Mohon tunggu...
Mudzakkir Abidin
Mudzakkir Abidin Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang suka menulis

Menulis adalah sumber kebahagiaan. Ia setara dengan seratus cangkir kopi dalam menaikkan dopamine otak. Jika kopi berbahaya jika berlebihan dikonsumsi, namun tidak dengan tulisan, semakin banyak semakin baik buat otak.

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Ibu Hidup Berpisah Dengan Keluarga Demi Nafkah

20 Februari 2023   22:55 Diperbarui: 21 Juni 2023   15:36 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Mungkin Anda penasaran dengan para sales yang biasa Anda lihat berkeliling di jalan atau mendatangi sekolah, kantor, bahkan rumah warga demi menawarkan produk dagangan mereka berupa kanebo, aksesoris, ATK, dll.

Memang berapa gaji mereka? Siapa yang mempekerjakan mereka? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya tentang mereka.

Ahad menjelang siang kemarin, masih di Batangase dalam perjalanan menuju Wadizzuhur, seorang wanita berusia 40 tahun-an menumpang mobil kami untuk pulang ke rumahnya di Carangki.

Kami mengobrol dengannya. Sekadar mengisi waktu. Saya lebih banyak bertanya dan mendengarkan. Ia bercerita banyak hal yang sebagian akan saya bagikan di sini. Caranya memilih kalimat saat berbicara membuat saya terkesan.

Ia baru saja tiba dari Pangkep, tempat di mana ia bekerja sepanjang satu Minggu. Saban Ahad ia pulang menjenguk keluarganya yang terdiri dari suami dan tiga anak. Suaminya sakit-sakitan. Kesimpulan kami, suaminya butuh diruqyah. Berdasarkan tanda-tanda yang ada pada sang suami.

Meski sakit-sakitan, sang suami tetap bekerja sebagai petani, tapi kebutuhan mereka banyak sementara penghasilan pertanian tak seberapa. Jadilah ia yang ikut bekerja untuk memenuhi kebutuhan itu.

Ia bekerja sebagai staf marketing pada sebuah badan usaha berbentuk CV (tak perlu saya sebutkan) yang berpusat di kota Pangkep yang bergerak dalam penjualan ATK dan aksesoris yang dijajakan secara door to door. Badan usaha itu punya puluhan karyawan yang rata-rata anak muda. Mereka tinggal di perumahan yang disediakan oleh perusahaan.

Setiap pagi mereka belajar selama tiga jam layaknya sekolah sebelum terjun ke lapangan. Jam 10 pagi baru jalan. Mereka dipecah dalam beberapa grup ke beberapa lokasi berbeda dan diantar menggunakan mobil perusahaan. Tiba di lokasi, mereka keliling berjalan kaki berkilo-kilo meter di siang bolong menawarkan produk jualan. Jam lima sore baru dijemput untuk pulang.

Meski agak sensitif, saya yang penasaran tentang pendapatannya akhirnya bertanya. Ia tak keberatan menjawab.
"Perusahaan menargetkan penjualan minimal 370 ribu per hari untuk perorangan. Dari hasil penjualan tersebut kami mendapatkan bagi hasil 20 persen. 10 persen dibagi harian dan 10 persen dibagi bulanan. Belum lagi bonus bagi yang mencapai target atau melampauinya. " Jelasnya.

Ibu itu merata-ratakan penghasilannya perbulan sekitar satu juta-an. Sebuah jumlah yang bagiku tak layak untuk pekerjaannya yang menguras energi, mental, dan waktu. Belum lagi ia harus berpisah dengan keluarganya. Menurutku apa yang ia dapatkan tak sebanding dengan pengorbanannya.

Karena kasihan, saya menawarinya untuk bekerja di tempat lain yang lebih layak. Ia mengejarku dengan pertanyaan kerja apa dan di mana. Saya terdiam, karena tak punya gambaran di mana ia bisa bekerja dengan layak untuk ibu seusia dirinya dengan gaji yang lebih besar dan juga tak perlu berpisah dengan keluarganya.

Kami sudah sampai di Carangki, tapi katanya rumahnya masih jauh ke arah yang tak kami lalui. Butuh tumpangan lagi untuk sampai ke rumahnya. Kami tak bisa membantunya untuk mengantar sampai ke rumahnya karena buru-buru harus ke pesantren.

Dokpri
Dokpri

Tak lupa saya memberinya nomor teleponku sebelum ia turun untuk menghubungi jika saja ada keperluannya baik yang berkaitan dengan pengobatan ruqyah suami atau juga yang lain. Meski saya tak menjanjikan apa pun, hanya berusaha untuk membantu.

Semoga sang ibu bisa mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang lebih layak. Suaminya bisa sehat kembali. Dan anak-anaknya bisa melihatnya setiap malam saat mereka ingin tidur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun