ia juga membina salah satu sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Â di pesisir Selayar sana dalam hal pengembangan karya ilmiah berserta pelatihan literasi digital untuk guru-guru, membantu dinas terkait untuk pengembangan program termasuk kerja sama dengan pihak swasta dan institusi pendidikan dalam pengembangan eco-business dengan bekerja sama dengan Econatural (oganisasi yang berfokus pada peningkatan ekonomi masyarakat pesisir dan perbaikan lingkungan pesisir). Ia juga aktif mempromosikan produk-produk buatan ibu rumah tangga Pulau Selayar seperti abon ikan sehat, kripik ikan, renggingang, dan produk lokal lainnya.Â
Peran Aktif KORINDO
Jika Hendriyadi adalah salah satu sosok individu yang memilih untuk berkontribusi dalam pembangunan di daerah pelosok, maka KORINDO adalah salah satu contoh dalam bentuk korporasi yang secara konsisten berkontribusi terhadap pembangunan di daerah terpencil. Bagi saya, KORINDOturut berperan serta dalam mensukseskan salah satu program Nawa Cita (9 agenda prioritas) pemerintah Indonesia, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran.