Mohon tunggu...
Akmal Husaini
Akmal Husaini Mohon Tunggu... Wiraswasta - suka menjaga kebersihan

kebersihan sebagian dari iman. Karena itulah jadilah pribadi yang bersih

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kedepankan Kearifan Lokal, Buang Paham Radikal

30 November 2019   14:35 Diperbarui: 30 November 2019   14:42 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan negara dengan tingkat keragaman yang sangat tinggi. Tingkat keragaman itulah yang kemudian menjadikan Indonesia sebagai negara besar seperti sekarang ini. Negara besar seperti Indonesia, harus dijaga dengan berbagai cara. Salah satu benteng yang kuat untuk menjaga negeri ini adalah melalui kearifan lokal yang ada di setiap daerah.

Tiap daerah mempunyai kearifan lokal yang berbeda. Tiap daerah juga punya adat istiadat yang berbeda. Kearifan lokal yang melekat di setiap daerah dan suku itulah, yang kemudian menjadikan daerah tersebut mempunyai karakter yang berbeda dengan daerah lain.

Kenapa kearifan lokal perlu dikedepankan? Karena keaifan lokal itulah yang menjadi ciri khas kita sebagai masyarakat dan bangsa. Tanpa kearifan lokal, kita tidak akan punya karakter. Yang menarik adalah, dari semua kearifan lokal yang ada, yang tersebar dari Aceh hingga Papua, semuanya mengedepankan sikap untuk saling menghargai, dan tidak ada yang merasa paling benar dan melihat pihak lain sebagai pihak yang salah. Karena itulah, Pancasila yang lahir dari intisari kearifan lokal masyarakat Indonesia, menjadi pemersatu bagi keragaman yang ada.

Dibalik ini semua, seiring dengan perkembangan zaman, munculla pemahaman radikal keagamaan, yang sering dimunculkan oleh kelompok intoleran, radikal ataupun kelompok yang berafiliasi dengan jaringan terorisme global. Propaganda radikalisme ini muncul dengan berbagai macam bentuknya. Ada yang muncul secara ekstrem, menyatakan kelompok ini kafir, si A, kafir, atau melalui penyebaran ujaran kebencian kepada kelompok atau orang tertentu.

Dan pola semacam ini memang sering ditunjukkan oleh kelompok radikal ataupun teroris. Mereka seringkali membawa nilai-nilai agama yang mereka pahami secara sempit, lalu digunakan sebagai pembenaran untuk melakukan tindakan yang tidak baik.

Misalnya, persekusi dilakukan karena si A dianggap sesat, dianggap kafir dan sebagainya. Sementara, yang berhak menyatakan sesat atau kafir tentulah bukan manusia, melainkan Allah SWT yang menciptakan alam beserta isinya.

Pemahaman radikal jelas tidak ada manfaatnya bagi Indonesia. Pemahaman radikal justru akan memecah belah persatuan dan kesatuan. Setiap orang selalu saling curiga, dan cenderung melihat kesalahan.

Tidak pernah melihat dari sudut pandang positif atau sudut pandang yang lebih luas. Mari kita introspeksi kembali. Sudahkah kita menjalankan segala perilaku yang diajarkan oleh para pendahulu kita tentang kearifan lokal? Jika belum, mari kita lakukan mulai saat ini. Karena Indonesia butuh generasi yang toleran, bukan generasi yang intoleran dan radikal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun