Aku tak dapat menahan tangisku sekali lagi. Beberapa kali Daffa mengira sedang melihat ibunya hingga tak jarang ia mengejar wanita yang ia kira ibunya.Â
*********
"Daffa, kenapa taruh mie rebus dekat laptop ayah?!!" Marahku kepadanya.
Keyboard laptopku basah terkena kuah mie. Untung tak begitu banyak. Buru-buru aku mengambil tisu untuk mengelap.Â
" Maaf, Yah. Aku bikin untuk ayah tadi, tapi tak sengaja aku tumpahkan karena mangkoknya panas." Ia hanya berdiri, wajahnya menunjukkan perasaan bersalah.Â
Jawabannya sontak membuatku menyesal bukan main. Aku menangis sejadi-jadinya di kepalanya yang aku ciumi.Â
Bisa-bisanya ia membuat mie untukku. Padahal tak pernah ia melakukannya sebelumnya. Aku pun teringat saat istriku hidup, tak pernah sekalipun ia memarahinya.
*********
"Lisa..." Aku melihat istri shalihahku di kamar saat membuka pintu kamar sepulang dari rumah ibuku bersama Daffa. Entah aku bermimpi atau tidak. Lisa tidak meninggal. Aku meneriakinya sambil berlari ingin merangkulnya. Tiba-tiba Lisa menghilang.Â
"Lisa... Lisa... Lisa...!! " Teriakku histeris.Â
"Sayang, kenapa?"Â