Mohon tunggu...
Akke Syafruddin Prawira
Akke Syafruddin Prawira Mohon Tunggu... Freelancer - Rakyat Biasa

Penggemar Anime One Piece

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Api Semangat yang Menghanguskan Diri Sendiri

8 November 2024   06:10 Diperbarui: 8 November 2024   06:15 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konsistensi---sebuah kata yang begitu berat di pundak saya. Seolah-olah itu adalah barang langka yang sulit ditemukan. Saya hari ini, yang tumbuh di tengah gejolak revolusi teknologi, cenderung memandang dunia secara rasional dan berbasis bukti, tapi ironisnya, justru rentan terhadap kecepatan yang berlebihan dalam segala hal. Perubahan yang begitu cepat di zaman ini mengubah saya menjadi konsumtif, terjebak dalam ilusi media sosial, dan terpapar pada budaya serba instan. Seolah-olah, saya sedang hidup dalam dunia yang menuntut semuanya bisa tercapai dalam sekejap, dan penulis terlanjur terbiasa dengan itu.

Mari kita analogikan konsistensi dengan api yang sedang menyala. Bayangkan jika api tersebut adalah semangat : menyala sangat besar, penuh gairah, dan menghangatkan segalanya di sekitarnya. Namun, dalam satu hari, api itu mulai meredup, karena bahan bakarnya---kayu bakar---habis tak tersisa. Di dunia nyata, saya memulai hari dengan rencana besar dan semangat yang membara, tapi lupa untuk menyiapkan bahan bakar yang cukup untuk menjaga api itu tetap menyala. Lalu, dengan bijak, saya hanya bertahan beberapa hari, karena saya menganggap semangat yang besar cukup untuk mencapai tujuan. Padahal, seperti yang diajarkan dalam berbagai ajaran---termasuk yang bijak dari Nabi---Tuhan lebih menyukai hal yang sedikit namun konsisten, daripada api besar yang membara, namun padam tak lama kemudian.

Begitulah cara kerja saya. Api besar? saya punya itu. Kayu bakar untuk menjaga api tetap menyala? Nah, itu masalahnya. Mereka lebih memilih untuk menghabiskan semuanya dalam satu malam yang penuh api besar, ketimbang menjaga api itu tetap menyala pelan-pelan, tapi konsisten. Ini bukan hanya soal kurangnya konsistensi, melainkan soal bagaimana mereka telah teracuni oleh kecepatan zaman. Seakan-akan, kesuksesan itu hanya bisa datang dalam kilatan sesaat---padahal tidak ada api besar yang bisa tetap menyala tanpa perawatan yang tepat.

Sebuah api yang besar memang memukau, tapi api yang terus menyala dalam keheningan jauh lebih berharga. Jadi, mari belajar untuk membakar kayu bakar dengan bijak, merawat setiap semangat dengan konsistensi, dan membangun masa depan dengan api yang tak pernah padam. Karena pada akhirnya, bukanlah siapa yang paling cepat yang menang, melainkan siapa yang mampu bertahan dengan kesabaran dan keyakinan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun