Mohon tunggu...
Mudzakkir Abidin
Mudzakkir Abidin Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang suka menulis

Menulis adalah sumber kebahagiaan. Ia setara dengan seratus cangkir kopi dalam menaikkan dopamine otak. Jika kopi berbahaya jika berlebihan dikonsumsi, namun tidak dengan tulisan, semakin banyak semakin baik buat otak.

Selanjutnya

Tutup

Trip

Menantang Maut Demi Meresmikan Masjid Di Bohong Langi, Gunung Tertinggi di Bone

13 Januari 2025   16:20 Diperbarui: 13 Januari 2025   16:20 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini cerita nostalgia, petualangan perjalanan menantang maut bersama Syekh Ismail Kamal, donatur dari Arab Saudi, untuk meresmikan masjid yang ia bangun di kaki Gunung Bohong Langi, puncak tertinggi di Bone

"Syekh, tolong kencangkan seatbelt. Perjalanan kita menuju masjid cukup jauh. Dan akses jalan menuju ke masjid bahkan jauh lebih buruk daripada apa yang syekh bisa bayangkan, " Saya mewanti-wantinya sesaat setelah meninggalkan bandara. 

"Ista'anna billah. Masyaina (kita jalan). Semakin sulit, semakin besar pahalanya. Kami datang untuk meresmikan masjid ibu. Bukan tamasya, " Tegasnya. Seketika saya bersemangat. 

Dari Sawaru, Camba, kami menempuh perjalanan ke atas sekitar 20 kilometer. 15 kilometer akses jalan milik Maros, lima kilometer milik Bone. 

Perjalanan kami menembus hutan memakan waktu dua jam dari Camba. Jalannya lebih cocok dijadikan trek offroad. Sementara kami hanya naik mobil Avanza. Matic pula. 

Tak jarang bumper mobil menghantam onggokan batu besar di tengah jalan. Mundur kembali di tanjakan tinggi untuk mengambil start lebih kuat. Saya dipaksa fokus dan bekerja keras jika tak mau berakhir dalam jurang. Satu kesyukuran sebab kami bukan datang pada musim hujan. 

"Benar kata kamu tadi. Akses jalan kita memang buruk, " Kata syekh tiba-tiba saat mobil mundur di tanjakan. Tapi ia terlihat tenang. 

Percakapan kami sepanjang jalan sedikit menyerempet soal perhatian pemerintah pada fasilitas jalan. Entah mengapa, mayoritas akses jalan daerah pegunungan di Indonesia memang sering diabaikan oleh pemerintah. 

Guncangan akibat mobil menghajar jalan berlubang dan berbatu tak memberikan kami waktu untuk sejenak menikmati perjalanan. Decitan ban dan auman mesin di tanjakan curam berbatu semakin memacu adrenalin. Hampir dua jam dalam kondisi seperti ini. 

Setelah perjalanan panjang dan melelahkan, kami tiba di desa Watang Cani. Syekh terkejut melihat perkampungan yang tersembunyi di tengah pegunungan, dengan masyarakat yang ramai dan bersemangat berkumpul di masjid.

Desa Watang Cani, dengan populasi 2.000 jiwa, adalah komunitas agraris yang kuat. Penduduknya menghabiskan hari-hari mereka di kebun dan sawah, sementara rumah-rumah panggung mereka berdiri dengan anggun di sepanjang sisi jalan desa. 

Acara peresmian dimulai saat kami datang. Syekh membagikan uang 20 juta rupiah kepada warga selepas peresmian. Semua kebagian. Semua tersenyum bahagia. Menjadi momen yang tak akan warga lupakan. Mereka menjabat tangan dan memeluk syekh. Tak lupa menyisipkan doa dan ucapan terima kasih. 

"Alhamdulillah, syekh telah berbagi kebahagiaan pada warga sekitar," Saya memuji syekh. 

"Atas izin Allah. Saya lebih bahagia daripada mereka, " Balas syekh. 

Ucapannya menenangkan hati saya. Melihat kebahagiaan warga menjadi pembayar setimpal atas perjalanan kami yang mendebarkan. 

Kami balik ke bandara setelah dhuhur.  

"Bagaimana kalau nanti kita ke masjid lagi, kita mengendarai motor trail? "Usul Syekh. 

Saya mengangguk. Ia menyadari kalau jalan ini tak cocok buat kendaraan kami. 

Untungnya sekarang akses jalan 15 kilometer milik Kabupaten Maros sudah berbeton mulus. Sisa beberapa kilometer lagi milik Bone yang masih rusak. Jika sudah bagus, dari Camba ke Watang Cani harusnya hanya memakan waktu 30 menit saja. 

Semoga pemerintah kabupaten Bone yang baru bisa memperhatikan nasib warga Bone Selatan khususnya di pedalaman dengan pemerataan pembangunan infrastruktur jalan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun