Mohon tunggu...
Afrizal Akmal
Afrizal Akmal Mohon Tunggu... wiraswasta -

Lahir di Sigli, 1974. Menaruh minat kepada konservasi alam dan kampanye penyelamatan lingkungan hidup. Pengalaman bekerja pada investigasi kasus-kasus sumber daya alam di Aceh, menjadikannya gemar menulis artikel, terutama yang berkaitan dengan isu lingkungan hidup dan realitas sosial lainnya. Menulis buku: "Aceh dalam Kekacauan Ekologi", (2009), buku: "Kita Sedang Sinting", (2012). Selalu bersedia di hubungi di email: akmal_senja@yahoo.com •

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Moratorium Tentara, Selamatkan SDA

2 Desember 2011   10:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:55 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di jagat raya ini hewan yang memakan, secara umum disebut pemangsa. Ada pemangsa yang menguntungkan, tetapi tidak sedikit yang merugikan. Menguntungkan dan merugikan itu sering tidak bersifat mutlak, melainkan tergantung pada waktu dan tempat.

Ada keseimbangan yang dinamis antara populasi mangsa dan pemangsa ketika kenaikan populasi mangsa diikuti oleh kenaikan populasi pemangsa setelah beberapa waktu. Jadi terjadi saling mengendalikan dan dalam situasi itu kemungkinan terjadinya ledakan populasi mangsa atau pemangsa sangatlah kecil.

Dalam ruang hidup mahluk berjenis manusia, sebuah populasi seringkali direkayasa sedemikian rupa untuk dipercepat. Sebut saja rekayasa kolonisasi seperti mendatangkan transmigran dari suatu wilayah ke wilayah tertentu. Lalu ada juga konsentrasi yang berlebihan dari markas-markas militer di wilayah-wilayah rawan konflik sumber daya alam seperti di Aceh dan Papua.

Menarik untuk dicermati ketika lahan-lahan di sepanjang jalan dari Banda Aceh menuju ke Sumatera Utara mulai marak dengan pembangunan markas-markas militer. Demi alasan pertahanan negara, penambahan dan perekrutan baru tentara setiap tahun mungkin bisa dimaklumi. Tetapi jika kita singgungkan dengan persoalan lahan yang tersedia di suatu wilayah untuk menampung penambahan setiap tahun personil tentara, tentu akan menjadi masalah baru yaitu menyempitnya lahan.

Dalam jangka pendek mungkin persoalan ini belum dikeluhkan, tetapi konflik akan meledak dikemudian hari jika tidak disikapi dengan bijaksana. Oleh karenanya pembangunan markas-markas militer perlu di perjelas batas area dan daya dukung lahannya. Yang terjadi sekarang adalah begitu mudah Negara memberikan izin terhadap menjamurnya markas-markas militer itu. Negara seringkali tidak mepertimbangkan apakah kawasan yang akan dibangun markas militer itu merupakan kawasan yang dilindungi secara konservasi, atau kawasan pengembalaan ternak rakyat. Seperti di kawasan Tahura Aceh Besar dan Cot Padang Nila Aceh Pidie.

Realitas ini mungkin menunjukkan bahwa penambahan dan perekrutan tentara baru setiap tahun ternyata tidak saja memboroskan anggaran negara, tetapi juga memboroskan sumber daya lahan. Sebuah gagasan mungkin perlu dipertimbangkan, “moratorium perekrutan tentara”, sampai batas waktu yang wajar.

Akhirnya, penting atau tidaknya gagasan ini terserah kepada pembaca sekalian. Atau kita abaikan saja dan menertawainya sambil kencing diam-diam. Hmmm…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun