Mohon tunggu...
Mudzakkir Abidin
Mudzakkir Abidin Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang suka menulis

Menulis adalah sumber kebahagiaan. Ia setara dengan seratus cangkir kopi dalam menaikkan dopamine otak. Jika kopi berbahaya jika berlebihan dikonsumsi, namun tidak dengan tulisan, semakin banyak semakin baik buat otak.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berkat Al-Qur'an Faiz Dikirim ke Jepang

6 Mei 2024   15:39 Diperbarui: 7 Mei 2024   08:36 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ia menghampiriku selepas shalat Dhuhur tadi di masjid Latifah. Menyalami tanganku sambil tersenyum.
"Eh, kamu Faiz. Kapan datang?." Kataku sambil membalas senyumnya.
Saya baru mengenalinya saat ia berada tepat di hadapanku. Hampir setahun kami tak pernah bertemu. Ia banyak berubah. Lebih terlihat dewasa. Kumis dan jenggot di wajahnya sudah tumbuh tipis.

Ia biasa dipanggil Faiz oleh kami. Nama lengkapnya adalah Muhammad Faiz Fahrezi. Anak dari ketua DKM masjid Latifah Maros, ustadz Nasruddin Sempo . Ia belajar di Madrasah Mu'allimin Jogjakarta. Tahun ini lulus SMA.

Sekolahnya tidak memiliki kurikulum tahfdz (penghafalan) murni. Tapi hebatnya, anak muda yang sudah diterima di UIN Sunan Kalijaga ini dapat melakukan tasmi 30 juz sekali duduk. Dan luar biasanya, ia merupakan orang pertama yang melakukannya di sana.

"Iya, alhamdulillah. Usia sekolah hampir satu abad. Didirikan langsung oleh pendiri Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan. Menurut guru-guru, saya santri pertama dari sekolah yang melakukan tasmi 30 juz. Tentu saya berharap hal itu dapat menginspirasi santri yang lain untuk melakukan hal yang sama." Jawabnya sambil tersipu malu saat saya menanyakan kepastian informasi itu padanya.

"Saya dimotivasi oleh orang tua. Bapak selalu memotivasi saya untuk menghafal Al-Quran. Begitu pula dengan kakak-kakak santri Wadizzuhur  yang pernah mengabdi di masjid Latifah. Saya melihat mereka tasmi 30 juz. Hal itu membuat saya termotivasi untuk melakukan hal yang sama."Imbuhnya.

Dokpri
Dokpri


Jadi Faiz menghafal minimal satu halaman setiap hari. Ikut halaqah Al-Quran selepas Shubuh, Maghrib, dan Isya. Sementara sepanjang hari dari pagi hingga sore ia ikut kegiatan belajar di kelas. Jadi ia harus pandai-pandai membagi waktu.

Faiz sebenarnya yakin bisa melakukan tasmi 30 juz saat duduk di kelas 3 SMP, tapi pandemi covid membuat semuanya gagal. Program hafalannya berantakan. Ia harus pulang ke Maros dan hanya bisa belajar online.

Namun, setelah bisa kembali ke asrama ia kembali memperbaharui tekadnya dan menyusun ulang program menghafal Al-Quran. Barulah setahun lebih kemudian ia bisa mewujudkan harapannya itu.

Selain dapat menghafal Al-Qur'an, bacaan Al-Quran Faiz sangat baik. Tajwidnya sangat baik. Ia seperti anak pondok tahfidz sekelas Wadizzuhur yang belajar sanad qira'at.

"Memang saat SD bapak mengikutkan saya dan kakak dalam kelas tahfidz weekend di MIM. Setiap Sabtu Ahad saya ikut belajar dengan santri. Jadi sebelum masuk Mu'allimin, saya sudah punya modal tajwid." Ia menjelaskan bagaimana ia bisa punya modal bacaan yang baik.

Dokpri
Dokpri


Selain hafalan 30 juz, tajwid yang baik, ia juga punya modal suara yang indah. Suaranya bariton. Tegas dan jelas. Ketika menjadi imam shalat lail, suaranya bikin makmun kehilangan rasa kantuk. Makanya tak heran jika dirinya sering kali didaulat menjadi imam.

Teranyar, ia diutus oleh sekolahnya menjadi imam di Tokyo, Jepang selama Ramadhan sebulan lamanya. Yang merupakan program kerja sama Ainul Yaqin Foundation, PCIM,  dan sekolahnya.

"Saya ikut tes. Alhamdulillah, lulus tes saya diutus ke sana. Sebenarnya program ini buat anak kelas 10-11, bukan untuk sekelas saya. Tapi entah kenapa sekolah tetap memilih saya." Ujar Faiz.

Di Jepang ia menjadi imam shalat rawatib, shalat tarawih, dan mengajar mengaji anak-anak diaspora yang ada di Jepang baik dari Indonesia, Malaysia, Filipina, dan lain-lain.

Dok Faiz
Dok Faiz


Meski Faiz sudah diterima di UIN Sunan Kalijaga, tapi dirinya bertekad bisa belajar sanad di Masjidil Haram. Ia juga bercita-cita kuliah di Saudi Arabia, mengambil jurusan Al-Qur'an. Jadi bisa dapat dua gelar bachelor katanya. Saya mengaminkan ucapannya.

Dari Faiz kita belajar banyak hal. Pentingnya keluarga yang perhatian terhadap Al-Qur'an. Begitu pula lingkungan sekolah dan rumah. Dan yang paling menentukan faktor internal dari dalam diri berupa tekad dan impian. Semua hal itu menentukan dalam menghafal Al-Qur'an.

Dokpri
Dokpri


Anak ini sudah menjadi orang besar meski belum besar usianya. Ia telah menjadi pemuda pilihan umat di saat banyak anak seusianya sibuk menghabiskan waktu dengan gadget dan game. Semuanya berkat Al-Qur'an.

Semoga kita semua bisa mengambil inspirasi dari Faiz.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun