Mohon tunggu...
Akmal Husaini
Akmal Husaini Mohon Tunggu... Wiraswasta - suka menjaga kebersihan

kebersihan sebagian dari iman. Karena itulah jadilah pribadi yang bersih

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Negeri Ini Butuh Buzzer Penyebar Perdamaian

10 Oktober 2019   07:10 Diperbarui: 11 Oktober 2019   22:33 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan media sosial memang sudah tak bisa dibendung. Media ini awalnya digunakan untuk kebutuhan mencari teman dan menyampaikan ekspresi, kini sudah tidak demikian. Banyaknya pengguna media sosial di Indonesia, membuat media ini kini bisa digunakan untuk melakukan hampir semua aktifitas. 

Tidak hanya aktifitas positif, aktifitas negatif pun banyak dilakukan di media sosial. Termasuk salah satunya menyebar kebencian, provokasi, dan informasi bohong alias hoaks. 

Masifnya penyebaran informasi yang menyesatkan itu, tak bisa dilepaskan dari peranan buzzer, yang mampu meyakinkan melalui informasi yang diunggah, mampu mempengaruhi orang lain, dan mampu menyebarkan secara singkat dan efisien. 

Peranan buzzer sebenarnya seringkali digunakan untuk kepentingan yang positif. Namun, ketika memasuki tahun politik beberapa waktu lalu, justru sering disalahgunakan untuk menjatuhkan elektabilitas lawan, dengan cara menyebarkan kebencian.

Buzzer ini juga seringkali digunakan oleh kelompok intoleran atau radikal untuk menebar kebencian. Orang berbeda pandangan, berbeda keyakinan dianggap kafir, dan terus disebarluaskan. 

Akibatnya kebencian pribadi berkembang menjadi kebencian kolektif, yang melahirkan persekusi. Dan kondisi ini masih sering terjadi hingga saat ini. Seseorang bisa dengan mudah menebar kebencian, hanya karena persoalan sepele. Anak mudah bisa dengan mudah memutus tali pertemanan, hanya karena kesal atau faktor sepele. 

Bahkan, saking mudahnya seseorang marah, sampai tak bisa terkendali. Kasus pembakaran tempat ibadah di Tanjung Balai, Sumatera Utara beberapa tahun lalu, menjadi contoh bahwa ketika hoaks dan provokasi bertemu, bisa memicu terjadinya konflik masyarakat.

Semua orang tahu, dan kita semua sebenarnya juga tahu, tidak ada budaya kekerasan yang melekat dalam diri masyarakat Indonesia. Kita justru dikenal karena keramahannya, karena gotong royongnya, karena toleransinya, bukan karena kebencian dan provokasinya. Jika diantara kita masih ada yang menebar kebencian dan kebohongan, saatnya untuk menghentikan. 

Selain tidak ada manfaatnya, hal itu justru akan memicu terjadinya konflk di tengah masyarakat. Mari kita lihat rusuh di Papua beberapa waktu belakang. Terjadi karena masifnya provokasi kebencian dan hoaks yang beredar di media sosial.

Media sosial harus digunakan untuk kepentingan yang positif. Para pengguna media sosial harus bijak dan cerdas. Jangan sharing tanpa saring terlebih dulu. Jangan mudah percaya informasi yang beredar. Dan jangan menjadi provokator atau penebar kebencian, karena bisa memicu perselisihan antar teman, tetangga, saudara, atau antar kelompok tertentu. 

Mari menjadi buzzer penebar pesan damai. Mari menjadi provokator perdamaian. Sebarkanlah nilai-nilai kearifan lokal, agar kita semua tetap tidak lupa budaya lokal. Ajaklah semua orang untuk menuliskan status yang positif, mengunggah konten yang positif, dan tidak ada lagi saling benci antar sesama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun