Kali ini kita akan berkenalan lagi dengan salah satu siswi Sekolah Putri Darul Istiqamah (Spidi) yang terletak di Maros, Sul-Sel. Seorang gadis manis asal  Wamena, Papua. Nama lengkapnya Adhe Sulpa Fitriyani. Sekarang duduk di kelas sembilan SMP jurusan bahasa.
"Ustadz, beberapa hari lagi saya ulang tahun. Tanggal 19 Oktober tepatnya. Saya mau dibuatkan tulisan tentang saya sebagai kado dari ustadz." Katanya suatu hari kepadaku. Saya mengiyakan.Â
Dan menurutku, Sulpa, begitu ia biasa dipanggil memang layak untuk dibuatkan tulisan. Bukan karena dia mau ulang tahun, tapi karena ia punya prestasi mentereng. Namanya masuk dalam Wall Of Fame, berupa baligho besar yang dipasang di taman, berisi nama-nama siswi berprestasi lengkap dengan daftar prestasi mereka.
Kamis kemarin, Ade Sulpa bersama teman-temannya dari kelas sembilan bahasa sedang sibuk-sibuknya di ruang bahasa yang baru membuat projects language yang merupakan bagian dari learning exhibition sebagai ujian mid semester.
 Mereka ditugaskan membuat makalah berbahasa Inggris tentang overisland (edutrip) ke Jawa yang baru saja mereka lakukan Minggu lalu. Namun, di sela-sela kesibukannya itu, saya berhasil berbincang dengannya.
Siswi yang lahir di Palopo pada tanggal 19 Oktober 2007 ini adalah sosok yang bersahabat kepada semua orang. Periang dan suka menyapa guru. Ia suka tersenyum kepada orang lain.
Tak sulit untuk menyukai siswi ini melihat karakter dan pembawaannya yang ramah. Ditambah lagi di kelas, ia sangat cerdas. Cepat mengerti pelajaran, suka bertanya, dan mudah diarahkan. Sebagai gurunya, saya menempatkannya sebagai salah satu siswi kesukaan saya.
"Saya sekolah SD di Wamena bersama Sofya. Sofya yang mengajak saya masuk di Spidi." Jawab gadis penyuka bahasa Inggris ini saat ditanya dari mana ia mengenal Spidi.
"Saya menyukai semua yang berkaitan dengan mapel bahasa. Khususnya bahasa Inggris. Itulah kenapa saya memilih jurusan bahasa di Spidi. Karena saya punya cita-cita ingin berkeliling dunia. Menguasai berbagai jenis bahasa adalah salah satu kunci mewujudkannya." Tegas gadis penyuka makanan manis ini saat saat ditanya alasannya memilih kelas bahasa.
Spidi menurutnya telah membuat output akademiknya berkembang pesat khususnya dalam bahasa Inggris. Dengan adanya kelas penjurusan sehingga ia bisa memilih jurusan bahasa sangat membantunya.Â
Spidi juga memberinya kesempatan mengikuti beberapa lomba dan olimpiade. Sehingga salah satu prestasi terbaik yang berhasil ia rengkuh adalah medali emas olimpiade bahasa Inggris tingkat nasional. Sebuah prestasi yang tak main-main.
Ditambah lagi program edutrip Spidi berupa overseas ke beberapa negara juga menurutnya sangat baik dalam menunjang pembelajaran bahasa asing.
"Di Turki, saat ikut overseas ke sana, mau tak mau, kita harus menggunakan bahasa asing, paling tidak bahasa Inggris." Jawab gadis penyuka film ini.
Sekadar tambahan informasi dari saya kepada pembaca, program overseas Spidi sebagai bentuk edutrip peserta didik rutin dilaksanakan setiap tahun. Jepang, Malaysia, Turki dan Singapura adalah beberapa negara destinasi edutrip yang telah Spidi kunjungi.
Sulpa mengajarkan kepada kita bahwa impian dan cita-cita yang besar akan memotivasi seseorang untuk belajar lebih giat. Dari impiannya untuk bisa berkeliling dunia suatu hari nanti memotivasi dirinya untuk belajar bahasa asing khususnya bahasa Inggris. Sehingga dengan itu ia bisa mendapatkan prestasi tertinggi di level nasional.
Obrolan kami sebenarnya bukan soal Spidi saja, tapi banyak hal termasuk tentang Papua dan alasan mengapa akhirnya ia bisa "melupakan" Papua.
Sejatinya, gadis manis ini bukan berasal dari Papua. Orang tuanya berasal dari Sulawesi Selatani. Ia lahir di sana lalu pindah mengikuti orang tua ke Wamena saat masih kecil. Namun, cintanya kepada Bumi Cendrawasih itu teramat dalam. Ia menceritakan bagaimana mencekamnya keadaan Wamena saat kerusuhan antar warga.Â
Kantor bupati, pasar, dan rumah-rumah penduduk dibakar massa. Bandara ditutup. Saat itu ia dan keluarganya terpaksa mengungsi di kantor polres. Tapi kerusuhan itu tak membuatnya takut dan trauma. Ia dan keluarganya tak pernah punya niat meninggalkan Wamena karena sudah kadung cinta.
Makanya saat harus meninggalkan Wamena demi bersekolah di Spidi sempat membuatnya "shock". Di awal kedatangannya di Spidi, ia seolah-olah tak percaya bisa meninggalkan Wamena.
Namun, waktu demi waktu bersama teman-temannya di Spidi membuatnya nyaman. Kekonyolan, keseruan, suka dan duka dalam kehidupan berasrama sangat ia nikmati. Membuatnya betah. Belum lagi dengan guru-guru Spidi yang spesial menurutnya. Miss Kiki, guru bahasa Inggris sekaligus wali kelasnya adalah guru panutannya yang sudah dianggapnya sebagai orang tua kedua.
"Kan beliau wali kelasku. Kalau lagi butuh sesuatu, saya mencari beliau. Beliau selalu memberikan nasihat. Tidak pernah marah sama kami. Pemaaf dan penyayang." Kata siswi penyuka es krim ini.
Lihatlah dalam apa yang Ade Sulpa rasakan. Bahwa dalam kehidupan berasrama anak-anak yang terpisah dengan orang tua dan kampung halaman, harus digantikan oleh orang-orang dan rumah kedua yang membuat mereka nyaman. Sebab jika tidak, mereka tak akan betah di pesantren. Setidaknya, dari Ade Sulpa kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Spidi telah berhasil  mewujudkan rumah kedua yang nyaman buat santri.
Kesibukan Ade Sulpa dan teman-temannya membuat saya tak bisa mengobrol dengannya untuk waktu yang lama. 20 menit dari obrolan saya dengannya sudah cukup menuliskan sedikit tentang sosoknya.Â
Meski tak mewakili semua tentangnya, tapi setidaknya saya sudah menunaikan permintaanya yang sudah lama ia pesan kepada saya. Saya tak menganggapnya sebagai kado ultah, karena saya tak pernah memberikan kado semacam itu, tapi sang guru ini masih bisa menyelipkan sepenggal doa terbaik buatnya:
"Semoga Allah memberkahi umurmu. Memanjangkannya dalam ketaatan, keshalihan, kesuksesan, keamanan, kesejahteraan, dan kebaikan."
Amin (baca dengan lafadz yang panjang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H