Mohon tunggu...
Akke Syafruddin Prawira
Akke Syafruddin Prawira Mohon Tunggu... Freelancer - Infulencer

Postingto Ergo Sum "aku memposting, maka aku ada"

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kebersihan Pondok Pesantren: Membangun Kesadaran bukan Sekadar Hukuman

9 November 2024   16:58 Diperbarui: 9 November 2024   18:26 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pondok pesantren, sebagai lembaga pendidikan yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga membentuk karakter dan akhlak santri, seharusnya menjadi tempat yang mencerminkan nilai-nilai kebersihan, baik lahir maupun batin. Sayangnya, kebersihan di banyak pesantren seringkali dipandang sebelah mata, padahal ia merupakan refleksi dari sejauh mana suatu pesantren dapat menginternalisasi nilai-nilai kedisiplinan dan tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari.

Bukan rahasia lagi bahwa kondisi lingkungan fisik pesantren, terutama kamar dan fasilitas sanitasi, seringkali jauh dari kata layak. WC yang kotor, kamar yang berantakan, serta lingkungan yang tidak terjaga kebersihannya menjadi pemandangan yang cukup sering ditemui di beberapa pesantren. Tidak jarang, hal ini berujung pada masalah kesehatan, terutama penyakit kulit yang kerap diderita para santri. Namun yang lebih mengkhawatirkan adalah dampak jangka panjang dari kurangnya pemahaman santri terhadap makna kebersihan itu sendiri.

Dalam banyak kasus, penyelesaian masalah kebersihan di pesantren cenderung disikapi dengan pendekatan yang simplistik---yaitu dengan pemberian hukuman atau reward. Sebuah sistem yang mengedepankan sanksi atau penghargaan tidak lebih dari solusi sementara yang tidak mendalam. Memang, dengan hukuman, pesantren mungkin dapat menciptakan perubahan perilaku secara cepat, tetapi perubahan tersebut bersifat dangkal dan tidak terinternalisasi dalam hati santri. Mereka mungkin akan menjaga kebersihan hanya karena takut dihukum atau menginginkan penghargaan, bukan karena mereka benar-benar memahami pentingnya kebersihan dalam kehidupan mereka.

"Mereka yang lebih mengutamakan hasil instan daripada proses, seringkali kehilangan makna dari perubahan itu sendiri, karena kesadaran sejati tumbuh melalui proses yang intens."

Di sinilah letak kesalahan mendasar yang sering terjadi. Mengatasi masalah kebersihan dengan cara semacam ini hanya akan menghasilkan pola pikir yang mekanistis: kebersihan dianggap sebagai kewajiban yang harus dipenuhi semata-mata untuk menghindari konsekuensi buruk. Tidak ada ruang bagi santri untuk menyadari bahwa bersuci (kebersihan) bagian dari iman. Artinya, kebersihan bukan hanya soal menjaga lingkungan, tetapi juga mencakup menjaga hati dan diri dari segala bentuk kotoran batin.

Ironisnya, meskipun pesantren berperan besar dalam mendidik generasi penerus bangsa, banyak santri yang keluar dari pesantren tanpa membawa pemahaman yang mendalam tentang pentingnya kebersihan sebagai nilai moral dan spiritual. Mereka hanya tahu cara menjaga kebersihan secara fisik, tetapi tidak memahami esensi di baliknya. Padahal, pendidikan kebersihan yang sesungguhnya adalah pendidikan tentang kesadaran dan tanggung jawab---baik terhadap diri sendiri, sesama, maupun alam sekitar.

Menggagas perubahan di pesantren yang lebih efektif, maka pendidikan kebersihan harus dimulai dengan pembentukan kesadaran, bukan dengan sekadar hukuman atau reward. Perubahan yang bertahan lama adalah perubahan yang datang dari dalam diri, yang tumbuh karena pemahaman dan kesadaran tentang makna kebersihan itu sendiri. Oleh karena itu, pesantren perlu berfokus pada pendekatan yang lebih mendalam dalam menanamkan nilai-nilai kebersihan kepada santri. Sebagai langkah pertama, penting bagi pesantren untuk memiliki program pendidikan kebersihan yang berbasis pada pemahaman filosofis dan spiritual. Ini bisa dimulai dengan menyisipkan materi mengenai kebersihan dalam kurikulum pengajaran, bukan sekadar sebagai instruksi praktis, tetapi sebagai bagian dari ajaran agama yang mendalam.

Namun, bukan hanya lewat pengajaran yang formal, pesantren juga harus menjadi contoh nyata dalam mengelola kebersihan. Suri tauladan adalah salah satu metode yang paling efektif dalam menyampaikan nilai. Pemimpin pesantren, ustadz, dan para pengasuh pesantren harus menjadi teladan dalam hal menjaga kebersihan. Tidak hanya dalam menjaga lingkungan fisik, tetapi juga dalam mengajarkan kebersihan hati dan pikiran. Kebersihan bukanlah hal yang bisa dipisahkan dari spiritualitas. Sebuah lingkungan yang bersih akan memberikan ketenangan dan kedamaian batin, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pendidikan dan spiritualitas santri.

Salah satu cara untuk menumbuhkan kesadaran adalah dengan melibatkan santri dalam proses perawatan kebersihan lingkungan pesantren. Misalnya, membuat program kerja bakti rutin yang tidak hanya berfungsi sebagai kewajiban, tetapi juga sebagai sarana untuk mendiskusikan makna kebersihan. Dalam kegiatan ini, santri dapat dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi kebersihan. Dengan demikian, mereka tidak hanya diberi instruksi, tetapi juga diberi kesempatan untuk memahami mengapa kebersihan itu penting dan bagaimana ia berhubungan dengan nilai-nilai agama dan sosial.

Selain itu, pesantren juga perlu memperhatikan aspek fasilitas. Penyediaan fasilitas yang memadai dan layak pakai adalah langkah awal yang tidak bisa diabaikan. Kondisi fisik yang nyaman dan bersih akan membentuk pola pikir santri tentang pentingnya menjaga kebersihan. Apabila fasilitas sanitasi dan kamar santri dirawat dengan baik, santri akan lebih terdorong untuk menjaga kebersihannya secara mandiri. Hal ini juga memperlihatkan bahwa pesantren peduli terhadap kesejahteraan santrinya, yang pada gilirannya akan meningkatkan rasa tanggung jawab mereka terhadap lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun