protokol kesehatan yang ketat, untuk meminimalisir pemaparan virus covid-19. Dan hal yang sama juga dilakukan oleh semua negara.Â
Tak terasa sudah hampir 2 tahun, kita semua hidup di masa pandemic. Berbagai adaptasi dilakukan untuk survive. Berbagai upaya dilakukan agar kita bisa terhindar dari paparan virus covid-19. Pemerintah menganjurkan agar menerapkanKarena cara dinilai terbukti efektif mencegah potensi terpaparnya virus covid-19. Tidak sedikit dari masyarakat yang tidak bisa survive. Tidak sedikit yang teman, anggota keluarga atau saudara yang meninggal akibat virus covid-19.
Jika kita semua mau introspeksi dan belajar, pandemi ini banyak memberikan kita banyak pelajaran positif. Salah satunya pelajaran untuk saing toleransi. Jika kita melihat kebelakang, ketika awal pandemi banyak perilaku intoleran terjadi. Tenaga kesehatan banyak dicaci karena dianggap membawa virus.Â
Banyak jenazah pasien covid juga sempat ditolak untuk dimakamkan oleh sejumlah pihak. Alasannya dianggap membawa virus dan bisa menularkan ke warga. Praktek itu ternyata membuat banyak orang lupa. Bahwa yang sehat pun juga bisa membawa virus. Jika kita selalu melihat kesalahan orang lain, terkadang kita tidak pernah lihat kesalahan yang seringkali kita lakukan.
Tidak cukup sampai disitu, kebijakan penutupan sementara tempat publik dan tempat ibadah, juga seringkali dimaknai sebagai upaya pembatasan beribadah. Provokasi pun mulai bermunculan. Informasi yang salah bisa menjadi benar, dan yang benar bisa menjadi salah.Â
Alhasil, tidak sedikit dari masyarakat yang memilih 'membangkang' dari pada mengikut apa yang dianjurkan oleh pemerintah. Anjuran untuk tetap berada dirumah, dibalas dengan beraktifitas di luar rumah. Sementara anjuran untuk vaksin, juga disikapi dengan provokasi dan segala macamnya. Sadar atau tidak, seringkali kita telah bersikap intoleran. Tidak hanya kepada diri kita, tapi juga orang lain.
Marilah kita introspeksi. Jangan diteruskan untuk saling caci, saling benci atau saling menyerang hanya karena persoalan yang tidak jelas. Kita harus bisa saling bergotong royong, harus bisa saling menghargai atas jerih payah lingkungan sekitar. Kita jangan egois tidak mau masker, tidak mau merapkan protokol Kesehatan, tidak mau divaksin atau tidak mau yang lainnya.Â
Ingat, dampak dari keegoisan kita dengan tidak disiplin menerapkan protokol Kesehatan, bisa berdampak pada penambahan kasus positif. Jika orang positif banyak yang dirujuk di rumah sakit, yang harus menyelesaikan semuanya adalah tenaga kesehatan.
Sudah banyak tenaga kesehatan yang meninggal karena banyak masyarakat yang tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan. Jika menghargai jerih payah tenaga kesehatan, semestinya kita harus tetap mengenakan masker, tetap menjaga jarak, tetap menjaga imun agar tidak mudah terpapar.Â
Dan jika kita peduli, semestinya kita juga bisa saling mengingatkan agar masyarakat yang mungkin masih belum sadar, bisa kembali ke jalan yang benar.
Pandemi mengajarkan kepada kita untuk saling peduli. Banyak orang menggalang dukungan agar bisa saling bantu. Ketika kebutuhan tabung oksigen meningkat, mulai muncul aksi saling meminjamkan tabung oksigen. Ketika oksimeter harganya melambung tinggi, mulai muncul kelompok yang meminjamkan oksimeter.Â
Begitu juga aksi saling menyisihkan rezeki untuk membantu masyarakat yang terdampak pandemi juga terus bermunculan. Tak peduli apa suku, agama, atau latar belakangnya, semuanya saling meringankan beban dan saling menguatkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H