Senin kemarin, kami menemani K.H Muh. Arif Marzuki dan ustadz Muthahhir Arif, Imam masjid di Amerika Serikat (semoga Allah menjaga keduanya) dalam safari dakwah dan silaturahmi ke Enrekang.
Kami tiba di Gura, Buntu Mondong sekitar pukul 21.30 malam. Â Setelah dipaksa senam jantung ketika melewati jalanan dengan tanjakan yang cukup ekstrim demi menyingkat waktu perjalanan dari Baraka ke Gura.
Tuan rumah menyuguhkan kami kopi, baje, pisang molen kecil, dan kue khas Enrekang lainnya. Setelah itu kami diminta makan malam. Menunya nasi pulut mandoti khas Enrekang, sayur, dan ayam kampung yang diolah dengan beberapa masakan tradisional. Saya paling suka dengan ayam kuah santannya. Enak sekali.
"Jamaah shubuhnya banyak yah?" Tanya ustadz Muthahhir pada pak Halim Supaya, tokoh masyarakat Gura yang menjadi tuan rumah dalam obrolan selepas makan malam.
"Di sini, jamaah shubuhnya bisa ratusan orang, Ustadz. Empat shaf rata-rata. Belum dihitung wanitanya di lantai dua." Jawab pak Halim.
Shubuh datang. Cuaca sangat dingin. Hal itu wajar sebab kami berada di kaki gunung Latimojong, gunung tertinggi di Sulawesi Selatan.
Kami bergegas ke masjid. Masjidnya dua lantai. Ukurannya besar. Seusai shalat shubuh, K.H Muh. Arif dan ustadz Muthahhir bergiliran menyampaikan tausiyah.
Jamaahnya memang sangat banyak. Ratusan orang, seperti kata pak Halim. Saya bahkan tak pernah melihat jumlah jamaah shubuh sebanyak ini di desa. Mirip jamaah Jum'at.
Tak ada yang keluar saat tausiyah berlangsung. Mereka sangat antusias mendengarkan apalagi ketika ustadz Muthahhir menjelaskan tentang perkembangan dakwah Islam di bumi Amerika dengan berapi-api.
"Jamaah shubuh sebanyak ini di daerah yang jauh dari perkotaan menunjukkan bahwa daerah ini dirahmati dan diberkahi oleh Allah." Puji KH. Muh. Arif terhadap kehadiran jamaah.