Sangat beda cerita jika Mapala terlibat aktif bersama masyarakat Kendeng melakukan penolakan terhadap PT Semen Indonesia karena pembangunan pabrik tersebut akan merusak lingkungan. Atau terlibat bersolidaritas kala beberapa aktivis Sukoharjo dipenjarakan karena melakukan perlawanan terhadap PT Rayon Utama Makmur yang praktik industrinya mencemari dan merusak lingkungan atau bahkan mengecam keras pelaku yang membuat Salim 'Kancil' meregang nyawa karena menolak Pembangunan Tambang Pasir di Desa Selok Awar, Kecamatan Pasirian, Lumajang.
Yang pasti, ada nilai-nilai yang 'hillang' di Mapala. Beberapa Mapala justru lebih rajin ke gunung, sungai atau tebing yang bisa dikata bahwa tak ada lagi rimba, tebing, gua, sungai di Indonesia yang belum didatangi ketimbang menentang Undang-undang yang berimplikasi merusak alam, atau berdiri digarda paling depan melawan korporasi yang merusak lingkungan, atau mungkin dari hal kecil yakni diskusi mengenai politik lingkungan.
Ayolah, turun dari gunung. Kembalilah dari petualangan. Sudah saatnya Mapala menjadi garda terdepan dalam melawan perusakan lingkungan, bahkan dengan pemerintah yang tak peduli dengan lingkungan sekalipun. Sudah saatnya Sekretariat atau Base Camp Organisasi Pencinta Alam secara umum dan Mapala secara khusus menjadi wadah diskusi-diskusi politik lingkungan.
Jika 841(Jumlah Mapala Se-Indonesia) Mapala di Indonesia bersatu dan melawan aktor perusak lingkungan misalnya. Bukan tidak mungkin, stigma negatif akan Mapala itu sendiri lambat laun terkikis dan akan tergantikan dengan Mapala yang menjadi organisasi pelopor dalam perjuangan-perjuangan lingkungan di Indonesia. Mapala yang terlibat aktif dalam berbagai kasus-kasus lingkungan di Indonesia. Mapala yang mengecam keras tindakan penegak hukum yang mengkriminalisasi aktivis lingkungan.
Itu harapan penulis yang juga anggota Mapala sendiri.
"Saya putuskan bahwa saya akan demonstrasi. Karena mendiamkan kesalahan adalah kejahatan"
Soe Hok Gie
Referensi:
LPJ TWKM (Temu Wicara dan Kenal Medan) Mapala Perguruan Tinggi Se-Indonesia XXIX Univ. Bung Karno Jakarta 2017