Mohon tunggu...
Akmal Husaini
Akmal Husaini Mohon Tunggu... Wiraswasta - suka menjaga kebersihan

kebersihan sebagian dari iman. Karena itulah jadilah pribadi yang bersih

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sepakat Melawan Rasisme dan Radikalisme

28 Juli 2018   17:58 Diperbarui: 28 Juli 2018   18:13 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perdamaian Dunia - rri.co.id

Hari ini (28 Juli 2018), konferensi ulama internasional yang digelar di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) menghasilkan Lombok Message.

Dari sembilan poin yang dihasilkan, salah satunya adalah kesepakatan melawan sektarianisme, rasisme dan diskriminasi. Seperti kita tahu, bibit rasisme dan terorisme saat ini telah mengancam berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Para ulama mendorong, agar semua umat muslim di dunia mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Selain itu juga tetap berpegang teguh pada Al Quran dan Hadist.

Bibit rasisme, dan intoleransi yang saat ini terus disebarkan oleh kelompok radikal, terbukti tidak sesuai dengan ajaran Al Quran. Sudah saatnya, tidak perlu mempersoalkan kelompok selamat dan tidak selamat, kelompok yang paling benar dan paling salah. Mari kita berpikir secara manusiawi.

Jika pandangan merasa paling benar ini masih terus dipertahankan, dikhawatirkan akan terus memunculkan kelompok radikal, yang bisa berpotensi melahirkan jaringan teroris baru.

Apapun bentuknya, bibit intoleransi, rasisme, diskriminasi ataupun sektarianisme, bertentangan dengan semangat perdamaian yang telah disepakati bersama. Di Indonesia sendiri, setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama, tidak peduli apa agamanya, tidak peduli apa latar belakangnya, ataupun apa negaranya. Semuanya sepakat menjunjung semangat persatuan, demi terciptanya perdamaian dunia.

Sayangnya, semangat menjaga perdamaian dunia ini, tidak dijalankan oleh semua pihak. Ada saja pihak-pihak tertentu yang sengaja membuat suasana tidak kondusif. Misalnya keputusan parlemen Israel, yang mengeluarkan undang-undang bernada rasis. 

Selain menyatakan Yerusalem sebagai ibukota Israel, undang-undang tersebut juga mengakui Israel sebagai negara Yahudi, serta menghapuskan bahasa Arab dari bahasa resmi negara tersebut. Jika melihat yang terjadi selama ini, keputusan parlemen ini dikhawatirkan memicu terjadinya diskriminasi terhadap bangsa Arab yang ada di Israel. Dampak yang lebih luas, dikhawatirkan bisa memicu terjadinya konflik baru di kawasan Timur Tengah.

Sebagai negara yang mengedepankan toleransi dan menghargai keberagaman, tentu kita tidak ingin ada konflik baru yang disebabkan karena penyebarat bibit rasisme, intoleransi, sektarianisme dan radikalisme ini. 

Saat ini, ancaman terorisme masih terus mengancam semua negara. Jika bibit kebencian ini terus dibiarkan, dikhawatirkan justru akan memicu semakin maraknya aksi kekerasan dan teror di berbagai negara. Mari kita sudahi segala bentuk bibit kebencian ini. Mari kita sebarkan sebanyak mungkin pesan damai hingga ke segala pelosok negeri.

Agama apapun di bumi ini, tidak ada satupun yang menganjurkan menjadi rasis. Juga tidak ada yang mengajarkan untuk saling caci maki antar sesama. 

Untuk itulah, mari hilangkan bibit rasis dan intoleransi dalam diri kita masing-masing. Jadilah pribadi yang mengedepankan toleransi dan keberagaman. Karena Tuhan menciptakan bumi dan segala isinya ini penuh dengan keberagaman, sudah semestinya manusia yang menjadi bagian dari keberagaman itu juga ikut mengedepankan keberagaman. Dengan hidup berdampingan dalam keberagaman, perdamaian dunia diharapkan tetap bisa terjaga. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun