Mohon tunggu...
Akmal Husaini
Akmal Husaini Mohon Tunggu... Wiraswasta - suka menjaga kebersihan

kebersihan sebagian dari iman. Karena itulah jadilah pribadi yang bersih

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saatnya Hijrah Meninggalkan Kebencian Menuju Persaudaraan

7 September 2019   02:23 Diperbarui: 7 September 2019   02:27 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sejarah Islam, Hijrah seringkali dimaknai sebagai perpindahan Nabi Muhammad SAW bersama para sahabat, dari Makkah menuju Madinah. Dalam dunia modern sekarang, hijrah seringkali dipakai oleh seseorang yang ingin meninggalkan duniawi, untuk focus pada akhirat, atau orang yang ingin mempelajaran Islam secara benar dan sungguh-sungguh, juga sering menyebut sebagai bagian dari hijrah.

Namun, hijrah juga seringkali digunakan oleh orang-orang yang terpapar radikalisme, ketika memutuskan bergabung dengan jaringan terorisme. Ketika banyak orang Indonesia ketika itu memilih bergabung dengan kelompok ISIS di Irak, Syuriah ataupun Mindanao, juga disebut oleh mereka sebagai bagian dari hijrah. Ini artinya, hijrah bisa diartikan apapun oleh seseorang. Bisa dalam konteks negative ataupun positif. Namun, dalam Islam sendiri tidak pernah mengajarkan hijrah untuk kepentingan negative. Bahkan, hijrahnya Nabi dari Makkah menuju Madinah pun, bukan untuk tujuan negative.

Di era milenial ini, mungkin sebagian orang juga bisa memberikan makna yang berbeda tentang kata hijrah. Bagi saya sendiri, mengartikan hijrah sebagai bagian dari meninggalkan perilaku tidak baik menuju prilaku yang baik. Meninggalkan kebiasaan buruk dan menuju ke kebiasaan yang baik. Salah satunya adalah meninggalkan kebiasaan menebar kebencian, menuju kebiasaan menebar kesejukan.

ak dipungkiri, penyebaran ujaran kebencian di era milenial sekarang ini memang sudah cukup mengkhawatirkan. Hanya karena persoalan sepele, seseorang bisa saling caci di ruang publik. Seseorang juga bisa menebar permusuhan dan memprovokasi orang lain, agar membenci seseorang atau kelompok yang dianggap salah atau sesat. Sadar atau tidak, perilaku semacam ini akan semakin menguatkan bibit intoleransi dan radikalisme di Indonesia.

Ketika bibit intoleransi dan radikalisme menguat, potensi terjadi tindak terorisme pun juga akan semakin menguat. Jika hal ini terjadi, hancurlah semua. Kerukunan antar umat beragama akan terganggu. Persatuan dan kesatuan akan terganggu. Semuanya terjadi karena kita membiarkan bibit kebencian terus mengakar dalam diri. Membiarkan bibit kebencian terus mengendalikan diri, justru akan menjauhkan dari jalan Allah.

Saatnya, hijrah meninggalkan bibit kebencian menuju bibit perdamaian. Karena makna hijrah yang diajarkan Rasulullah SAW adalah, menciptakan kedamaian, kerukunan, serta tatanan kehidupan yang lebih baik. Apa tatanan yang lebih baik itu? Sebuah kondisi dimana masyarakatnya saling membantu, saling menghargai dan menghormati.

Di era milenial ini, kemajuan teknologi harus mendukung terciptanya tatanan kehidupan yang lebih baik. Teknologi tidak boleh digunakan untuk menyebar kebencian, provokasi, ataupun menebar fitnah. Melalui kemajuan teknologi inilah, hijrah bisa dilakukan. Yaitu hijrah untuk aktif menyebarkan pesan kesejukan dan kedamaian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun