Islam sangat menjunjung tinggi akal merdeka bagi manusia, yang hendaknya digunakan sebagai alat berfikir. Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan seolah menyuruh manusia untuk menggunakan akalnya. Seperti tidakkah engkau berfikir, tidakkah engkau mengingat. Manusia diperintahkan menggunakan akalnya untuk mengenali Sang Khaliq (Allah) melalui ciptaan-Nya yang dilihat dengan kedua matanya.
   Dan Islam juga mencela manusia yang tidak menggunakan akalnya. Islam sangat mencela orang yang bertaklid buta pada paham tanpa memikirkan apakah paham tersebut sesuai dengan wahyu atau tidak. Ia enggan untuk memeriksa kebenaran paham yang ia ikuti.
   Namun, tanpa disadari ternyata akal merdeka seperti pedang bermata dua. Akal merdeka yang dapat memberikan jawaban yang mengantarkan kepada kebaikan. Tapi di sisi lain, akal merdeka juga dapat memberikan kesimpulan yang menyebabkan penggunanya dalam kesesatan.
   Akal merdeka terpimpin telah menyelamatkan dan memerdekakan umat muslim dari kekolotan pengaruh paham yang sesat. Dan akal merdeka telah melahirkan banyak tokoh yang tidak kalah hebatnya jika dibandingkan para filsuf barat. Akal telah melahirkan filsuf muslim sekaligus mufassir yang terkenal, yaitu Fakhruddin al-Razi, yang meciptkan penafsiran cukup dan tetap relevan hingga saat ini.
   Akal terpimpin telah melahirkan Abu Hasan al-Asy’ari yang berani dan mampu melawan dan memisahkan diri ideologi rasional muktazilah. Dan akal terpimpin juga telah melahirkan seorang al-Ghazali, Ibnu Taimiyyah, Muhammad Abduh, dan lain-lain.
   Namun sebaliknya, akal merdeka juga dapat memunculkan paham-paham yang berlawan dengan syariat Islam. Karena akal merdeka seorang al-Hallaj mengaku bahwa dirinya adalah Tuhan. Karena akal merdeka seseorang mungkin mampu membuat agama baru. Karena akal pula seseorang mungkin mampu membuat ritual yang berlawanan dengan akidah dan ruh Islam.
   Dan dengan akal merdeka seseorang mampu membuat alasan rasional untuk mengatakan bahwa ritual sesat yang ia lakukan itu suatu kebenaran. Dengan akal merdeka seseorang selalu punya jawaban rasional untuk melawan argumen lain.
   Mungkin terkesan aneh dan tidak pernah terpikirkan, tapi begitulah kenyataannya. Banyak orang yang melakukan sesuatu yang seolah-olah ia anggap benar, tapi sebenarnya yang dilakukannya itu salah. Namun ketika diingatkan hanya sedikit yang mau sadar. Sisanya selalu memberi jawaban yang mungkin cukup rasional untuk melawan.Â
   Maka, penggunaan akal merdeka hendaknya harus sejalan dengan ajaran Islam. Agar tidak ada yang menganggap dan menyalahkan akal jika penggunaannya tidak sejalan dengan ajaran agama. Walaupun tidak dapat dipungkiri, jika masih banyak di dunia ini yang menggunakan akalnya menurut kemauan dan kepentingan pribadi.
   Jangan kotori akal dengan ajaran dan paham yang sesat, dan dengan mudahnya menggunakan akal merdeka untuk berfikir rasional demi membela ajaran dan paham yang menurut ajaran agama bahwa itu paham yang sesat.
   Akal adalah anugrah yang Allah berikan kepada manusia, yang hendaknya digunakan untuk kebaikan dan kemaslahatan umat manusia. Bukan untuk kepentingan dan keinginan pribadi, apalagi jika itu bertentangan dengan ajaran agama dan kebiasaan masyarakat umum.
   Dapat disimpulkan bahwa akal memang seperti pedang bermata dua. Ia dapat memberikan manfaat dan kebaika bagi pemiliknya, dan juga dapat memberikan keburukan. Sama seperti pedang, jika penggunanya tidak mampu menggunakannya dengan baik, pedang itu juga dapat melukai penggunanya. Namun sebaliknya, jika penggunanya mampu menggunakannya dengan baik, niscaya pedang itu hanya melukai lawannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H