2. Tak ada konsistensi dari kritikan R.A Kartini dengan apa yang terjadi dengan kehidupannya, sebab beliau yang sebelumnya mengkritik kebudayan jawa yakni sistem perjodohan dan poligami berbanding terbalik dengan dirinya yang mau dinikahkan bahkan dipoligami dengan seorang pria yang merupakan Bupati Rembang, Raden Adipati Joyodiningrat yang sudah pernah memilki tiga istri.
3. Pemikirannya yang hanya dalam scope Jawa saja, ia tak pernah menyinggung suku, bangsa atau daerah lain selain daripada Jawa di Hindia-Belada.Â
Beliau hanya menuangkan pemikirannya (budaya Jawa) dan bukan nasib perempuan secara keseluruhan. Ia tidak ada memperjuangkan kebebasan perempuan dalam menentukan pasangannya hidupnya sendiri, seperti contoh di daerah di kelurahan Kawal Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau yang juga memakai budaya perjodohan. Kendati demikian, pemikiran-pemikirannya dianggap menyeluruh keseluruh penjuru Hindia- Belanda.
4. Tak ada peranan konkret melawan penjajah, sebab tak ada hal yang menjelaskan ketersinggungan R.A Kartini dengan perlawanannya mengusir para penjajah Belanda, bahkan tak ada tulisan dan pemikirannya tentang keinginan kartini untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia.Â
Tidak seperti para tokoh-tokoh perlawanan perempuan lain yang ia lakukan secara detail. Laksamana Malahayati, Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, Emmy Salean dan Martha Tiahahu yang pada jejak sejarahnya memiliki kontribusi besar dalam melawan penajajah Belanda serta jelas mengingikan kedaulatan Indonesia pada saat itu.
5. Pemikirannya yang kurang progresif, dibandingkan pemikiran Raden Dewi Sartika lebih bergaung besar dalam emansipasi wanita. Kartini hanya terkenal dengan pemikiran-pemikirannya (masih kontroversi), dibandingkan dengan pemikiran Dewi Sartika yang tak hanya sekedar berpikir atau melahirkan konsep tetapi juga mengimplementasikan pemikirannya ke dalam aksi yang nyata kepada masyarakat Indonesia yaitu dengan mendirikan sekolah khusus wanita, nama sekolah tersebut adalah Sakola Istri yang kemudian berganti nama menjadi Sekolah Keoetamaan Istri pada tanggal 16 Januari tahun 1904 yang betermpat di Paseban Kulon Pendopo Kabupaten Bandung. Dari hal tersebut siapa yang layak untuk diapresiasi lebih pemikirannya, R.A Kartini atau Dewi Sartika?
6. Penetapan tanggal kelahiran R.A Kartini sebagai hari besar, yang dalam hal ini juga menjadi hari bersejarah serta sakral bagi para kalangan perempuan.Â
Hal ini menjadi suatu perdebatan karena terkesan terlalu melebih-lebihkan atau mengagung-agungkan sosoknya, sementara masih banyak tokoh-tokoh perlawanan perempuan lebih nyata aksi yang dilakukan dalam memperjuangkan kedaulatan Indonesia.Â
Dalam kritikan orang-orang yang berdisipilin ilmu Sejarah baik sejarah murni ataupun pendidikan sejarah, Kartini yang tak pernah ikut mengangkat senjata melawan penjajah, mengapa harus tanggal lahir beliau yang dijadikan sebagai hari kebangkitan perempuan dan mengapa harus beliau yang dijadikan sebagai icon kebangkitan perempuan.
7. Masih banyak tokoh pejuang perempuan lain, yang pada dasarnya lebih patut untuk dijadikan sebagai icon kebangkitan perempuan dan tanggal lahirnya dijadikan sebagai tanggal peringatan kebangkitan perempuan. Tokoh-tokoh pejuang perempuan tersebut seperti:
a. Cut Malahayati, yang merupakan seorang laksamana wanita pertama di dunia modern, yang memimpin 2000 sampai 3.500 lebih pasukan armada Inong Bale. Ia juga dianggap setara dengan Semiramis, Istri dari Raja Babilonia.Â