Telah banyak cendekiawan Muslim yang menyebut Islam sebagai agama yang dinamis, yakni agama yang tidak memaksa dan mampu menyesuaikan kondisi kultural yang berbeda-beda, tentunya kondisi kultural yang positif. Namun sayangnya hingga kini masih banyak yang mengukur otensitas Islam dengan budaya di jazirah Arab yang merupakan pusat kelahiran Islam.
Â
Hubungan antara Islam di Arab dan Islam di Indonesia bagaikan hubungan antara pusat dan pinggiran. Pusat dalam hal ini adalah Islam Arab yang dianggap otentik sehingga seolah-olah menjadi acuan seluruh umat Islam di dunia. Adapun posisi Islam di Indonesia yang dianggap pinggiran, membuatnya menjadi rawan terdegradasi oleh desakan pemurnian Islam yang sesuai dengan Islam Arab.
Â
Jika desakan pemurnian Islam dibiarkan terjadi, maka hal tersebut akan membahayakan identitas Islam Indonesia yang dibangun di atas nilai-nilai moralitas keberagaman. Sebab desakan pemurnian Islam di Indonesia kadangkala memasukan unsur radikalisme guna melegitimasi tindakannya agar disegani oleh masyarakat luas.
Â
Padahal Islam di Indonesia telah hadir sejak abad ke-7 dan mampu berkembang pesat setelah melewati berbagai adaptasi yang baik dengan budaya-budaya lokal. Hasilnya kemudian adalah munculnya karakter Islam Indonesia yang tampak lebih damai, moderat, toleran, serta berpikiran terbuka. Bahkan sekalipun ada konflik, intensitasnya cukup kecil dan tidak separah seperti yang banyak terjadi di jazirah Arab.
Â
Sikap moderat yang ditunjukkan oleh Islam Indonesia itu mampu berasimilasi dengan baik terhadap keberadaan Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan dasar negara republik ini. Melalui pandangan Islam yang moderat pula umat Islam di Indonesia tidak terpengaruh untuk mengedepankan isu-isu primordialisme, seperti agama, suku, dan bahasa. Justru sebaliknya, asas kesetaraan sebagai warga negara sangat dijunjung tinggi seiring dengan kesadaran dalam tenggang rasa terhadap hak-hak hidup bermasyarakat.
Â
Sekali lagi Islam Indonesia bukanlah Islam pinggiran. Islam Indonesia tidak kalah dengan Islam Arab yang disebut otentik oleh banyak orang. Islam Indonesia seharusnya mampu menjadi sebuah inspirasi baru dalam mewujudkan hidup yang bertenggang rasa dalam masyarakat yang multikultur. Apalagi jika mengingat jumlah umat Islam di Indonesia mencapai 12,5 persen dari total 1,6 miliar penganut Islam di seluruh dunia saat ini, maka sebaiknya karakteristik Islam Indonesia mampu menjadi referensi bagi peradaban Muslim dunia. Bukan sebaliknya meninggikan otensitas Islam Arab hingga kemudian menimbulkan sikap radikal dengan dalih untuk menyamaratakan pemahaman yang bersifat semu.Â